22

5.5K 316 68
                                    

"....Shelina istri Abi, kalau Mama ingin melakukan sesuatu dengannya, Mama diskusikan dulu dengan Abizhar!"

Percuma kan kau memarahi ibumu, pikir Shelina duduk di atas kloset kamar mandi. Dia lebih berkuasa darimu. Bahkan, kupikir, dia hanya mengangkat Abizhar agar tidak kena cemoohan orang-orang sebab dia dan suaminya tidak bisa punya anak. Ada kan, beberapa orang yang berpikir, bahwa tidak punya anak adalah aib?

Ibu Abizhar sudah lama menjadi donatur yayasan itu. Namanya harum dengan jiwa dermawannya. Jika mengenal dari jauh, tampaknya ibu Abizhar begitu baik, namun setelah kenal dekat, Shelina memahami seperti apa ibu Abizhar itu. Sama saja seperti Yuni. Wajahnya yang manis tidak menunjukkan keluhurannya!

Dia hanya perlu imej yang baik, pikir Shelina. Sebagai orang yang "menjaga citra", aku tahu sekali orang seperti apa dia. Memaksaku untuk terlibat dengan yayasan juga pasti ada maksudnya. Untuk menambah pamornya, mungkin? Menunjukkan kedekatannya dengan menantunya? Bisa saja, kan?

Shelina ke kamarnya lagi, mengenakan baju tidurnya, lalu telentang di atas tempat tidur dengan Abizhar yang masih mengomel pada ibunya. Dilihatnya Abizhar melepaskan ponselnya, menekan tombol di sana dan suaminya menatapnya dengan sama kesalnya.

"Kalau kau diajak Mama, jangan mau!" Dia memberitahu dengan marah. "Kau ini istriku. Apapun yang kau lakukan selain urusan pekerjaan yang sifatnya rahasia, kau harus jelaskan semuanya padaku. Mengerti?!"

"Tahu aku hanya akan sakit hati setelah bertemu ibumu, aku juga takkan mau datang," sahut Shelina lirih. Masih ada secercah perasaan dongkol di hatinya.

"Bukan itu poinnya. Apapun yang kau lakukan, pertimbangkan dulu denganku! Minta izinku! Bicarakan padaku!" sambung Abizhar lebih keras.

"Aneh rasanya kau sekarang bersikap layaknya seorang suami," jawab Shelina sinis.

"Memang sudah saatnya kita mulai kehidupan rumah tangga ini secara benar. Kita sudah sering bertengkar karena alasan sepele. Barangkali, jika kita hidup normal seyogyanya suami-istri, kita bisa berbahagia, Shelin."

"Apa itu artinya kau mau belajar mencintai aku, istrimu?" tanya Shelina penasaran.

"Soal cinta tidak usah sekarang, kan?" Abizhar balik bertanya.

Hatinya imun mendengar kata cinta. Cinta, cinta, cinta! Dengan cinta, apa yang bisa dilakukan Shelina padanya? Hanya penderitaan. Karena cinta pula, Abizhar membuat hidup Yuni sengsara.

Cinta tidak membantu banyak di kehidupan ini!

Abizhar berlalu dari hadapan istrinya, menghabiskan waktu di kamar mandi. Memikirkan apa yang terjadi seandainya dia ada di rumah sebelum kecelakaan itu. Apa yang akan bisa dia cegah jika dia ada di sana.

Yuni, gumam Abizhar sambil memutar keran shower. Diingatnya paras Yuni yang ayu. Wajahnya yang manis polos mewakili keperibadiannya yang lembut. Yuni, andai saja kau tidak cinta padaku, mungkin kau masih hidup. Dan jika kau masih hidup, akan kuberikan kau apa saja dengan apa yang kupunya. Maafkan aku, Yuni.

Sekarang kau telah tiada. Aku tidak punya pilihan selain menikmati kehidupan yang kumiliki sekarang. Ya, itu artinya.. Aku harus menerima Shelina. Walaupun rasanya dada ini sakit sekali setiap di dekatnya, sebab aku tidak bisa melupakan wanita sebaik engkau, Yuni.

Selama Abizhar mandi, Shelina mengecek ponselnya yang bergetar. Sudah dapat pesan dari Leo. Si peretas itu memberikan alamat-alamat yang dikunjungi Roland. Ada satu tempat yang menarik perhatian Shelina: Panti Asuhan Jalin Kasih. Leo mendapat informasi itu dari mengambil akses akun Google yang terdapat di ponsel Roland. Dia juga memberitahu email serta kata sandi milik Roland untuk memberi kepastian atas kebenaran informasi tersebut.

Untuk apa dia ke sana, pikir Shelina bingung. Dia tidak ada hubungannya dengan panti asuhan itu. Dan dia juga tahu, aku anti dengan tempat itu. Apakah dia punya rencana untuk menikamku dari belakang? Dengan cara apa?

Aku harus mencari tahu. Pengkhianatan bisa dilakukan oleh siapa saja. Semua orang bisa berubah demi kepentingan. Jika Roland bisa menjatuhkanku, akan ada orang yang berterima kasih padanya. Baik rival bisnisku maupun... suamiku sendiri.

Mungkinkah dia dan Abizhar merencanakan sesuatu untuk menyingkirkanku? Sejak menjadi istri Abizhar, Roland adalah perantara komunikasi antara diriku dan Abizhar. Bukan tidak mungkin Roland ditawar tinggi oleh Abizhar.

Tidak, tidak. Mana mungkin Roland bisa melakukan hal itu? Kami sudah saling mengenal jauh sebelum aku kenal Abizhar. Kami kuliah di tempat yang sama. Bahkan, Papa yang membiayai kuliahnya agar dia bisa bertugas sebagai pengawalku. Dia tidak mungkin menggigit majikannya sendiri, kan?

Abizhar balik dari kamar mandi, bersamaan dengan suara ponselnya. Diangkatnya telepon. "Halo... Tidak, saya tidak perlu untuk malam ini." Lalu ditaruhnya ponselnya di atas meja.

"Dari siapa?" tanya Shelina, siap untuk tidur.

"Hm.. Si.. Ah, tidak penting," sahut Abizhar sambil memakai celana pendek. Dia tidur telanjang dada malam itu. "Kau sudah lelah, Shelina?"

"Dari simpananmu?" Shelina tetap bertanya.

"Kalau iya, kenapa?" Abizhar merebahkan dirinya di samping Shelina. Dipeluknya Shelina. Bibirnya mengecup leher istrinya. "Aku tidak butuh mereka memang. Aku ingin istriku yang melayaniku."

"Kenapa tidak? Istrimu ini sudah membuatmu kesal, kan? Ya, kau pasti kesal karena aku tidak memberi kabar..." Dia tidak bisa melanjutkan kalimatnya ketika Abizhar meremas bagian sensitif tubuhnya. "Abi..."

"Hm?"

Shelina tidak bisa mengelak. Dibiarkannya saja suaminya melakukan apapun dengan tubuhnya.

Suamiku Mencintai Wanita Lain #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang