Nari duduk di teras Balai Desa, memandang langit Jeju yang kembali cerah hingga bintang-bintang tampak benderang. Biasanya, di Seoul, ia tidak bisa melihat pemandangan seperti itu. Makanya selagi di Jeju, ia ingin menikmatinya sesering mungkin. Membiarkan teman-teman, Warga Bongseong, Mr. Park dan para volunteer lainnya menikmati pesta yang dibuat Warga Senior di dalam Balai Desa. Bukannya mengasingkan diri, tapi kondisi di dalam pun sudah tidak kondusif karena beberapa orang mulai mabuk.
"Di sini kau rupanya." Sahut seseorang saat pintu terbuka.
Telinga Nari berjengit, selain mendengar suara yang menyapanya itu, ia juga mendengar suara Soonyoung dan seorang warga senior menyanyikan lagu Trot dengan penuh semangat di dalam Balai Desa.
"Lagi apa? Kenapa tidak di dalam?" Tanya si empunya suara yang menyapanya setelah menutup pintu.
Napas Nari terhela pelan melihat Joshua yang beringsut duduk di sampingnya itu. Ia kembali mendongak, menatap langit. Di benaknya, Nari bertanya-tanya mengapa Joshua harus keluar dari Balai Desa. Mengapa pria itu mencarinya di tengah pesta yang berlangsung?
Pertanyaan yang hanya bergerumul di otak karena ia tidak akan berani menanyakannya kepada Joshua secara langsung.
"Kau tidak mabuk, kan, Nari?"
"Aku tidak minum, Kak." Elak Nari cepat. Ia hanya mencicipi Bir milik Somin tadi, sama sekali tidak berniat meminum alkohol hari ini.
"Hmm... kau tidak bisa minum... atau?"
"Lagi tidak ingin." Jawab Nari lugas, melirik Joshua yang memperhatikannya dengan intens. "Kau tidak mabuk, kan, Kak?" Tanyanya balik, kali ini membalas tatapan Joshua meski hanya sekilas.
Joshua menggelengkan kepala, terkekeh kecil. "Aku tidak mau menjadi bulan-bulanan Jeonghan."
"Harusnya kau selalu sadar dengan perilaku sahabatmu sendiri." Kata Nari agak tegas.
"Kau benci dengan Jeonghan, ya?"
Nari mendelik pada Joshua. "Aku tidak benci. Hanya tidak suka."
"Kenapa?"
Kedua bola mata Nari berputar. Ia menatap Joshua yang tampak penasaran dengan senyum yang masih mengembang di sana. Nari heran mengapa pria itu tidak pernah merangut, bahkan disaat ia ingin membicarakan kejelekan sahabatnya.
"Dia menyebalkan." Ungkap Nari kesal. "Makanya aku heran kenapa kau masih mau bersahabat dengannya, bahkan sampai kau bawa ke LA."
"Aku tidak membawanya ke LA." Joshua tertawa gemas melihat wajah Nari yang merangut. Pria itu bersusah payah menahan tangannya untuk tidak mencubit pipi atau hidung gadis itu. "Jeonghan yang datang ke LA sendirian, dia bilang mau kuliah bersamaku di sana."
Dahi Nari masih mengernyit. Ia menunggu Joshua meneruskan ceritanya.
"Kau tahu sendiri, kan? Keluargaku pindah ke sana tiba-tiba. Bahkan aku tidak sempat berpamitan denganmu, juga dengan Jeonghan. Ketika tahu aku ke LA, anak itu langsung ke sana, ikut mendaftar di kampus yang aku mau."
"Katanya ponselmu hilang... Bagaimana dia bisa tahu rumahmu?"
Joshua menahan tawa, teringat cerita Jeonghan yang berusaha mencari kontaknya setelah ia pindah ke LA. "Kau tahu Jeonghan, kan? Dia mencari kontak orangtuaku di database sekolah dan menghubungi mereka, menawarkan diri untuk membawa ijazahku ke LA."
"Gila." Umpat Nari membuat Joshua sukses tertawa.
"Terus... kenapa kau tidak mencari kontakku lewat orangtuamu?" Tanya Nari tiba-tiba, memandang Joshua tepat di matanya. Tatapan yang datar, tapi menusuk hingga membuat Joshua tertohok.
"Aku..." Joshua membasahi bibirnya, tampak ragu dan Nari masih menunggu penjelasannya. "Aku tidak tahu kalau orangtua kita punya kontak masing-masing."
Dan napas Nari segera terhela. Gadis itu mengalihkan tatapannya ke taman depan Balai Desa yang diisi oleh beberapa tanaman. Agak kecewa karena jawaban itu benar-benar mengesalkan. Bagaimana tidak mengesalkan kalau Joshua seharusnya bertanya sebelum berspekulasi sendiri? Nari juga sangsi kalau Joshua sempat berusaha mencari kontaknya.
"Tapi aku berusaha mencari kontakmu, Nari." Tegas Joshua sambil mengelus lehernya. Ia menghela napas pelan, mendongak menatap langit yang terang karena sinar bulan dan bintang.
Nari tidak meresponnya. Gadis itu masih tidak mempercayai kata-kata Joshua. Menurutnya, pria itu tidak pernah berusaha. Padahal ia bisa bertanya ke orangtuanya sendiri, ke Bibi Jung...
"Kau juga tidak pernah mencariku, kan?"
Napas Nari tertahan. Ia ingin tertawa miris mendengar pertanyaan itu. Pada kenyataannya ia mencari kontak Joshua di mana-mana. Bahkan ia mendapatkan Facebook Joshua terlebih dahulu, sebelum pria itu mengirimkannya permintaan pertemanan. Nari punya kontak Joshua tapi ia tidak pernah berani menghubunginya terlebih dahulu.
"Apa kau ada mencariku sedikit pun?" Joshua bertanya dengan lirih, ia memandang Nari dengan dua mata yang memabukkan hingga membuat jantung gadis di sisinya itu ingin meledak.
Nari menggigit bibir, ia ingin mengelak tapi hidungnya sudah mulai gatal.
Dan Joshua tidak pernah lupa dengan kebiasaan Nari. Pria itu segera nyengir lalu mencubit hidung Nari lembut sambil berkata. "Aku tahu jawabannya."
Tahu tidak bisa berbohong, Nari hanya bisa mengerucutkan bibir. Ia mengalihkan kepala agar bisa menyembunyikan wajahnya yang memerah di balik punggung tangan. Kakinya pun sudah terlipat di depan dada hingga ia bisa menumpu kepalanya di atas lutut. Ia malu melihat Joshua yang cengar-cengir, kepedean.
"Nari..." Joshua memanggil tapi Nari enggan berbalik.
Pria itu menahan tawa lalu memajukan tubuh agar bisa memandang Nari. Gadis itu merasa sangat malu apalagi jantungnya makin berdegup kencang.
"Kau mau tidak, memulainya lagi dengan Kakak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Start Again [Complete]
FanfictionDipertemukan dengan mantan di Pulau Jeju saat liburan Musim Panas. Akankah hati Nari baik-baik saja? Atau malah porak-poranda?