59

8.8K 442 50
                                    

Update 2 minggu sekali :)


**

Shelina segera dibawa ke rumah sakit oleh sopirnya beserta dua anak buah Pak Ariadi. Pak Ariadi memerintahkan mereka untuk mengawasi Shelina. Saat pertama kali dia kenal Shelina, dia tahu bahwa Shelina perempuan yang berani dan percaya diri. Orang yang seperti itu tidak mungkin menyerah begitu saja. Bisa saja dia sakit keras atau alasan lain hingga dia melepaskan suami yang selama ini dikekapnya.

Pak Ariadi kembali duduk seorang diri, kemudian menelepon Abizhar untuk pulang. Semua kekacauan yang terjadi pada keluarganya bukan sesuatu yang tiba-tiba. Dia yang sakit menyebabkannya tidak bisa mengendalikan istrinya yang degil.

Sambil menunggu Abizhar diteleponnya Edward. Diberitahunya perihal kedatangan Shelina padanya. Edward rupanya marah padanya. "Jangan telepon aku lagi, eh? Aku sudah menyuruh anakku untuk bercerai dari anakmu! Karena kau tak becus jaga istri, anakku dituduh hal yang tidak dilakukannya!"

"Anakmu tetap ingin ada kerjasama di antara kita."

"Kerjasama bisnis? Bah! Kau bisa bermimpi! Kau pikir kontraktor hanya kau saja?!" Tut.. tut.. tut... dimatikannya sambungan oleh Edward.

Pak Ariadi yakin, jika hidup punya cetakan kedua, keluarganya dengan keluarga Edward tidak akan berhubungan lagi. Tak ada satu alasan pun yang menyatukan dua keluarga itu selain bisnis, tok.

Begitu Abizhar datang, Pak Ariadi memintanya untuk duduk di dekatnya. "Kau berencana mau tidur di mana tadinya jika Papa tidak memintamu pulang, Abi?"

"Jadi aku sudah boleh tinggal di sini lagi?"

Pak Ariadi mengangguk.

"Terus terang aku tidak tahu. Bisa di Panti, bisa jadi di mobil."

"Jangan ke Panti. Biarkan ibumu fokus saja dengan anak kandungnya. Dia sudah lama merawatmu hingga mengorbankan waktunya untuk anaknya sendiri," jawab Pak Ariadi datar.

Abizhar tidak tahu mau menyahut apa. Dia takut responsnya menyinggung perasaan ayahnya.

"Tadi Shelina datang kemari," sambung Pak Ariadi.

"Shelina?" Mata Abizhar terbuka lebar. "Kapan? Sekarang dia di mana? Dia bilang apa ke Papa?"

Pak Ariadi memandang Abizhar sejenak. Mungkinkah Shelina betul merasa bersalah hingga dia merasa tidak pantas bagi anakku, pikirnya. Lila. Edward. Abizhar. Mereka semua pernah berzina tapi mereka masih berjalan lenggang tanpa muka penyesalan sama sekali. Bahkan Edward tidak pernah meminta maaf sekali pun karena telah tidur dengan Lila yang sudah tidur dengan istrinya.

Saat acara lamaran Abizhar dan Shelina, Edward hanya menganggapnya sebagai lelucon. Yang diucapkannya saat itu, "Ya masa muda kan penuh dengan kebinalan, sudah saatnya kita bangkit dengan tidak membahas hal yang tidak mengenakkan itu, oke? Untuk apa sih berdendam itu, tidak menguntungkan kita. Kalau kita berdamai, perusahaan-perusahaan kita bisa bekerjasama, dan yang pasti net worth kita meningkat! He.. he.. he... " dan karena sikap Edward yang santai itulah Ariadi tidak mau membesarkan aib di masa lalu. Dia juga mempertimbangkan banyaknya proyek yang bisa digarap oleh perusahaannya setelah perusahaannya dengan perusahaan Edward bekerjasama.

"Dia sudah pulang," kata Pak Ariadi akhirnya. "Kau masih ingin berumah tangga dengannya?"

"Tentu." Abizhar menghela napas frustrasi. "Aku mencintainya. Sayangnya, cinta itu datang terlambat, dan dia tidak mau lagi memberi kesempatan."

"Beri dia waktu. Barangkali, ada sesuatu yang membelenggunya hingga dia tidak bisa bersamamu."

"Apa yang membelenggunya?" tanya Abizhar kesal. "Dia hanya perempuan egois yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Baginya aku hanya mainan yang jika sudah bosan dibuangnya ke keranjang sampah!"

"Bagaimana dengan perempuan yang di Panti itu? Sebelum kau menikahi Shelina, kau jujur pada Papa kau sebenarnya lebih suka padanya. Apa omonganmu hari ini bisa dipercaya?"

Abizhar mengangguk. "Tidak ada yang lebih kuinginkan selain memiliki dan dimiliki Shelina lagi."

"Kalian sudah sangat saling menyakiti. Papa rasa bukan ide yang baik untuk kembali bersama istrimu."

"Apa maksud Papa? Apa yang dikatakan Shelina?" tanya Abizhar penasaran.

"Hubungan kalian sudah berantakan. Papa minta ikuti saja keinginannya."

"Papa setuju aku bercerai?" Kini Abizhar memandang ayahnya tidak percaya.

"Anggap saja pernikahanmu dengan Shelina adalah sebuah pelajaran besar untuk di masa yang akan datang. Kau masih muda, perjalananmu masih amat panjang," jawab Pak Ariadi tegas.

"Tidak!" sergah Abizhar keras. "Aku tidak mau berpisah darinya. Papa sendiri yang menyerahkan aku padanya. Papa yang setuju dengan ide perjodohan itu. Setelah apa yang aku lalui dengan Shelina, tidak mungkin aku melepasnya begitu saja!"

"Kau berani membentak ayahmu?" tegur Pak Ariadi.

"Maafkan saya, Pa, tapi apa yang Papa katakan.."

"Kau takkan kehilangan apa-apa, Abizhar. Sahammu, jabatanmu, semua tanahmu akan tetap milikmu. Atau kau masih ingin tanah di Kebon Kacang itu? Yang tak mungkin kau miliki karena tanah itu akan menjadi gedung apartemen?"

"Tidak, Pa, aku tidak menghendaki tanah itu lagi."

"Kalau begitu turuti saja apa yang Papa inginkan. Sekarang, beristirahatlah, kau pasti lelah seharian bekerja."

"Jadi apa yang dikatakan Shelina pada Papa?" tanya Abizhar lagi.

"Dia meminta pada Papa untuk tidak mengambil apa yang kau punya walaupun pernikahan kalian berakhir." Dilihatnya raut wajah Abizhar yang bingung. "Kau benar-benar terlambat mencintainya, Abi."

Abizhar tidak mau mendengar ocehan ayahnya lagi. Hatinya sangat kuat menginginkan kembali pada Shelina, tapi ayahnya tidak mau mengerti itu. Dengan kekuasaan yang dimiliki ayahnya bisa saja ayahnya bernegosiasi dengan ayah Shelina agar rumah tangga Abi dan Shelina utuh lagi, sayangnya hal itu tidak dilakukan ayahnya!

Utuh lagi. Sejak kapan utuh?

Pak Ariadi masa bodoh amat dengan geraman Abizhar sebelum anaknya berlalu dari hadapannya. Pak Ariadi duduk termenung di ruang tamu sampai tahu-tahu anak buahnya datang. Mereka memberitahu keadaan Shelina yang sebenarnya.

"Bagaimana bisa secepat itu kalian tahu?" tanya Pak Ariadi kaget.

"Bu Shelina dibawa sopirnya ke rumah sakit tempatnya biasa konsultasi dan berdasarkan rekam medisnya, hasil cek terakhirnya...."

Jadi dia hamil, pikir Pak Ariadi. Karena itukah dia melepaskan Abizhar? Dia ingin menjadi seorang ibu yang baik karena itu dia tidak mau diingatkan oleh dosa-dosanya terhadap Abizhar jika dia masih bersama Abizhar? Atau sebenarnya dia memang sudah tidak tahan dengan perasaan bersalahnya?

Pak Ariadi kemudian merasa keputusannya meminta Abizhar untuk berpisah dari Shelina adalah keputusan yang tepat. Jika Abizhar dan Shelina hanya kembali demi anak, masalah akan tambah besar.


*I hope you like the story.*

Suamiku Mencintai Wanita Lain #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang