28

338 49 5
                                    

Ciuman pertama.

Nari selalu ingat kenangan itu, bahkan ia yang jarang menulis diary kala SMA rela menulis pada 5 lembar kertas tentang kronologi ciuman pertamanya dengan seorang Joshua Hong. Ciuman yang mereka lakukan di taman rumah pria itu.

Setiap mengingat kejadian itu, dada Nari selalu berdesir. Ia gugup dan malu. Tentu saja Nari tidak ingin melupakan kejadian itu, tapi kalau diingat terus ia bisa gila. Apalagi ia baru saja berpacaran dengan seorang Joshua Hong yang sudah disukainya sejak lama waktu itu.

"Ayahmu mau ke mana?" Tanya Joshua sambil berjongkok, ia tidak menatap Nari yang ikut berjongkok di sisinya, malah asyik memperhatikan tanaman yang mulai bertunas dalam polybag.

Nari yang sudah mengenakan sarung tangan--untuk membantu Joshua memindahkan tanaman itu ke pot, mengerucutkan bibir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nari yang sudah mengenakan sarung tangan--untuk membantu Joshua memindahkan tanaman itu ke pot, mengerucutkan bibir. Ia teringat kembali keputusan Ayahnya yang akan beranjak ke Shenzhen, Cina untuk bekerja di sebuah perusahaan teknologi. Ayahnya akan pindah ke negara itu tanpa membawa dirinya dan Ibunya.

"Shenzhen. Ayah dipanggil kerja oleh satu perusahaan besar di sana." Jawab Nari lalu menghela napas panjang.

Joshua menggulum bibir. Ia melirik Nari, tangannya hampir tergapai untuk menepuk puncak kepala gadis itu, tapi tertahan karena ia juga mengenakan sarung tangan yang sudah ternodai oleh tanah.

"Terus? Ibu dan kau ikut pindah?"

Kepala Nari bergerak ke kiri dan ke kanan. "Ibu masih mau bekerja mengurus perusahaan Kakek."

"Kau sendiri?"

"Aku tidak mau berpisah dari Kak Jisoo." Jawab Nari dengan polosnya hingga Joshua terkekeh.

"Kau tidak kangen Ayah?"

Nari mendesah. "Kangen. Tapi aku tidak mau kangen sama Kak Jisoo."

Joshua meringis gemas. Ia ingin sekali mencubit pipi Nari tapi masih harus menahan diri. Akhirnya Joshua bergerak mengambil satu tanaman tomat, ia merobek polybag-nya secara perlahan lalu menyuruh Nari mengambil pot plastik yang berada tidak jauh dari mereka.

"Ayah sampai kapan di sana?" Tanya Joshua kemudian.

Nari yang sudah berjongkok kembali berdehem. Ia memperhatikan tangan Joshua dengan telaten memindahkan tanaman tomat ke dalam pot agar setelah itu ia bisa membantunya. "Tidak tahu... Ayah bilang, melihat kontrak. Tapi aku yakin, kalau Ayah bisa melanjutkan kontrak sampai ia puas bekerja."

"Ibu tidak masalah?"

"Mereka bertengkar beberapa hari ini." Ujar Nari lirih. "Aku jadi pusing mendengar mereka."

Joshua yang asyik menambahkan tanah ke dalam pot jadi menghentikan kegiatannya. Ia memandang Nari yang sedang mengerucutkan bibir. Kedua mata gadis itu tertuju pada kedua tangannya. Hati Joshua sempat mencelus mendengar pengakuan Nari soal kedua orangtuanya. Ia tidak bisa membayangkan betapa tersiksanya Nari di rumah.

"Itu sudah selesai?" Nari bertanya sambil menunjuk pot bunga di depan Joshua yang dibiarkan begitu saja oleh sang empunya.

"Belum. Tapi tanahnya ditambahkan sampai pot agak padat. Kau bisa melakukannya?"

Nari menganggukkan kepala. "Bisa. Aku ambil satu, ya."

Lalu Nari pun mengikuti apa yang Joshua lakukan pada tanamannya. Gadis itu tidak tampak seperti memiliki masalah meski keadaan rumahnya sedang tidak baik-baik saja. Joshua sampai tidak bisa fokus. Ia membayangkan bagaimana perasaan Nari, tentang bagaimana perempuan itu menahan sesak di dada ketika orangtuanya bertengkar.

"Nari, kalau kau sedang malas di rumah... kau bisa ke rumahku kapan saja, ya." Tiba-tiba Joshua berkata. Ia memandang Nari dengan tulus sedangkan yang dipandang hanya bisa terkekeh.

"Nginap boleh?" Nari berniat bercanda tapi Joshua malah menganggukkan kepalanya. "Boleh."

"Kalau tidur di kamarmu boleh, Kak?"

Pertanyaan itu membuat kedua pipi Joshua memerah. Ia menutup wajahnya mengenakan punggung tangan. "N-nanti aku bilang Ibuku."

Nari kelabakan. Gadis itu menahan tawa. "Aku hanya bercanda!!"

"Tapi kalau kau mau... aku..."

"Kak..." Nari meringis. "Kau mau Ibu melarang kita bertemu setelah itu?"

Joshua menggelengkan kepala. "Ya... tidak..."

"Aku hanya bercanda!!"

"Tapi kalau kau mau aku bisa bilang ke Ibuku."

Nari memutar kedua bola matanya. Entah Joshua itu terlalu polos atau tidak. Meski mengesalkan, Nari juga tidak bisa pungkiri kalau Joshua jadi tampak lebih menggemaskan. Apalagi pria itu masih menutupi wajahnya yang memerah.

Entah mendapatkan keberanian dari mana. Nari yang masih berjongkok di samping Joshua mendekatkan wajahnya hingga jarak mereka hanya terpaut beberapa centi. Dalam waktu sepersekian detik, Nari mencium bibir Joshua setelah menarik lengan pria itu dari wajahnya.

Joshua terkejut bukan main. Ia menutup wajahnya kembali menggunakan punggung tangan. Kedua matanya terbelalak melihat Nari yang sudah membuang muka ke arah lain.

"Nar..."

"Maaf..."

Kepala Joshua bergerak ke kiri dan ke kanan. Ia meraih tangan Nari, memaksa gadis itu untuk balik menatapnya. "K-Kim Nari... besok-besok, bisa kasih aku kesempatan untuk melakukannya?"

~~~

Karena pertanyaan Joshua tempo hari, Nari jadi tidak bisa menghilangkan kenangan ciuman pertamanya di otak. Iya, Nari yang nyosor saat mereka asyik memindahkan tanaman Joshua ke dalam pot. Di saat ia harusnya bersedih karena pertengkaran kedua orangtuanya di rumah. Tapi Nari sendiri tidak bisa menyalahkan diri sendiri karena kala itu Joshua memang sangat menggemaskan. Dan kalau waktu di putar kembali, Nari tidak akan mengubah apa pun.

"Yaa! Kau sudah bawa sunscreen?" Somin memekik, mengejutkan Nari yang tengah duduk memandang ke arah dinding kamar mereka dengan kosong.

"Sudah." Jawab Nari sekenanya. Ia kembali ke dunia nyata sekarang, memperhatikan Somin yang sibuk menyiapkan barang untuk liburan mereka ke pantai Hyeopjae yang terletak di kawasan Hallim.

"Apa lagi, ya?" Somin bertanya retoris kepada diri sendiri. Ia memandang ke sekeliling meja rias, memastikan tidak ada barang yang tertinggal.

Nari pun mendengus. Ia segera berdiri dari duduknya lalu melampirkan tas ke punggung. "Ayo! Soomin! Nanti kita ditinggal!"

"Tunggu sebentar!! Aku harus memperbaiki rambutku biar cantik!!"

Kedua bola mata Nari berputar. Tanpa peduli ia merangkul Somin dan menarik gadis itu keluar dari kamar mereka.

"Yaa!! Aku harus cantik biar Kak Jeonghan terpukau!!"

Start Again [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang