39

4.8K 328 37
                                    

"Apakah kau sudah sehat, Shelina?" tanya Abizhar suatu malam. Dipandanginya Shelina yang masih sibuk dengan ponselnya, mengecek pekerjaan bawahannya. "Kalau sudah, bagaimana jika kita punya anak lagi?"

Deg. Shelina merasa jantungnya berdebar lebih kencang. Dimatikannya ponselnya. Dia menoleh pada Abizhar yang telentang di sebelahnya.

"Anak?" ulang Shelina seakan dia tidak mendengar apa yang dikatakan suaminya barusan.

"Ya, anak," jawab Abizhar memberi kepastian. "Kali ini aku tidak meminta anak laki-laki darimu. Perempuan juga tak apa."

"Kenapa tiba-tiba kau ingin anak?"

"Kenapa tidak?" Abizhar balik bertanya. Dia memandang heran istrinya. "Kau tidak mau punya anak dariku?" Shelina diam saja. "Aku tidak akan memaksa jika kau belum siap."

Bukan Shelina tidak siap. Dia ingin sekali punya anak, mengurus bayi mereka dan membesarkannya, namun bagaimana dengan Abizhar? Jika ada anak, dan anak itu bukan laki-laki, bukankah Abizhar akan tetap bersamanya? Apakah Abizhar akan sayang pada anak itu?

Shelina berharap dia bisa memercayai suaminya. Masalahnya, dia sudah sering disakiti oleh orang-orang di hidupnya. Agak sulit menaruh keperayaan pada orang lain sekali pun orang itu suaminya sendiri.

"Aku butuh kepastian di atas tinta hitam," kata Shelina tegas. "Aku tidak mau kau berbuat gila saat aku hamil. Aku tidak mau kau tidak sayang pada anak yang lahir dari rahimku."

"Kau meragukan aku?"

Shelina menatap sinis suaminya. "Jelas iya. Kau hanya menggunakan aku untuk meraih tanah yang aku miliki, kan."

"Berapa kali harus aku bilang? Aku mau serius denganmu," kata Abizhar terlihat tersinggung. "Tak ada lagi penghalang bagi kita."

"O ya? Bagaimana jika sebenarnya Yuni datang lagi ke hidupmu? Apakah kau bisa menolaknya?" Shelina menantang.

Nah, pucatlah wajah Abizhar ditanya begitu. Apakah kau juga sebenarnya pura-pura seperti Roland, duga Shelina. Kau berlagak tidak mau tahu lagi soal Yuni, tapi sebenarnya, kau masih mengharapkannya, kan?

Yuni. Di mana sih kau? Kenapa wujudmu yang tidak hadir itu masih menjadi petaka bagiku? Sebenarnya apa tujuan Tuhan mengirimkan orang macam kau masuk ke dalam kehidupanku selain membuatku menderita?

Perlahan Abizhar menggeleng dengan kesenduan bersorot di matanya. "Tidak, Shelina. Dia sudah tidak ada. Aku yang mengantarkan jenazahnya ke makamnya."

"Apapun itu, aku tidak mau anakku punya ayah yang mencintai wanita lain selain ibunya," kata Shelina dingin.

"Aku harus melakukan apa agar kau percaya padaku, Shelina?" sergah Abizhar putus asa. "Aku tidak akan bermain api lagi meskipun Yuni masih hidup dan dia datang ke hadapanku sekarang!"

Abizhar yang sudah dilanda birahi untuk menikmati tubuh istrinya, tidak mau ditawar lagi. Dia mendatangi istrinya, mencumbunya dengan sentakan-sentakan keras dan menahan tubuh istrinya dengan tubuhnya sendiri agar Shelina tidak bisa mengelak.

Ya, awalnya Shelina berusaha menghindar, namun sentuhan dan kecupan Abizhar yang ganas kemudian perlahan melembut membuat pertahanannya lemah. Dia justru membalas permainan Abizhar dengan sama sengitnya.

"Kau milikku," bisik Abizhar di tengah ciumannya. "Dan aku milikmu. Selamanya begitu."

Untuk malam itu, Shelina membiarkan dirinya terhanyut dan percaya pada segala omongan pria itu.

**

Dahi Roland mengerut saat Shelina memintanya pulang tepat waktu. "Terkadang saya lupa bahwa kau juga manusia. Mendorongmu untuk terus bekerja pasti melelahkan, bukan?"

"Tidak sama sekali, Bu," jawab Roland sigap. "Saya akan temani Ibu sampai Ibu selesai."

Shelina tertawa melihat sikap Roland yang rajin begitu. Di sisi lain Shelina semakin yakin, bahwa manusia itu memang punya bakat akting. Lihatlah Roland yang dulunya polos dan setia. Nyatanya, Roland hanya berkedok baik di depannya, tetapi di belakangnya dia bisa menusuk Shelina.

"Sure."

Roland begitu sabar menghadapinya yang mudah marah, apalagi hari itu banyak karyawan yang menyerahkan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginannya. Roland menjadi penyambung lidahnya dengan semua bawahannya. Dia pun mengingatkan Shelina untuk jangan tersulut emosi dengan Shelina yang baru sembuh.

Kantor lambat-laun menyepi, ditinggal beberapa karyawan yang pulang. Di saat sunyi, Shelina menegur Roland yang berdua saja dengannya di ruangannya.

"Di mana Yuni sebenarnya, Roland?"

"Maksud Ibu?" sahut Roland berlagak pilon.

"Aku tahu kau punya hubungan dengannya. Aku juga tahu kau yang memindahkan jasadnya ke tempat lain," sahut Shelina menatap Roland iba. Dia tidak marah. Dia kasihan, ada orang yang terpaksa menjadi jahat karena mencintai perempuan murahan itu.

"Ibu... Ibu sudah  tahu?" jawab Roland tercekat.

Shelina mengangguk. "Kau temanku, Roland. Kau orang yang paling aku percaya, yang berada di posisi terakhir dalam daftar orang yang menyakitiku. Kenapa kau sampai hati merusak kepercayaan itu?"

"Maafkan aku, Shelina," kata Roland menyesal. Dia meninggalkan gaya bicaranya yang formal di hadapan sahabat yang baik padanya. Dia menunduk dengan air mata mulai berlinang di matanya. "Aku hanya terpojok. Keinginanku adalah pergi dengan wanita yang kucintai."

"Tapi kenapa? Kenapa kau sampai membuatku celaka?"

Mata Roland membesar, kemudian mengangkat mukanya untuk memandang Shelina. "Bukan aku yang melakukannya, Shelin. Kau harus pegang kata-kataku."

"Lalu siapa? Apakah orang itu ibu Abizhar?"

Roland tak kunjung menjawab. Diamnya pun dianggap ya oleh Shelina.


*Semoga kalian suka cerita ini*

Suamiku Mencintai Wanita Lain #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang