23

5.4K 333 54
                                    

"Hari ini teman-temanmu datang?" tanya Abizhar selesai mandi. Hari itu dia mau pergi golf di Sentul. "Kalau begitu sampaikan salamku pada mereka. Sekali pun aku tahu mereka tidak suka padaku. Kuharap kau ingat, bagaimana kau hobi sekali menjelekkan namaku di hadapan keluargamu dan kawan-kawanmu."

Shelina memeluk Abizhar dari belakang. "Katanya, mau punya keluarga denganku. Mari kita saling memaafkan dulu. Kalau kau setia aku juga takkan menjatuhkan namamu."

"Jadi kau ingat?"

"Ya, tentu, pasti sudah dari dulu aku melakukannya," jawab Shelina lirih. "Sudah, kau pergi sana. Aku mau mandi."

Pada akhir pekan Shelina mengajak teman-teman sosialitanya untuk makan di rumahnya. Dia menjamu mereka dengan makanan yang dibuat chef terbaik se-Jakarta. Tujuannya bertemu lagi dengan teman-temannya untuk melepas penatnya dari dunia kerja sekaligus mencoba mengais ingatannya yang dulu.

Tidak banyak informasi yang dia dapatkan. Teman-temannya ini sesuai dengan hal-hal yang diingatnya. Suka bergosip, rutin melakukan arisan setiap bulan, dan mendiskusikan harga investasi pada reksadana dan emas. Setelah dua jam lamanya berbincang dari sana-kemari, salah satu teman Shelina, Aini, menimbulkan keheningan dengan bertanya soal kecelakaan itu.

Teman-teman Shelina yang lain menegur, merasa topik tersebut sensitif mengingat berita kecelakaan itu menyangkut simpanan Abizhar. Teman-teman Shelina yang tidak pernah telat akan gosip, terang tahu soal permusuhan antara Shelina dan Yuni. Mereka juga ikut membela Shelina saat Shelina koma. Secara kompak mereka memberi klarifikasi melalui sosial media mereka bahwa yang dialami Shelina murni kecelakaan, tidak ada niatan untuk mencelakai orang lain. Ditambahkan pula bahwa Shelina saat itu sedang hamil. Untuk apa dia yang sedang hamil sengaja membunuh orang lain dengan mencelakai dirinya sendiri? Iya, kan?!

Shelina tersenyum biasa saja. Dia berterus terang soal ingatannya yang masih belum kembali. "Malah, aku ingin sekali tahu apa yang terjadi pada hari itu. Apakah kalian ada yang tahu?"

"Memangnya terjadi apa?" sahut Nora, temannya yang lain. "Tidak mungkin ada hal lain. Pasti perempuan murahan itu yang datang. Ya, namanya juga perebut laki orang, hidupnya tidak tenang. Selama kau menguasai suamimu, dia pasti ingin menghancurkanmu."

"Betul itu," kata Aini mengangguk-angguk. "Rekaman CCTV rumahmu pun disebarkan di media. Dia yang menyerangmu lebih dulu. Apa yang kau lakukan padanya adalah hal yang wajar dilakukan seorang istri terhadap selingkuhannya."

"Menurut kalian begitu?" tanya Shelina dengan keraguan yang masih menyelimuti hatinya.

"Memangnya, apa yang mungkin terjadi sebenarnya? Bahwa kau berniat membunuhnya? Itu bukan kau, Shelina," kata Fani temannya satu lagi. "Kau orang yang penuh ambisi. Tidak bisa tenang jika keinginanmu tidak tercapai. Tapi membunuh? Tidak, kau tidak melakukan hal sebodoh itu. Aku yakin, memang perempuan itu duluan yang usil padamu."

"Iya, eh daripada ngomongin hal ini, kalian sudah memantau harga emas sekarang belum? Turun lagi, lho!" kata Nora mengalihkan pembicaraan, disambut dengan sahutan teman-temannya yang juga mulai stres karena harga emas yang baru mereka beli turun.

Yang namanya investasi memang harus membutuhkan kesabaran. Kalau investasi membuat orang kaya secara instan, semua orang akan berbondong-bondong melakukan investasi, bukan? Shelina mulai terhibur. Dia benar kehilangan rasa lelahnya dengan bertemu teman-temannya.

Bagaimana pun mereka teman-temanku, pikir Shelina saat semuanya pulang. Mereka akan membelaku sekali pun aku berbuat salah. Aku membutuhkan seseorang yang bisa memberiku fakta yang sebenarnya. Tapi siapa? Satu-satunya yang tahu hal itu hanya Yuni, dan dia sudah tidak ada.

Atau memang dia sudah mati? Di mana dia dikubur? Ah, bukan aku percaya hal-hal ghaib-menanyakan sesuatu pada arwah-tapi aku memang putus asa. Yuni! Kau menyebalkan sekali! Aku tidak akan bisa tenang sampai aku bisa mengingat apa yang kau katakan padaku saat itu!

Apa sih yang dilihat orang lain pada dirinya? Ibu mertuaku sendiri bahkan terlihat suka padanya. Apakah dengan senyam-senyum bisa dicap baik? Apakah hanya modal berkata lembut, kita bisa mendapat simpati dari orang lain? Dunia ini tampak tak adil. Aku yang sudah bekerja keras, mencoba memberikan kehidupan yang layak pada Abizhar, malah dianggap menyebalkan!

Shelina tidak punya kegiatan apa-apa setelah pertemuan dengan teman-temannya. Dia menelepon Roland untuk memberikan informasi terkait meeting dengan investor yang berniat membatalkan mengucurkan dana untuk pembangunan apartemen itu.

"Mereka tidak memberitahu jadwal pasti untuk bertemu, tapi minggu depan akan diberitahu apakah mereka setuju atau tidak untuk bernegosiasi," kata Roland di ponsel Shelina. "Saya berusaha untuk meyakinkan mereka soal prospek investasi di apartemen ini, Bu Shelina."

"O ya. Satu lagi. Aku ingin kau buat janji dengan suami Gadis, tapi buatlah itu seolah pertemuan bisnis dan jangan sampai diketahui siapa pun selain Rafi, dan kau tentu saja."

"Apa, Bu?"

"Kau dengar saya, kan? Buat janji dengan Rafi!" jawab Shelina gemas. "Apa.. Apa kau tahu sesuatu?" Shelina mulai curiga karena sepertinya Roland menyadari hubungannya dengan Rafi. "Roland! Kau tahu sesuatu?!"

"Ma...maaf, Bu. Saya hanya bingung bagaimana mengatur pertemuan tersebut, sebab perusahaan suami Bu Gadis kan tidak berhubungan dengan perusahaan Ibu."

"Ya kaulah yang mikir. Masa kau suruh saya?!" Mengapa asistennya menjadi mudah membuatnya kesal? "Roland, kau ini kenapa sih? Biasanya saya hanya tahu beres darimu!"

Shelina mencium gelagat tidak baik dari asistennya. Semoga saja intuisinya salah.

Suamiku Mencintai Wanita Lain #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang