33

5.5K 336 27
                                    

Kebetulan saja Shelina melewati ruang kerja Abizhar yang tidak tertutup. Di luar ruang kerja tersebut, Shelina berdiri mendengarkan perbincangan Abizhar dengan seseorang yang Shelina duga ibu dari pria itu.

"Ma, berhenti menyudutkan Shelina seperti ini. Bagi Abi, Yuni sudah meninggal, dan sudah saatnya Abi bangkit dengan kehidupan Abi yang sekarang. Mama ingin kan, Abi bahagia? Nah, mulailah dengan tidak mencampuri urusan rumah tangga Abi."

Di seberang sana ibunya ikut membentak, "Kau itu tidak tahu apa-apa selain berbisnis! Mama lebih tahu perempuan seperti apa Shelina itu. Dia itu hanya mementingkan uang, uang, dan uang! Manusia sepertimu pasti dianggap hanya alat untuk membuatnya menjadi seorang ibu. Dia itu sama persis dengan ibunya!"

"Manusia sepertiku?" ulang Abizhar tersinggung. "Sudahlah, Ma, fokus saja dengan kesehatan Mama dan Papa. Mama tidak usah juga sok-sok paham dengan bisnis, apalagi sampai menjegal usaha Shelin.."

"Kurang ajar kau! Kau pikir, tanpa Mama kau bisa sesukses sekarang? Abi, dengar! Kau harus segera dapatkan tanah di Kebon Kacang itu dan ceraikan Shelina. Mama sudah punya rencana bagus untukmu."

"Apa lagi rencana bagus dari Mama? Terakhir Mama bilang punya rencana bagus untukku, malah Mama jodohkan aku dengan wanita yang tidak kucintai!" tandas Abizhar jengkel.

"Ya.."

"Sudah dulu, Abizhar ada keperluan." Pada saat bersamaan Abizhar melihat Shelina masuk ke ruang kerjanya. Abizhar melempar ponselnya ke atas meja kerjanya. Ditatapnya Shelina lurus-lurus. "Kau harus tahu, Shelina. Ibukulah yang menjadi penghalang proyek apartemen kau di Kebon Kacang."

"Ya tentu saja, bukan dirimu yang menginginkan tanah itu, malah kupikir ibumulah yang lebih ingin," kata Shelina jemu. "Kalau proyekku sampai gagal, aku akan menjual tanah itu dengan harga di atas harga pasar, malah seribu kali lebih lipat."

"Kau ingin memeras keluargaku?"

"Apa salahnya? Aku rasa, kalian pasti bersedia bayar berapa pun sampai aku menyerahkan tanah itu, bukan? Atau jangan-jangan..." Kedua mata Shelina menyipit. "Kecelakaan yang kualami sengaja dilakukan oleh keluargamu, agar aku mewariskan hartaku padamu."

"Shelina! Tuduhanmu sangat tidak beralasan!" sergah Abizhar marah. "Apakah kau tahu betapa khawatirnya aku saat mendengarmu masuk rumah sakit? Aku membatalkan semua meeting-ku, bahkan kehilangan beberapa tender besar karena kau!"

"Ya mana kutahu." Shelina mengangkat bahu. "Sudah jelas sekali, bukan, orangtuamu menjualmu padaku untuk tanah itu? Mereka tidak kelihatan sayang padamu. Apa kalau kau jadi orang yang biasa saja, mereka akan menganggapmu anak?"

"Kau bisa mengatakan hal yang sama pada dirimu sendiri. Bagaimana hubunganmu dengan ayahmu?" Dilihatnya Shelina bergidik. "Shelina. Sayangku. Kita tidak terlalu berbeda. Kita sama-sama korban ekspektasi orangtua kita."

"Jadi, apa alasan ibumu membuat runyam proyekku?" tanya Shelina mengalihkan pembicaraan.

"Itu yang tidak aku mengerti. Ya, tanah itu berkesan juga pada ibuku, apalagi dulu nenekku pemilik yayasan panti yang berdiri di sana." Abizhar menarik napas berat. "Aku tidak percaya bahwa ibuku bisa melakukan hal sekotor itu. Melobi orang untuk berhenti invest pada proyekmu? Kupikir Mama hanya bisa mengurus Papa dan rumah saja."

"Tidak mungkin ibumu begitu," sahut Shelina memberi pendapat. "Ibumu pintar mengurus yayasannya, bahkan mudah menggaet donatur untuk yayasannya juga. Koneksinya pasti banyak, dan salah satunya investorku."

Abizhar mengangguk-angguk. "Kau benar. Ibuku tidak sepolos itu," jawabnya. "Shelina, kau pasti tadi mendengar obrolanku dengan Mama. Apakah kau dengar bahwa aku ingin serius denganmu?"

Shelina tidak termakan dengan omongan buaya suaminya. Dia tertawa merendahkan. "Kau ingin aku percaya padamu?"

"Kenapa tidak?" sahut Abizhar tidak menggubris cemoohan Shelina. "Aku sudah tidak punya simpanan lagi. Yuni sudah tidak ada. Kita juga sudah menikah, aku suamimu dan kau istriku. Apa lagi yang harus dipertimbangkan?"

"Tidak semudah itu memperoleh kepercayaan, apalagi kita mengawali pernikahan ini karena bisnis," sahut Shelina datar. "Aku tidak mau mudah terayu olehmu. Aku harus memastikan apakah kau layak untuk jadi suamiku atau tidak."

"Apa yang harus kulakukan agar kau percaya?"

"Bisakah kau berhenti membicarakan Yuni? Bisakah kau lepas dari orangtua yang membesarkanmu? Bisakah kau membatalkan keinginan kau untuk memperoleh tanahku?" Shelina tersenyum sinis saat dilihatnya suaminya diam seperti patung. Nah, tidak bisa jawab kan? Shelina menggeleng tegas. "Kalau kau mau komitmen denganku, aku harus tahu kau tulus atau tidak, dan tampaknya tidak ada satu pun dari kita yang tulus menjalani peran kita sebagai suami-istri."

"Berilah aku waktu, setidaknya soal tanah itu, sebab bukan aku yang menghendakinya namun keluargaku. Aku bisa mengesampingkan urusan Yuni, tapi untuk keluargaku.. Mana bisa aku melupakan mereka saat aku bekerja di perusahaan mereka?"

"Kau kan bisa bekerja di perusahaanku, atau kita membangun perusahaan baru yang tidak ada sangkutpautnya dengan keluarga kita," kata Shelina menyarankan. "Kita akan terus saling menyiksa jika kita terikat pada pemberian orangtua, Abi."

"Tidak semudah itu, Shelina. Aku tidak pintar dan seberani dirimu," jawab Abizhar pelan.

Seharusnya Shelina senang mendengar pengakuan Abizhar itu, dengan kata lain Abizhar mengaku kalah darinya. Hah! Shelina di sisi lain tidak suka melihat Abizhar lemah begini. Dan Shelina tahu bukan karenanya Abizhar seperti ini.

Sikapnya berubah pasti karena harapannya kepada Yuni sudah pupus. Abizhar tidak punya tempat lain untuk pergi selain ke pelukan istrinya. Istri yang sudah telanjur sakit hati karena ulahnya.

Suamiku Mencintai Wanita Lain #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang