44

119 87 136
                                    

Tahta tertinggi dalam mencintai adalah mengikhlaskan.

























Mengambil keputusan adalah suatu hal yang paling sulit. Karena apabila kita salah mengambil keputusan, berbagai resiko mungkin akan terjadi. Sama hal nya dengan yang terjadi pada gizca. Ia sudah memikirkan hal ini matang matang. Mungkin sebagian orang akan berpikir bahwa keputusan gizca adalah hal yang bodoh dan konyol. Namun gizca berpikir bahwa hal ini adalah keputusan yang benar. Jefran memiliki banyak orang disekitarnya, sangat disayangkan apabila keadaan jefran harus seperti ini. Sedangkan gizca, dia merasa sudah tak memiliki siapa siapa lagi.
Gizca berjalan menuju ruang rawat jefran. Ia ingin mengucapkan salam perpisahan pada jefran sebelum hal yang berharga dalam diri gizca berpindah tuan pada jefran. Di depan ruang rawat jefran ada jordan dan hariz.

"Dera sama liana kemana kak?." tanya gizca. Jordan yang sedang duduk pun segera bangkit.

"Mereka pulang." jawab jordan.

"Kak jefran gimana?."

"Dia tadi sempet ngamuk dan sekarang dia tidur karena tadi dokter kasih obat bius sama dia." ucap hariz. Pernyataan tersebut membuat gizca semakin merasa bersalah. Gizca berpikir bahwa keputusan nya untuk mendonorkan mata pada jefran adalah keputusan yang tepat. Tak lama keluar wisnu, fani dan putra keluar dari ruang rawat jefran.

"Papa sama mama mau pulang dulu, kamu jaga jefran disini. Kalo ada apa apa langsung hubungi papa." ucap wisnu pada putra.

"Iya pah." wisnu dan fani pun berjalan keluar dari area rumah sakit.

"Kak putra aku boleh liat kak jefran gak?." ucap gizca meminta ijin.

"Ngapain? Lagian dia tadi abis dibius."

"Aku cuma mau liat kak jefran doang." putra memikirkan lagi permintaan gizca. Akhirnya putra pun mengiyakan.

"Yaudah boleh."

"Makasih kak." gizca pun segera masuk ke dalam ruang rawat jefran.
Jefran tengah terbaring diatas kasur. Deru nafas nya teratur. Wajah nya begitu damai walaupun tak dapat dipungkiri wajah tersebut tersirat kesedihan yang mendalam. Gizca berjalan mendekati jefran. Gizca duduk dikursi yang ada disebelah ranjang jefran, perlahan gizca meraih tangan jefran dan menggenggamnya.

"Kak jefran."

"Kak jefran tenang aja ya, sebentar lagi kak jefran bakal bisa melihat lagi."

"Aku harap pengorbanan aku ini gak sia sia. Aku gak tega kalau harus ngeliat kak jefran kayak gini." gizca menggenggam tangan jefran seraya menahan isak tangis nya.

"Mungkin ini adalah terakhir kali nya aku ngeliat wajah kak jefran sebelum semua nya berubah jadi gelap."

"Setelah ini mungkin kita gak akan bertemu lagi. Aku harap kak jefran akan selalu bahagia dengan dan tanpa ada nya aku."

"Aku pasti bakal rindu banget ngeliat wajah kak jefran."

"Suatu saat nanti kalau aku bisa melihat lagi, aku pengen banget ngeliat kak jefran senyum."

"Walaupun nanti keadaan kita akan berbeda, tapi perasaan aku ke kak jefran gak bakal berubah. Aku akan selalu cinta dan sayang sama kak jefran." ucap gizca lalu mencium punggung tangan jefran.

"Aku pamit ya." ucap gizca seraya bangkit dari duduknya. Gizca mendekatkan wajahnya pada wajah jefran kemudian gizca mencium kening jefran cukup lama.

"I love you more." gizca berjalan menuju pintu keluar. Ia memegang knop pintu, namun pergerakan nya terhenti ketika ia mendengar jefran menyebut namanya.

ʀɪɢᴜᴀʀᴅᴏ ᴀ ᴍᴇ [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang