14

6.2K 374 82
                                    

Jika Shelina tidak mengangkat telepon, biasanya Abizhar menelepon asisten istrinya. Roland memberitahunya bahwa Shelina akan pulang terlambat hari itu. Kebetulan, pikir Abizhar. Hari ini sepertinya berkah untukku.

Abizhar menelepon seseorang untuk masuk ke ruangannya. Perempuan yang masih muda itu tersenyum-senyum padanya.

"Kau tahu apa yang harus kau lakukan, kan?" bisik Abizhar penuh maksud.

Perempuan itu mengangguk, mendekati Abizhar dan berlutut di depan Abizhar. Tak lama kemudian terdengar suara desahan dalam ruangan itu.

Hal itu sudah terjadi sejak dia menikah dengan Shelina. Dia mendapat kepuasan itu dari Yuni. Sebelum kecelakaan itu, Shelina tidak pernah gagal membuatnya sampai ke puncak kenikmatan, akan tetapi ada yang mengganjal di hatinya. Mau sehebat apapun Shelina melayaninya, dia tetap tidak merasa hal itu cukup. Fakta bahwa dia dibeli oleh keluarga istrinya membuatnya mudah murung dan tidak percaya diri. Bahkan kepuasan yang dirasakannya tak pernah bertahan lama.

Dulu hanya Yuni yang melayaninya. Kekasihnya itu bisa diteleponnya kapan saja, dan dia tidak pernah menolak. Dia mau diajak ke mana pun Abizhar pergi. Mereka sering melakukannya di ruang kerja Abizhar dan di tempat tinggal Yuni. Tidak, mereka tidak sampai melakukan itu. Paling jauh yang bisa mereka lakukan adalah berciuman tanpa sehelai benang pun. Yuni menolak setiap Abizhar ingin memasukinya dengan alasan dia takut pada Shelina.

Yuni sudah tidak ada. Abizhar tak punya alasan untuk mengekang dirinya lagi. Salah satu rekan kerjanya pernah memberikannya nomor banyak perempuan, disertakan foto-foto mereka tentu saja, untuk hiburan saat Abizhar stres. Abizhar pikir tak ada salahnya sesekali jajan di luar. Toh takkan ada yang tahu. Sekali pun istrinya tahu, apa yang bisa dilakukan Shelina? Menggugat cerai? Ya syukur.

Malam itu Abizhar pulang sangaat telat.

**

"Tentu bisa. Di dunia teknologi, semua bisa dilakukan. Asal ada fulusnya!"

"Kau bisa berikan rekaman CCTV hotel tersebut?"

Leo mengangguk.

"Berikan, dan jangan beritahu siapapun soal itu. Peretas sepertimu pasti sudah tahu email saya, kan?"

Senyum Leo merebak. "Jadi sekarang Anda menggunakan jasa saya?"

Terpaksa Shelina mengangguk. Dia menggigit bibirnya. Ini bukan diriku, elaknya dalam hati. Aku tidak pernah terlibat dengan kriminal seperti ini, tapi... tidak ada salahnya bukan? Dan uang lima ratus juta. Ah, sudahlah. Meski aku tidak tahu apakah aku berselingkuh atau tidak, setidaknya aku harus menyelamatkan nama baikku dulu.

Shelina meminta Roland untuk menyelidiki Leo si peretas. Pada hari yang sama Roland mengirimkan informasi terkait Leo. Rupanya Leo mahasiswa yang baru dikeluarkan dari kampus karena tidak bisa membayar uang kuliah. Dia juga pernah magang di perusahaan-perusahaan pemberian jasa teknologi bertaraf internasional. Dia anak yang butuh uang, pikir Shelina. Caranya cukup pintar, tapi ilegal dengan meretas dan mengancam orang lain.

Rafi, Rafi, Rafi... Shelina menyebut nama itu dalam hatinya. Aku sepertinya tahu siapa dia. Shelina mengecek ponselnya. Tak ada nama Rafi di sana. Galeri foto ponselnya juga berisi foto-fotonya dan keluarganya.

Benarkah aku berhubungan dengannya?

"Kau kenapa?" tanya Abizhar yang bersandar di sebelahnya. Diperhatikannya Shelina yang melamun sedari tadi. "Banyak pikiran di hari pertama kerja di kantor?"

Shelina tidak menggubris teguran Abizhar. Pikirannya masih berputar pada nama Rafi. Ya, ya, ya.. Wajahnya yang buram sudah ada di dalam kepala Shelina. Hampir saja dia mengingatnya lebih jauh, dia dikagetkan dengan tepukan halus di pipinya.

"Shelina! Aku takut kau kesambet setan bengong seperti itu!" kata Abizhar keras.

"Kau percaya pada setan?" tanya Shelina kesal. Huh, aku jadi harus mulai dari awal lagi untuk mengingat Rafi, keluhnya. "Jangan ganggu aku kalau aku sedang diam. Aku lagi berusaha mengambil kembali memoriku."

"Ya bagaimana tidak? Kau seperti kesetanan begitu dengan tatapan kosong," jawab Abizhar membela diri. "Bagaimana hari pertamamu? Aku tadi coba telepon Roland, dia juga tak angkat. Sepertinya kalian sibuk sekali."

Perasaan bersalah memasuki hati Shelina. Haruskah kuberitahu soal ancaman Leo hari ini, pikirnya. Tapi bagaimana reaksinya jika tahu aku membayar orang untuk menutupi perselingkuhanku? Ah, selama ini kan, aku yang menuduhnya main hati. Bisa-bisa, dia memakiku dan mengeluarkan kata-kata yang tak ingin kudengar.

Perhatian Shelina beralih pada bau parfum yang tak dikenalnya. Diendusnya suaminya.

"Apa-apaan kau ini," desis Abizhar menjauh.

"Kau berselingkuh, ya?" tanya Shelina tepat ke sasaran.

"Bicara apa kau ini," jawab Abizhar dengan nada protes. "Tidurlah. Pikiranmu sudah mulai ngelantur!"

Shelina tertawa mencemooh. "Pikirmu, aku tidak tahu, saat dulu kau sering bertemu Yuni? Tanpa ada bukti konkrit pun, aku tahu kau bermain di belakangku. Nah, tak perlu lagi ada yang kau sembunyikan." Shelina menatap Abizhar dengan sorotan menakutkan. "Katakan. Siapa yang memuaskanmu sekarang! Yuni sudah mati. Jadi, siapa perempuan itu? Dari panti asuhanmu?"

"Jangan bicara seolah-olah hanya diriku yang menodai perkawinan ini, Sayang," kata Abizhar masih berusaha mengelak. "Kau juga telah mengkhianatiku. Itu sebabnya kau menyerang Yuni, kan? Sebab dia tahu perselingkuhanmu!"

"Sekali pun aku memang berselingkuh, menurutmu aku takut padamu?" jawab Shelina tersenyum merendahkan.


*i hope you like the story*

Suamiku Mencintai Wanita Lain #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang