50

143 86 155
                                    

Cinta dan sakit hati itu seperti sepasang kaus kaki. Sepasang tak mungkin hanya satu.























Meratapi nasib memang tak akan ada habisnya. Manusia selalu saja merasa kurang puas walaupun sudah mempunyai segalanya. Keserakahan memang membutakan.

Saat ini liana tengah berada disebuah cafe menunggu seseorang. Sambil mengaduk minumannya, ia memperhatikan sekitar.

"Ehem." dehem seseorang membuat liana refleks menoleh.

"Oh udah dateng, duduk?." titah liana. Dia pun duduk berhadapan dengan liana.

"Ada apa lo ngajak gue ketemuan?."

"Gue mau ngajak lo kerja sama."

"Kerja sama apa?."

"Lo bantuin gue deket sama kak jefran dan gue bakal bantu lo lunasin hutang orang tua lo."

"L-lo tau dari mana orang tua gue punya hutang?."

"Orang tua lo punya hutang ke orang tua gue." ucap liana angkuh.

"Gue ga mau. Lo tau kan gue juga suka sama jefran? Tenang aja, gue yakin orang tua gue bisa lunasin hutang itu."

"Yakin hm? Apa 25 miliar bisa dilunasi dalam 3 hari?."

"25 miliar?!." ucap mora kaget. Orang yang ditemui liana adalah mora.

"Lo bahkan ga tau nominal hutang orang tua lo. Kalo mereka ga bisa lunasin dalam 3 hari, semua aset akan dibawa sama bokap gue dan lo akan jatuh miskin."

"Engga engga, gue ga mau miskin." ucap mora frustasi.

"Makanya lo terima aja tawaran gue."

Mora terdiam, ia tak tahu harus bagaimana. Ia menyukai jefran, namun ia juga tak mau menjadi miskin.

"Oke gue bakal bantu lo." final mora. Untuk saat ini harta lebih penting dan dibutuhkan oleh dirinya.

"Bagus." ucap liana menyeringai.

"Apa yang harus gue lakuin?."

Lalu liana membisikan sesuatu pada mora dan mereka berdua beradu pandang dengan senyum yang penuh arti.






Raut wajah gizca sejak tadi menunjukan rasa penuh cemas. Ia benar benar kaget dengan kakak nya yang ternyata bernasib sama dengan dirinya.

Ia ingin membantu namun kondisinya juga sama. Mereka berdua sama sama tidak bisa melihat. Ia ingin menjenguk sang kakak namun ayah dan bunda nya pasti tidak mengijinkan, apalagi tadi mereka begitu marah besar pada gizca.

Selain itu, gizca juga memikirkan tentang hidup kedepan nya. Orang tua nya tidak akan memberi biaya lagi pada gizca. Yang gizca punya sekarang hanya rumah, mobil, uang tabungan pribadinya dan tabungan transferan dari ayahnya. Memang untuk saat ini masih aman, namun kedepan nya bagaimana? Uang gizca pasti akan berkurang seiring berjalan nya waktu dan kebutuhan. Belum lagi ia harus membayar guru home schooling nya.

Gizca berpikir untuk mencari pekerjaan. Namun dengan kondisinya yang seperti ini pasti akan sulit, ditambah ia belum lulus SMA.

"Non ini jus nya." ucap bi inah seraya masuk ke kamar gizca.

"Ah iya bi makasih."

Gizca sebenarnya ragu untuk mengatakan ini, namun mau tidak mau ia harus mengatakan ini.

"Bi kayak nya aku harus kerja deh." ucap gizca.

"Non mau ngapain kerja?."

"Aku butuh uang bi. Untuk saat ini memang semuanya masih aman, tapi kedepan nya gimana?."

ʀɪɢᴜᴀʀᴅᴏ ᴀ ᴍᴇ [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang