56

121 73 132
                                    

Jika berlebihan itu namanya bukan cinta melainkan obsesi.

























Hari ini bisa dibilang hari yang membahagiakan bagi gadis berusia 17 tahun tersebut. Sebab hari ini gizca akan melakukan operasi mata. Tak lama lagi ia bisa kembali ke kehidupan nya yang dahulu sebelum terbelenggu dengan kegelapan.

Ditemani dengan jefran, gizca berusaha untuk tidak gugup. Walaupun ini bukan operasi pertama yang ia jalankan namun rasa gugup itu tetap ada.

"Lo ga perlu khawatir, semuanya akan baik baik aja." ucap jefran berusaha menenangkan gizca.

"Makasih ya kak jefran udah berusaha cari donor mata buat aku."

"Gue ga mungkin biarin cewe yang gue sayang menderita. Apalagi alasan lo menderita itu karena gue."

"Katanya aku ga boleh salahin diri sendiri terus, tapi kak jefran sendiri salah diri terus."

Jefran mencubit pelan pipi gizca. "Udah berani ya sekarang."

Gizca terkekeh. Walaupun ia tak dapat melihat ekspresi jefran, namun ia bisa merasakan jika jefran sekarang tengah tersenyum. Gizca semakin tidak sabar untuk bisa melihat kembali senyum manis jefran.

Tak berselang lama, muncul 2 suster dan mereka membawa brankar gizca menuju ruang operasi. Jefran terus menggenggam tangan gizca sampai tiba di ruang operasi.

"Lo pasti sembuh." ucap jefran mengelus surai rambut gizca.

"Makasih ya kak." brankar gizca pun masuk ke ruang operasi dan pintu tertutup. Sekarang yang bisa jefran lakukan adalah menunggu dan berdoa agar operasi gadisnya berjalan dengan lancar.

"Operasi nya udah mulai?." tanya seorang perempuan yang baru saja datang tak lain adalah fani, ibu jefran.

"Udah ma."

"Kamu tenang ya, operasi nya pasti berjalan dengan lancar." jefran pun mengangguk.

Dera tidak datang karena hari ini ada ulangan. Gizca pun tak mengijinkan dera untuk bolos hanya untuk menemani dirinya. Sedangkan putra, sejak kejadian itu jefran jarang bertegur sapa dengan saudara tiri nya tersebut. Mereka berdua seperti orang asing, bahkan akhir akhir ini putra lebih sering menginap dirumah neneknya.

Fani dan wisnu pun sudah mengetahui perihal renggang nya hubungan jefran dan putra. Namun mereka tak bisa berbuat banyak sebab ini urusan nya dengan hati. Sebagai orang tua mereka hanya bisa mendoakan agar anak anak mereka bisa kembali rukun seperti sedia kala. Dan bagaimana nantinya siapa yang akan bersama siapa, mereka berharap salah satunya bisa menerima keadaan dengan lapang dada.


Sebab yang bukan milik kita selamanya tak akan pernah menjadi milik kita.











Angin sepoi menerpa wajah laki laki yang tengah duduk diatas kursi yang sudah usang. Angin membuat anak rambut nya sedikit berantakan. Tetapi itu tak membuat kadar ketampanan nya berkurang sedikit pun.

Putra tengah mencoba untuk menenangkan diri. Akhir akhir ini terlalu banyak hal berat yang ia lewati, apalagi perihal gizca. Itu membuat dirinya benar benar diambang keterpurukan.

Putra tak bisa menyalahkan gizca atas apa yang ia perbuat karena itu adalah haknya. Namun bolehkah putra egois jika ia ingin gizca menjadi miliknya?.

"Sendirian aja lo." ucap seseorang yang baru saja datang.

"Lo juga sendiri. Si hariz mana?." tanya putra. Jordan berjalan dan duduk disebelah putra.

"Tidur, semalem abis begadang katanya mabar game online."

ʀɪɢᴜᴀʀᴅᴏ ᴀ ᴍᴇ [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang