21

413 59 11
                                    

Joshua menyanggupi ajakan Nari meski harus dilakukan setelah mereka mendapatkan waktu yang kosong. Tiga hari setelah ajakan itu, di malam hari, di kala semua orang sedang asyik rebahan di kasurnya masing-masing. Nari dan Joshua berjalan di tengah temaram lampu ponsel, menyusuri Doldam asrama, menuju Toko Klontong yang masih terbuka di malam hari. Untung saja masih ada lampu ponsel, Nari tidak bisa membayangkan ia harus berjalan berduaan dengan Joshua di tengah kegelapan malam Bongseong.

Rasanya kikuk juga bagi Nari yang ingin bertanya banyak hal kepada Joshua. Sedangkan Joshua terlihat santai, sesekali melempar canda tentang masa lalu mereka yang membuat Nari gemas dan kesal.

"Kau mau tanya apa?" Tanya Joshua sambil melirik Nari di sisinya. Sejak berjalan keluar asrama, gadis itu tidak kunjung bersuara, kecuali mendesis atau memanggil nama Joshua saat ia menjahilinya.

"Banyak."

"Iya, apa?" Gemas Joshua menahan diri untuk tidak mencubit pipi Nari.

"Kau masih menyukaiku atau tidak, sih, Kak?"

Langkah Joshua terhenti. Ia memandang Nari yang ikut menghentikan langkah, bahkan mengarahkan lampu ponsel ke dagunya agar gadis itu bisa melihat tampangnya dengan jelas--yang malah terlihat menakutkan. "Menurutmu bagaimana?"

"Aku tidak tahu! Makanya aku bertanya!" Kata Nari sambil mengedikkan bahu, menahan tawa melihat tampang Joshua yang terlihat seperti psikopat karena tatapan tajamnya.

"Mau aku buktikan?"

Nari mengernyitkan dahi. "Memangnya bisa dibuktikan?"

Joshua nyengir. Pikirannya merujuk pada satu hal yang membuat jantungnya berdegup tidak keruan. "Bisa-bisa saja kalau kau mau."

Namun Nari mendecakkan lidah. Ia ingin kembali berjalan tapi Joshua menahan lengannya. Pria itu agak menundukkan kepala agar bisa menatap Nari tepat di matanya, memberikan senyum lebar yang akhir-akhir ini sering ia perlihatkan kepada Nari.

"Perasaanku tidak pernah berubah, Nari. Aku masih, masih sangat menyukaimu."

Kupu-kupu mulai berterbangan di dalam perut Nari. Gadis itu mendesah, mendorong badan Joshua agar ada jarak di antara mereka. "Empat tahun, Kak. Itu waktu yang lama."

"Sangat lama." Timpal Joshua membuat Nari mendelik.

"Kalau kau masih suka, kenapa kau tidak pernah mengirimkanku DM di Facebook? Kenapa kau tidak DM aku di Instagram? Tidak bertanya nomor ponselku? Akun KTalk-ku?"

"Aku malu, Nari."

Entah akan bagaimana kening Nari jadinya. Ia mengernyit, memberikan tatapan tajamnya kepada Joshua yang mengalihkan pandangan ke arah lain. Pria itu menghela napas panjang, lalu berkata. "Aku takut perasaanmu berubah. Aku takut kau sudah punya pacar..."

"What a coward." Nari mendesis, mencoba melepaskan tangannya yang digenggam Joshua, yang tentu saja gagal karena genggaman pria itu cukup kuat.

"I am." Aku Joshua lirih. "Tapi sekarang aku tidak mau membuang kesempatan. Makanya... aku akan berusaha membuatmu kembali padaku, Nari."

"Memangnya kalau kau kembali ke LA, kau mau menghubungiku lagi? Aku tidak punya waktu untuk bermain-main, loh."

"Siapa yang mau bermain-main?" Kini Joshua balas menatap Nari dengan tajam. Pria itu menarik Nari mendekat, "itu cukup melukai hatiku, Nari."

"Aku lebih terluka saat kau pergi dan hilang tanpa kabar selama 4 tahun, Kak."

Skakmat.

Joshua diam, kedua matanya terpaku pada Nari yang sudah menundukkan kepala. Gadis itu tidak menangis, tapi dadanya terasa sesak teringat perasaannya yang tercabik-cabik saat Joshua menghilang dari kehidupannya. Gadis itu merasa dicampakkan dan menyalahi diri selama bertahun-tahun. Ia bertanya-tanya mengapa Joshua pergi tanpa pamit dan menghilang tanpa kabar sama sekali.

Start Again [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang