15

385 58 6
                                    

Pantai Gwakji tidak begitu ramai saat Nari dan Joshua tiba di salah satu tempat wisata Aewol itu. Setelah mendapatkan izin dari Mr. Park, Joshua pun menyusun rencana perjalanan di kepalanya. Diam-diam ia mencari tempat wisata di Aewol sambil memakan Bubur Abalone di hadapan Nari. Tentu saja Joshua tidak memberitahukan rencana itu kepada Nari atau ia harus mengendarai mobil Mr. Park kembali ke Bongseong.

Tapi Nari cepat sadar saat GPS Mobil dinaikinya tidak menunjukkan jalan kembali ke Bongseong. Gadis itu protes tapi Joshua tidak mendengar, malah terus menggoda Nari agar ia diam.

"Kau masih marah padaku, Nari?" Tanya Joshua sambil melirik Nari yang melipat kedua tangannya di depan dada, bibir gadis itu mengerucut, ngambek karena Joshua tidak ingin kembali ke Bongseong secepatnya.

"Iya. Makanya cepat kembali ke Bongseong!" Sahut Nari menatap jalanan dengan dua mata menyipit tajam.

"Bukan. Maksudku... kau masih marah karena aku pindah ke LA?"

Lidah Nari terasa kelu. Ia hampir berseru kembali untuk meminta Joshua memutarbalikkan mobil ke arah Bongseong. Tapi pertanyaan itu membuat otaknya korslet untuk sesaat.

"Nari?" Joshua memanggilnya.

Nari menelan ludah. Gadis itu beringsut menyandarkan tubuh di atas kursi penumpang di samping Joshua, mendekati pintu agar bisa memunggungi Joshua. Meski kedua matanya dimanjakan oleh pemandangan Jeju yang indah di luar jendela, ia tetap bersumpah serapah di dalam hati, mengutuk diri sendiri yang mengiyakan ajakan Joshua mengantar Seungkwan ke Aewol.

"Aku... minta maaf kalau kau masih marah. Saat aku sampai di LA, aku juga kehilangan ponsel--"

"Kita mau ke mana?" Tanpa memandang Joshua, Nari bertanya. Ia tidak ingin mendengar hal itu. Tidak sekarang atau nanti.

"Em... Pantai Gwakji?"

"Habis itu pulang, kan?"

"I don't know." Joshua menjawab sembari mengedikkan bahu. Diliriknya Nari yang masih enggan menatapnya walau kening gadis itu berkerut.

"Habis ini pulang, ya. Aku mau istirahat." Kata Nari tegas, menggetarkan hati Joshua yang tiba-tiba merasa bersalah. Ia jadi mengingat semua kejadian yang membuatnya takut menghubungi Nari setelah sekian lama.

"Kau masih mau di situ, Kak!?"

Joshua terhenyak. Ia tidak sadar sudah berdiri lama di depan Patung Haenyeo--penyelam wanita Jeju yang terkenal karena kegigihannya--yang ada di Pantai Gwakji karena terpikirkan kejadian di atas mobil tadi. Sedangkan Nari berada beberapa meter dari posisinya, berjalan dengan kaki telanjang di atas pasir putih sambil menenteng sepatu dan ponselnya.

Dengan cepat Joshua berlari kecil mengejar Nari, lalu merebut sepatu gadis itu untuk dipegangnya.

"Kakk..."

"Biar aku pegang." Kata Joshua sembari tersenyum kecil. Ia sendiri tidak melepaskan sepatu karena malas mengenakannya lagi. Hanya Nari yang melepasnya, yang malah membuat gadis itu tampak lebih bersemangat ke Gwakji.

Karena tahu Joshua tidak akan mendengarnya, Nari pun diam menyerah.

"Kau ingat tidak waktu aku ke Pulau Jeju bersama angkatanku?" Tiba-tiba Joshua bertanya. Keduanya berjalan bersisian, mengitari pantai yang ombaknya cukup besar.

 Keduanya berjalan bersisian, mengitari pantai yang ombaknya cukup besar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nari tidak menjawab meski ia mengiyakan pertanyaan itu di dalam hatinya. Tentu saja Nari ingat. Saat itu angkatan Joshua pergi study tour musim panas ke Jeju dan rencana liburan musim panas mereka harus diundur selama seminggu. Nari tidak mempermasalahkan sebenarnya, tapi ia uring-uringan karena Joshua tidak mengabarinya selama berada di Jeju.

"Waktu naik feri ke Jeju, aku dan teman-temanku bermain Kung Kung Ta dan aku kalah." Jelas Joshua tanpa disuruh. "Jeonghan langsung meminta ponselku, dan selama seminggu ia tidak mau mengembalikannya kecuali saat aku harus menghubungi kedua orangtuaku."

"Gila." Refleks Nari mengumpat. Ia mendecakkan lidah, membayangkan senyum jahat Jeonghan yang membuatnya kesal setengah mati.

"Pulang-pulang aku harus membelikan banyak cokelat dan bunga untuk kesayanganku." Kata Joshua sambil terkekeh.

Jantung Nari yang sudah berdegup kencang rasanya mau meledak. Ia kenal 'kesayangan' yang disebutkan Joshua itu. Siapa lagi kalau bukan dirinya!?

Pulang-pulang dari Jeju, bukannya langsung ke rumah sendiri, Joshua malah melipir ke rumahnya membawa dua keranjang berisi bunga Canola dan Cokelat asal Jeju untuknya.

"Tapi... ya... aku tetap salah. Kau tetap tidak ingin bicara sampai kita kembali masuk sekolah." Joshua kembali terkekeh, tangannya bergerak menyentuh puncak kepala Nari dan mengusapnya lembut.

"Dan kau masih bersahabat dengan Jeonghan. Itu lebih gila lagi." Kata Nari kesal.

Kali ini Joshua tertawa, membuat Nari mengerucurkan bibir. Bukannya Nari melarang Joshua untuk berteman dengan Jeonghan. Gadis itu hanya kesal saja dengan fakta kalau pria yang disukainya itu selalu dijahili oleh Jeonghan--yang ikut memberikan dampak kepada dirinya.

"Tapi kalau bukan karena Jeonghan, mungkin aku tidak akan bertemu denganmu lagi, Nari."

Nari terkejut. Gadis itu tidak menghentikan langkah tapi kedua alisnya hampir bertaut. Dialihkan kepalanya ke samping, memandang Joshua penuh tanya. "Maksudmu, Kak?"

Joshua menggulum senyum. Ia menggelengkan kepala lalu meraih tangan Nari dan menggenggamnya erat. "Kau mau lihat patung Babi Jeju?"

Belum sempat Nari menjawab, Joshua sudah menariknya ke sisi pantai Gwakji yang lain, bertemu dengan dua patung Babi Jeju berwarna hitam yang berdiri di atas putihnya pasir.

"Ayo berfoto!" Seru Joshua setelah memotret dua patung Babi itu. Nari juga ikut memotret, mengirimkan foto itu ke kolom chat Somin.

Nari mengelak, ingin beranjak tapi tangannya sudah ditahan Joshua hingga ia harus berdiri di samping pria itu sambil menatap ke layar ponsel yang diarahkan di depan wajah mereka.

"Untuk Ayah dan Ibu." Kata Joshua setelah memotret wajah mereka berlatar belakang Patung Babi itu.

Nari terkejut. Ia merebut ponsel Joshua, menghapus foto yang tadi diambil pria itu. "Ulang." Titahnya. "Aku kelihatan jelek, Kak."

Joshua nyengir. "Kau sudah cantik, Kim Nari!"

"Ulang! Wajahku masam sekali tadi." Sungut Nari, mengembalikan ponsel itu kepada sang pemilik.

Tidak ingin membuat Nari makin ngambek. Joshua pun menurut. Ia mengangkat ponsel, mengarahkan kamera ke wajah mereka untuk kedua kalinya dengan latar belakang yang sama. Bedanya, kali ini Nari tersenyum. Manis sekali sampai Joshua ikut tersenyum lebar. Tanpa ragu Joshua pun mengangkat salah satu tangannya yang bebas, merangkul Nari dengan erat lalu memotret momen itu beberapa kali.

Tentu saja foto itu akan dikirimkannya kepada kedua orangtuanya, juga Bibi Jung yang selalu mempertanyakan hubungannya dengan Nari. Foto yang juga akan dicetaknya sebagai kenang-kenangan manis di musim panasnya kali ini.

Start Again [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang