42

109 65 123
                                    

Terkadang kita harus berterima kasih pada rasa sakit karena rasa sakit membuat kita menjadi lebih dewasa.
























Malam ini hujan turun begitu deras membasahi bumi. Disertai dengan angin yang terasa begitu menusuk kulit. Sepertinya alam merasakan apa yang gizca rasakan. Hari ini bagi gizca adalah hari terberat bagi hidupnya. Semua kebenaran terungkap satu persatu. Ia benar benar tak percaya dengan apa yang terjadi hari ini. Semua nya begitu tiba tiba. Ia sendiri bahkan masih tak percaya dengan apa yang dilakukan liana terhadap dirinya. Gizca butuh seseorang yang bisa mengatakan kepada dirinya bahwa semua yang terjadi baik baik saja. Gizca butuh seseorang yang bisa menguatkan dirinya. Tapi siapa? Orang tua nya bahkan sudah tak peduli lagi terhadap apapun yang terjadi pada gizca. Lyora? Ia tak mau membebani kakak nya dengan masalah yang tengah ia hadapi, kakak nya sudah cukup menderita dengan penyakit yang ia derita sejak kecil. Dera? Pasti dia sedang berusaha menenangkan liana, ia tak mau mengganggu nya. Putra? Gizca memutuskan untuk menjaga jarak dengan putra sekarang. Jefran? Sepertinya gizca memang membutuhkan jefran. Bukankah orang yang kita cintai adalah salah satu penguat untuk diri kita? Tapi itu terlalu mustahil mengingat tadi sore jefran menegaskan gizca untuk tidak menganggu hidupnya lagi. Gizca benar benar bingung, ia merasa bahwa dirinya sendiri. Tak ada orang disampingnya. Gizca menghapus air matanya yang sejak tadi tak berhenti lalu mengambil jaket dan payung kemudian keluar dari kamar.

"Non mau kemana malam malam gini?." tanya bi inah yang melihat gizca turun dari tangga.

"Aku mau keluar sebentar bi."

"Tapi diluar hujan non."

"Aku bawa payung kok bi."

"Yaudah non hati hati ya." gizca pun mengangguk lalu pergi keluar dari rumah nya. Gizca membuka payung nya dan berjalan menjauh dari area rumah nya. Sebenernya gizca sendiri tak tau ia akan kemana, ia hanya ingin mencari sesuatu yang bisa membuat dirinya merasa lega walaupun sedikit. Gizca terus berjalan tanpa tujuan dibawah guruyan air hujan. Bahkan setengah celana nya sudah basah karena percikan air hujan. Setelah gizca berjalan cukup lama, ia pun memutuskan untuk berhenti di taman dekat sungai. Gizca berdiri dipinggir sungai dan ia menutup payung nya. Membiarkan air hujan membasahi tubuh nya. Gizca memejamkan matanya seraya mendongkak keatas langit. Ia mengusap wajahnya yang basah karena air hujan. Gizca menatap ke sekeliling, sepi tidak ada siapa siapa. Tentu saja, pasti semua orang tengah berada dirumah nya karena malam ini hujan.

"Aku kuat, aku gapapa. Semua akan baik baik saja." ucap gizca pada dirinya sendiri. Namun tiba tiba gizca merasa air hujan tak membasahi dirinya lagi, seperti ada yang menahan air hujan. Gizca berbalik badan dan ternyata jefran tengah berdiri sambil memegang payung yang melindungi gizca dari hujan.

"Kak jefran ngapain disini?."

"Harusnya gue yang nanya. Ngapain lo disini sendirian dalam keadaan basah kayak gini? Terus guna nya payung yang lo bawa apa?."

"Aku cuma pengen menenangkan diri aja."

"Lo bisa sakit. Gue anter pulang." ucap jefran seraya memegang tangan gizca namun gizca segera menepisnya.

"Ga usah. Kak jefran kalo mau pulang silahkan, aku masih mau disini." jefran hanya diam menatap gizca. Lalu jefran membuang asal payung nya dan segera memeluk gizca.

"Kak jefran kenapa payung yang dibuang? Kak jefran kehujanan kan jadinya." ucap gizca dengan posisi berada dipelukan jefran. Gizca tak membalas pelukan jefran, ia takut kalau jefran akan marah kepadanya.

"Gue tau semuanya."

"Maksud kak jefran?." ucap gizca seraya melepaskan pelukan jefran.

"Kita neduh dulu." ucap jefran lalu mengambil payung milik gizca dan merangkulnya untuk mencari tempat terdekat untuk berteduh. Mereka pun memutuskan untuk berteduh diruko yang sudah tutup. Gizca menggosok gosok kedua tangan nya lalu menempelkan pada dirinya sendiri untuk menyalurkan rasa hangat.

ʀɪɢᴜᴀʀᴅᴏ ᴀ ᴍᴇ [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang