50

8.9K 494 28
                                    

"....Aku masih suamimu."

Abizhar memperhatikan Shelina dari atas sampai bawah. Dia merasa rindu pada perempuan ini. Ingin sekali diciumnya rambut Shelina yang basah. Abizhar mau menikmati perempuan ini, tapi melihat keletihan di mata perempuan itu, birahi Abizhar menurun begitu saja.

Nafsu itu berubah menjadi iba, namun tak ditunjukkannya. Dia kembali pada tujuannya untuk menanyai perihal Yuni.

"Lalu kau mau apa?" tanya Shelina lesu. "Aku sudah bilang aku tidak tahu, kan?"

"Aku tidak percaya."

"Terserah kau saja. Kau tidak dapat informasi apa-apa juga dengan kau di sini," sahut Shelina datar. "Oh ya satu lagi. Aku tahu selain Yuni, kau juga mendekatiku agar aku tidak membatalkan kerjasama perusahaan kita. Karena itu aku tidak jadi melakukannya."

Satu alis Abizhar menaik. "Kau serius? Apa yang terjadi padamu? Apa kau kesambet petir hingga kau berbaik hati pada suamimu yang brengsek ini?"

Shelina mengulum senyum masam. "Aku berpikir untuk meninggalkan perusahaan."

Aku ingin melupakan semua yang aku punya di sini, kata Shelina dalam hati. Aku ingin berhenti mengusik orang lain. Aku ingin membesarkan bayiku sendiri.

"Ada apa denganmu?" Suara Abizhar berubah melunak.

Shelina tersentak dengan kelembutan Abizhar. Kapan terakhir kali Abizhar sepeduli ini padanya? Pernikahan mereka diisi dengan ribut dan ribut saja. Jarang sekali Abizhar menunjukkan kepeduliannya pada Shelina.

"Aku merasa capek, itu saja."

"Dusta apa lagi ini?" tanya Abizhar tak percaya. "Kau capek, aku percaya, tapi tidak mungkin capekmu membuatmu resign. Bagimu pekerjaan adalah utama. Kau bahkan tidak pernah mau berhenti bekerja saat aku memintanya." Abizhar memandang Shelina lekat-lekat. "Apa yang terjadi padamu, Shelina? Jawab aku."

Oh haruskah kau menatapku dengan cara seperti ini, pikir Shelina. Tatapan yang tak pernah gagal membuatku lemah. Tapi apa yang harus kulakukan? Apakah aku harus jujur padamu bahwa aku merasa tidak pantas sebab aku telah berzina dan membunuh anakku dengan Rafi? Haruskah kukatakan padamu bahwa anak yang kau kubur itu bukan anakmu? Haruskah kuberitahu saat ini aku ingin menghilang saja, membawa dosa-dosaku pergi bersamaku?!

Shelina menggeleng. "Bukan urusanmu lagi, Abizhar. Aku akan mengurus perceraian kita. Soal apartemen di Kebon Kacang, kau juga tak usah khawatir. Aku akan meminta lawyer-ku untuk mempersiapkan Nota Kesepahaman terkait hibah. Begitu apartemen itu jadi, beberapa unit akan menjadi milikmu, dengan aku yang bayar tentu saja. Kau ingin berapa unit? Tiga? Empat? Atau lima? Atau selantai? Berarti sekitar dua puluh sampai dua puluh satu unit.. Ya, ya, aku bisa memberikannya padamu.."

Sontak Abizhar tersinggung dengan ucapan Shelina. Pria itu turun dari ranjang, berjalan mendekati Shelina. "Kau bicara apa?! Mengapa tiba-tiba kau membahas harta? Mengapa kau tidak bisa percaya bahwa aku sungguh-sungguh ingin menjadi suamimu?!"

"Abizhar." Shelina tidak bisa menyembunyikan air matanya. Dengan matanya yang basah, dia menatap Abizhar dengan getir. "Apa kau mencintai aku? Bagaimana dengan Yuni?"

Abizhar tak langsung menyahut. Diamnya untuk sesaat sudah menjadi jawaban yang jelas bagi Shelina. "Aku.. Tentu aku mencintaimu, tapi soal Yuni... Keadaannya rumit. Aku harus tahu keadaannya bagaimana, apakah dia masih membutuhkan aku..," kata Abizhar terdengar kikuk. "Kau harus mengerti aku, Shelina."

"Apa yang harus aku mengerti, Abizhar? Sejak awal kita sudah bobrok. Rumah tangga kita sudah berantakan karena kita menikah tidak berlandaskan cinta," jawab Shelina memejamkan matanya, membiarkan air matanya turun ke wajahnya. Dia melanjutkan dengan serak, "Pergilah. Aku tidak menghendaki kau dan pernikahan ini lagi."

Pada saat bersamaan ponsel Abizhar berdering. Dia mengangkat telepon dan menyahut, "Jadi dia sudah kembali?.... Di mana?.... Oke saya akan ke Panti, Ma." Abizhar menoleh lagi pada Shelina yang masih memandangnya dengan getir. "Ini bukan seperti yang kau pikirkan, Shelina. Aku tidak peduli padanya karena aku masih mencintainya, tapi bagaimana pun kami sudah lama berteman dan sekali pun teman.."

"Bukan berarti harus bersama," Shelina melengkapi.

Terperanjatlah Abizhar mendengar itu. "Kau sudah baca pesan dari Yuni rupanya."

"Baru kusadari akulah duri dalam hubungan kalian," sahut Shelina pilu. "Aku tidak mau lagi memaksamu untuk mencintai aku. Sekarang Yuni lebih membutuhkanmu daripada aku."

"Shelina." Pria itu hanya bisa melisankan nama istrinya.

"Pergi," kata Shelina menunduk. "Pergilah dan jangan kembali lagi."

"Kita belum selesai," jawab Abizhar tegas. "Aku akan pergi menemui Yuni hari ini, tapi bukan berarti aku mau menuruti keinginanmu. Aku akan kembali lagi padamu dan membuatmu percaya padaku. Kau dengar aku, Shelina? Aku akan kembali!"

Kembali ke mana, pikir Shelina melihat kepergian Abizhar dari kamarnya. Kembali pada Shelina? Shelina yang mana? Shelina yang terobsesi padamu sudah tidak ada. Yang kini ada hanyalah Shelina yang tersiksa karena kesalahan-kesalahannya dan untuk menebus kesalahan-kesalahan itu, aku harus melepaskan kau, Abizhar.

Aku harus bisa mengembalikannya seperti semula. Kau harus punya kehidupan yang seharusnya kau punya jika aku tidak hadir merusak hubunganmu dengan Yuni.

*Semoga kalian suka cerita ini. Mohon berikan support dengan vote dan comments.*

Suamiku Mencintai Wanita Lain #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang