"Kak Nari, biar aku saja!" Seungkwan berseru, mengangkat kotak berisi bola sepak, bola voli dan beberapa tali yang akan dibawa mereka ke Sekolah Dasar Bongseong hari ini. Seungkwan adalah mahasiswa baru di kampusnya sehingga pria itu memanggil Nari dengan sebutan Kakak, begitu pula kepada teman-teman Nari.
Nari tidak bisa mengelak karena Seungkwan sangat cekatan. Pria itu menyuguhkan senyuman yang manis, ikut berjalan di sisinya menuju sekolah yang lokasinya tidak begitu jauh dari asrama. Betul kata Mr. Park, sekarang mereka telah terbiasa berjalan ke toko kelontong dan SD Bongseong yang terasa lebih dekat. Bahkan Somin yang awalnya suka misuh-misuh jadi terbiasa, anak itu malah suka berjalan ke SD Bongseong bersama Jeonghan di sisinya.
"Ada yang harus dibawa lagi?" Soonyoung berseru, berlari kecil mengejar teman-temannya yang sudah berjalan lebih dulu.
"Ini! Kotak yang dibawa Seungkwan!" Seru Nari sambil mengipaskan tangan, menyuruh Soonyoung mendekat.
Soonyoung berlari dengan penuh semangat. Ia merebut kotak itu dari tangan Seungkwan. "Biar aku saja, Seungkwan!"
"Padahal aku yang bawa juga tidak apa-apa, loh." Kata Seungkwan menyembunyikan rasa terkejutnya karena Soonyoung tidak berbasa-basi terlebih dahulu. Ia menepuk-nepuk dada, membersihkan debu yang menempel di rompi volunteernya.
"Nggak apa-apa, Seungkwan. Pekerjaan yang berat berikan saja kepada dua orang ini." Nari menunjuk Soonyoung di samping Seungkwan dan Jihoon yang berjalan tepat di hadapannya.
Jihoon merasa terpanggil, ia membalikkan kepala, tersenyum tipis kepada Seungkwan lalu kembali memfokuskan diri ke jalanan yang menurun dengan dua kresek besar di tangannya. "Orang di sampingmu itu selalu bersemangat kalau urusan angkat beban. Semua beban ia sanggup mengangkatnya, termasuk beban hidup."
Tawa Nari dan Seungkwan pecah. Keduanya menepuk tangan, melirik Soonyoung yang tidak bisa menyembunyikan tawa meski dirinya menjadi korban usilan Jihoon. Pria itu pun menendang pantat Jihoon dengan pelan. "Sialan!" Umpatnya.
"Kim Narii!!"
Tiba-tiba Jeonghan yang berjalan lebih dulu bersama Mr. Park, volunteer senior, Somin dan Joshua memekik, memanggilnya. Rombongan itu sudah cukup jauh di depan mereka tapi Jeonghan mengangkat tangan, menyuruh Nari menghampirinya.
"Kau dipanggil, Nari." Kata Jihoon sembari menggerakkan dagu ke arah Jeonghan.
Naru memutar kedua bola matanya. "Awas saja kalau tidak penting." Sungutnya lalu berlari kecil menghampiri rombongan di depannya.
"Kenapa, Kak?" Tanya Nari sedikit terengah-engah.
"Itu... temani Joshua, katanya dia kesepian tidak ada teman." Jawab Jeonghan disambut cekikikan Somin dan tawa renyah Mr. Park.
"Oh jadi kau pernah berpacaran dengan Joshua, Nari?" Mr. Park bertanya.
Nari menutup kedua matanya sesaat, mencoba menahan emosi. Kalau bukan Mr. Park yang bertanya, ia mungkin mencak-mencak sekarang. Bahkan Nari menahan tangan untuk tidak menjambak rambut Jeonghan. Sedangkan Joshua yang menjadi bahan perundungan, seperti biasa, terlalu sabar. Pria itu berjalan di sisinya, tersenyum kecil seakan tidak mempermasalahkan pertanyaan itu.
"Ya... begitulah." Jawab Nari sekenanya.
"Atau kalian janjian untuk jadi volunteer di sini?" Tanya Sunhee, salah satu volunteer senior sambil memandang Nari dan Joshua bergantian.
Nari segera menggelengkan kepala juga menggerakkan tangan di udara. "Tidak, Kak! Kami tidak janjian!"
"Boro-boro janjian, Joshua saja tidak pernah berani menghubungi Nari." Gumam Jeonghan yang sengaja membesarkan volume suaranya.
Joshua mendesis, pria itu akhirnya kesal juga dengan sahabatnya sendiri. Kalau ia tidak membawa kotak berisi peralatan tulis-menulis untuk SD Bongseong, mungkin kepala Jeonghan sudah dijitaknya.
Semua orang kecuali Nari dan Joshua tertawa mendengar gumaman Jeonghan. Menggoda dua manusia yang berjalan bersisian di barisan belakang yang merasa kikuk satu sama lain itu.
"Mungkin sudah ditakdirkan?" Mr. Park bertanya retoris.
Nari menarik napas. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan itu, pernyataan yang hampir sama juga disebut Somin beberapa waktu lalu. Takdir.
"Mereka seharusnya balikan." Kata Jeonghan tiba-tiba, ia membalikkan kepala sesaat, mengirimkan cengiran usil kepada Joshua dan Nari yang memandangnya tajam.
"Kenapa?" Tanya Mr. Park penasaran.
"Joshua tidak pernah bisa move on dari Nari."
"Nari juga!" Seru Somin membuat Nari menepuk jidat. Sahabatnya itu memang tidak bisa menyimpan rahasia dengan baik.
~~~
"Kau tidak ikut main?"
Nari terperanjat saat Joshua duduk di kursi kosong yang ada di sampingnya. Pria itu memandang ke arah lapangan, melihat teman-temannya bermain voli bersama anak-anak kelas 6 SD Bongseong yang hanya berjumlah 9 orang. Lalu diliriknya Nari yang menyipitkan mata ke arah lapangan, gadis itu berusaha menenangkan detak jantung yang berdegup kencang sekarang.
"Tidak."
"Kau masih tidak bisa main voli?"
Mata Nari makin menyipit. Ia ingin memberikan tatapan itu kepada Joshua, tapi tahu dirinya tidak akan sanggup jadi pandangannya tetap ke arah lapangan.
"Kau sendiri? Kenapa tidak ikut main, Kak?"
"Biar kau ada teman."
Kali ini Nari sukses berbalik, ia menghunus Joshua dengan tatapan tajamnya. "Aku tidak perlu ditemani, kok."
"Yakin?" Joshua nyengir. Memangku wajah menggunakan tangan sambil menatap Nari tenang. Pria itu sama sekali tidak takut dengan tatapan Nari yang galak.
"Memangnya daritadi aku terlihat kesepian? Tidak, kan?"
"Galak sekali, sih." Joshua malah terkekeh, mengusap puncak kepala Nari gemas. "Kau benar-benar tidak pernah berubah, Kim Nari."
Nari cemberut, bibirnya agak mengerucut. Jantungnya berdegup abnormal daritadi, ditambah munculnya rasa kesal di dada karena pernyataan Joshua itu, tapi tidak bisa dipungkiri kalau ia menyukai usapan Joshua di kepalanya.
"Aku berubah, kok." Nari mengelak dan tawa Joshua menguar lebih kencang.
"You haven't changed, at all." Kata Joshua sambil menggelengkan kepala. Tangan Joshua yang masih berada di puncak kepala Nari bergerak mengusapnya kembali. "So do I... dan perasaanku."
Nari menelan ludah. Ia paham apa yang Joshua katakan dan sekarang asupan oksigen di paru-parunya terasa berkurang. Dengan sisa kesadaran yang ada, Nari menepis tangan Joshua dari atas kepalanya lalu mengalihkan pandangan ke arah lapangan. Ia tidak tahu tim siapa yang unggul sekarang tapi Jeonghan tersenyum lebar sedangkan Jihoon merangut.
"Nari," Joshua memanggilnya setelah menarik napas panjang.
"Hm?"
"Kau mau memulainya lagi, tidak? Denganku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Start Again [Complete]
FanfictionDipertemukan dengan mantan di Pulau Jeju saat liburan Musim Panas. Akankah hati Nari baik-baik saja? Atau malah porak-poranda?