Semesta pasti punya rencana mengapa kita dipertemukan.
Gizca tengah bersiap untuk memulai aktivitas rutin nya yaitu sekolah. Ia turun dan melihat bi inah tengah menyiapkan sarapan untuk dirinya.
"Pagi bi." sapa gizca sambil duduk di kursi meja makan.
"Pagi juga non. Ayo sarapan dulu."
"Bibi juga ikut sarapan sama aku ya."
"Gak usah non. Bibi nanti aja."
"Bi disini sekarang cuma ada kita berdua. Masa aku sarapan sendiri."
Karena tak tega, bi inah pun mengiyakan kemauan gizca.Setelah selesai sarapan, gizca pun berpamitan pada bi inah untuk berangkat sekolah. Ia pun berjalan menuju gerbang rumahnya. Didepan sudah ada supir nya yang sudah siap mengantar dirinya. Ia melihat ke sekeliling. Ia bernafas lega karena putra tak ada. Bukan nya gizca tidak mau menerima tumpangan dari putra, tapi ia merasa tak enak karena selalu merepotkan laki laki tersebut.
Ia pun segera masuk ke dalam mobil dan tak lama mobil pun melaju.Ia pun tiba disekolah.
Terlihat beberapa murid datang bergerombol memasuki kawasan sekolah. Hari ini gizca memang sedikit datang siang daripada biasanya karena ia sempat telat bangun. Untung saja ia segera sadar dari alam bawah sadarnya dan segera bersiap untuk sekolah.
Ia pun keluar dari mobil dan berjalan menuju sekolah. Namun perhatian gizca teralihkan oleh pemandangan sebuah keluarga kecil yang nampak bahagia."Ma, pa makasih ya udah anterin aku sekolah." ucap seorang siswi yang tengah bersama orang tua nya.
"Iya sayang sama sama. Lagian mama sama papa jarang banget ada waktu buat kamu maaf ya." ucap sang ibu sambil mengelus pelan surai sang anak.
"Iya ma gapapa kok."
"Nanti kalo papa libur dan sekolah kamu libur kita jalan jalan ya."
"Asikk makasih pah. Yaudah aku masuk dulu ya." pamit sang anak sambil mencium punggung tangan kedua orang tuanya.
"Belajar yang rajin ya sayang."
"Oke mah."
Tes.
Tetesan bening dari mata gizca keluar begitu saja. Ia senang melihat kehangatan yang ada dalam sebuah keluarga. Dimana satu sama lain saling menguatkan dan mensupport. Merangkul dan bergandeng tangan bersama. Andai saja gizca bisa merasakan itu, mungkin dia akan menjadi orang yang sangat bahagia didunia ini. Iya andai. Karena sepertinya sampai kapanpun gizca tak akan pernah merasakan hal itu."Ca."
"Gizca."
"Lo lagi ngapain? Kok ga masuk." ucap liana sambil menepuk pundak gizca."Eh." gizca pun tersadar dari lamunannya dan menoleh kearah liana.
"Lo kenapa nangis?."
Gizca segera menghapus jejak air matanya."Aku gapapa kok."
"Beneran? Kalo ada apa apa lo bisa bilang sama gue ca."
"Aku beneran gapapa. Ayo masuk nanti gerbang nya keburu ditutup." ajak gizca kemudian ia masuk ke dalam sekolah disusul dengan liana.
"WOY LO PADA KEMANA AJA DAH? GUE KIRA GA MASUK UDAH DEGDEGAN GUE GA ADA TEMEN GIBAH." ucap dera sambil berteriak didepan gizca dan liana. Yang diteriaki pun segera menutup kedua telinganya.
"Woy toa berisik napa pagi pagi dah beo aja lo." ucap seorang siswa laki laki dari belakang kelas dengan memegang ponselnya, sepertinya ia sedang bermain game.
"Iya ra, kamu ini pagi pagi udah teriak aja." ucap gizca.
"Iya nih dasar nek lampir." tambah liana.
"Woy gue ini care sama kalian ya gimana sih ah. Ngambek nih princess." ucap dera sambil melipat kedua tangan nya didada.
KAMU SEDANG MEMBACA
ʀɪɢᴜᴀʀᴅᴏ ᴀ ᴍᴇ [End]
Ficção AdolescenteTentang sebuah penderitaan yang tak berujung. Bagaimana jadi nya jika seorang anak dilahirkan hanya untuk melengkapi sang kakak? Bagaimana jadinya jika kebahagian seseorang direnggut satu persatu? Dapatkah ia mendapatkan cinta dan kasih sayang yang...