31

5.5K 336 57
                                    

"Istrimu berselingkuh dengan suamiku!"

Itulah yang dikatakan Gadis pada Abizhar, yang sampai saat ini masih terngiang-ngiang di telinga Abizhar. Membuat Abizhar tak berhenti memikirkan apa yang telah terjadi antara Shelina dan suami Gadis.

Persoalan jasad Yuni yang hilang tidak lebih memusingkan daripada urusan perselingkuhan Shelina dengan pria lain. Ya Abizhar terang gelisah, mengkhawatirkan keberadaan Yuni yang belum diketahui, tapi di saat yang sama pikirannya dirundung bayangan Shelina dan Rafi.

Shelina dan Rafi.

Apakah yang dilakukan Shelina adalah bentuk balas dendam terhadap Gadis, pikir Abizhar. Jika benar ayah Gadis telah melecehkan Shelina, bukan tidak mungkin Shelina ingin membuat Gadis menderita. Dengan merebut suaminya, tentu saja.

Abizhar gemas sekali ingin tahu soal hubungan gelap mereka. Sudah sejauh mana mereka menikmati tubuh satu sama lain. Sudah sejauh mana... Ah, tidak.

Apakah aku cemburu, pikir Abizhar malu. Selama ini aku bersikap ketus padanya. Bersikeras bahwa aku mencintai wanita lain. Apakah mungkin cinta itu hadir setelah perseteruan sejak hari pertama kita menikah?

Abizhar jadi lebih penasaran dengan kehidupan Shelina. Dipantaunya istrinya dibantu Roland dan sopir pribadi Shelina. Entah mengapa, dia merasa tenang jika dia tahu di mana istrinya berada. Dia merasa lebih lega jika dia tahu istrinya tidak nyeleweng darinya.

Dia rindu pada istrinya, namun pada saat dia menyadari dia punya perasaan terhadap Shelina, pekerjaannya menyita waktunya. Bahkan hari itu di saat dia sudah menunda rapat internal, dia mendapat undangan jamuan makan malam dengan investor di restoran sebuah hotel. Diteleponnya Shelina, diajaknya istrinya untuk mendampinginya tapi sayang sekali Shelina juga sama sibuknya.

**

"Anda pulang tepat waktu hari ini," kata Roland mengernyitkan dahinya. "Saya akan minta sopir untuk stand by di depan."

"Iya, pekerjaan bisa dibawa ke rumah," jawab Shelina sambil merapikan beberapa kertas di atas meja kerjanya. "Saya juga tidak bisa membuatmu terus-terusan lembur. Nanti bisa-bisa kau tidak punya kehidupan pribadi karena sibuk bekerja." Shelina memberi senyum pada asistennya.

Roland mengangguk. "Tidak masalah kok, Bu Shelina. Saya suka dengan pekerjaan saya."

"Apa kau tidak sayang dengan gelarmu, Roland? Kau lulusan luar negeri, masa kau ingin membantu saja di sisa hidupmu? Tidak terpikir untuk meningkatkan karirmu?"

"Maksud Ibu?"

"Kau tahu kan, cabang perusahaan yang sedang dibangun di Surabaya, belum ada Kepala Cabang di sana. Kalau kau mau, saya akan merekomendasikan kamu agar disetujui oleh komisaris," jawab Shelina.

"Hm.. Maaf, Bu, saya sudah nyaman kerja di sini. Saya tidak bisa jauh dari Jakarta."

"Kenapa? Kau punya pacar yang tidak bisa ditinggal?" sahut Shelina dengan nada bergurau.

"Ya, begitulah," jawab Roland pelan.

"Sayang sekali, padahal menurut saya jabatan itu cocok untukmu. Kau sudah cukup mengerti soal properti, bahkan kemampuan komunikasimu juga sudah bagus dengan klien," sahut Shelina mengangkat bahu. "Ya sudah. Kau pasti punya alasan kuat untuk tetap di sini."

"Maaf sekali lagi, Bu."

Shelina memandang Roland dengan tatapan tenang, meski dia sudah ingin menendang Roland dari kantornya. Tidak, tidak. Shelina harus bisa menahan emosinya atau jika tidak itu akan menimbulkan kecurigaan suaminya. Shelina tahu, selama ini Roland juga kacung bagi Abizhar. Kalau dia memberhentikan Roland, bisa-bisa Abizhar berpikir ada yang disembunyikan.

Hah, sejak kapan aku peduli apa yang ada di kepala pria itu, pikir Shelina berjalan masuk ke mobilnya. Aku tidak peduli sekali pun dia menganggap perempuan yang tidak ada harganya, toh selama ini itu yang dia lakukan padaku, tapi... Kenapa sekarang aku justru menghindari pertengkaran dengannya?

Sopir tidak langsung membawa Shelina ke rumah, melainkan ke sebuah hotel tempat Rafi sedang bertemu rekan bisnsinya. Shelina mendapat informasi lokasi Rafi dari Leo. Si peretas itu juga mengirimkan foto Rafi sebab Shelina masih lupa-lupa ingat dengan tampilannya.

Aku akan memaksa Rafi untuk mengakui apa yang sebenarnya terjadi antara aku dengannya, tekad Shelina.

Setelah menunggu Rafi yang berdiskusi untuk satu setengah jam lamanya, Shelina mendatangi Rafi yang sudah sendiri di sebuah restoran hotel. Dia duduk di seberang Rafi.

"Shelina, akhirnya kau mau menemuiku lagi," kata Rafi sumringah. "Kupikir, kau sudah tak mau lagi bertemu denganku sejak kecelakaan itu."

"Bukankah kau yang menolak bertemu denganku duluan?" sahut Shelina dingin.

"Ya karena aku tidak mau dibunuh suamimu! Aku melihatmu dari jauh saat kau koma. Suamimu terlihat khawatir dengan keadaanmu, dan kupikir sudah saatnya aku mundur," kata Rafi santai.

"Kau pasti ingat apa yang telah kita lakukan sebelum kecelakaan itu, kan?"

"Ah, Shelina. Kau tidak ada takut-takutnya!" Rafi tertawa melihat sikap dingin Shelina. "Shelina, aku sudah menyerah. Aku tidak bisa melakukannya jika kau tidak memastikan perlindungan terhadapku."

"Apa maksudmu?"

"Apa kau lupa? Kau kan yang memintaku untuk..." Rafi tiba-tiba diam, menyadari bahwa Shelina sepertinya betul-betul tidak ingat dengan apa yang mereka rencanakan dulu. "Shelina. Apakah kau tidak ingat dendam kita pada Pak Surya ayah Gadis?" Rafi berdecak-decak. "Aku kecewa, Shelina. Kupikir itu hal yang penting bagimu."

"Hal penting apa bagi istri saya?"

Mereka berdua menoleh ke asal suara. Shelina terhenyak melihat Abizhar berdiri tepat di sampingnya. Dia tidak tahu bahwa hotel tempat pertemuan Abizhar adalah hotel yang sama dengan keberadaan Rafi!

Sial!

*Semoga kalian suka cerita ini*

Suamiku Mencintai Wanita Lain #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang