32

5.6K 346 36
                                    

"Hal penting apa bagi istri saya?"

"Kau sedang apa di sini," desis Shelina berusaha terlihat tenang di depan suaminya. Dia mempersilakan suaminya duduk di dekatnya, namun Abizhar diam saja menatapnya. "Aku dan Rafi.. Kami sedang.."

"Membicarakan proyek penting," sergah Rafi meyakinkan Abizhar. "Istrimu menggunakan jasa perusahaanku untuk mempromosikan proyek pentingnya. Kau tahu, dengan teknologi yang berkembang pesat, aku bisa bantu Shelina memberi data-data klien yang potensial."

Mata Abizhar lurus-lurus memandang istrinya. Dia tidak percaya pada omong kosong itu. Tanpa ngomong panjang-lebar, ditariknya lengan Shelina dengan kasar, dibawanya istrinya keluar dari restoran.

Shelina meronta tapi cengkraman Abizhar di lengannya sangat kuat. Setelah mereka sampai di parkiran, Abizhar melepasnya dengan kasar. "Apa-apaan kau ini!" bentak Abizhar sebelum Shelina memarahinya. "Aku capek-capek kerja, kau malah asyik-asyikan bertemu dengan eks selingkuhanmu! Kalau kau benci padaku, bisakah kau tidak usah menunjukkan hidung belangmu di depanku?"

"Kau dengar kan, tadi aku ada urusan bisnis dengannya...," Shelina masih mencoba berdusta.

"Aku tidak bodoh, Shelina!" sergah Abizhar gemas. "Kau tidak serta-merta mengira aku percaya begitu saja kan dengan omongan kalian berdua?!"

Percuma membohonginya. Abizhar sudah kebal ditipu istrinya. Shelina menggigit bibirnya, tidak tahu harus menjawab apa lagi.

"Sekarang katakan padaku. Siapa yang mengajak bertemu? Kau atau dia?!" tanya Abizhar dengan nada mendesak.

"Kami tidak janjian. Aku yang menemuinya," sahut Shelina berterus terang.

"Kenapa?!" Abizhar naik darah.

"Ya aku penasaran. Kau bilang Gadis memberitahumu aku ada main dengannya. Aku ingin tahu, apa yang terjadi antara diriku dengannya. Apakah aku salah?" Shelina menghela napas putus asa. "Kau tidak mengerti, sebab kau tidak kehilangan ingatanmu. Kau tidak tahu rasanya tersiksa mencoba mengorek memorimu."

"Shelina." Abizhar menatap istrinya dengan sorotan menyesal. "Maafkan aku, tentu aku ingin kau memperoleh ingatanmu, tapi tidak dengan cara menemui suami Gadis di tempat umum seperti ini. Jika kau memang tidak peduli padaku, kenapa kau tidak coba berpikir waras dengan menjaga nama baikmu?"

"Apa gunanya nama baik," keluh Shelina kesal. "Semua orang memusuhiku. Semua orang dekat denganku atas dasar apa yang aku punya. Nama baik? Itu sama sekali tidak penting!"

"Lalu kau mau apa? Bertemu Rafi lagi?"

"Tidak, aku sudah lelah. Aku mau pulang."

"Kau pulang denganku. Biar sopirmu bawa mobil sendiri saja," jawab Abizhar memberi keputusan. "Shelina."

"Apa?"

Abizhar menggeleng, memilih untuk tidak mengutarakan apa yang dirasakannya. Di dalam relung hatinya, dia merasa tidak tenang melihat istrinya bersama pria lain. Abizhar ingin menerangkan pada Shelina bahwa hatinya mulai terbuka untuk istrinya.

Tidak sekarang.

Abizhar menunggu waktu yang lebih tepat.

**

Sesampainya di rumah Shelina menelepon Gadis, bicara jujur pada sepupunya bahwa dia tadi mencoba menemui Rafi di sebuah hotel. Gadis terdengar kecewa dengan penuturan Shelina. Shelina memberi pembelaan, "Aku hanya ingin tahu. Benarkah aku berselingkuh dengannya, sebab aku merasa jika itu benar, barangkali ini ada kaitannya dengan.."

"Dengan apa?" potong Gadis marah.

Shelina menoleh ke suaminya yang berdiri di dekatnya. Abizhar menatapnya tajam, menunggu kelanjutan darinya. "Dengan kecelakaan yang dialami Yuni." Shelina melihat kedua mata suaminya membelo. Huh, aku kok jadi terbuka gini sama dia, pikir Shelina masam.

"Jadi, menurutmu Yuni mengancammu dengan perselingkuhan itu?" Gadis menyimpulkan.

"Betul, Gadis. Maafkan aku, ya? Aku janji, aku tidak akan menemui Rafi lagi, deh."

"Shelina, aku paham kau pasti tidak tenang dengan kau yang lupa beberapa hal, tapi kau harus ingat bahwa Rafi bukan bujangan. Kau tidak bisa melakukan itu hanya karena kau penasaran. Kau paham kan maksudku?"

"Maafkan aku."

"Kali ini aku maafkan kau, Shelin, tapi jika kau melakukannya lagi, aku tidak segan melaporkan hal ini pada Oom Edward."

Ah kayak ayahku peduli saja dengan skandalku, pikir Shelina. Dia iyakan saja ancaman Gadis. Dimatikannya sambungan, lalu fokusnya kembali pada suaminya yang masih memandangnya dengan tatapan yang tidak bisa dimengerti Shelina.

Shelina jadi tidak nyaman.

Apa yang dipikirkan Abizhar tentangnya? Dia mau bilang Shelina murahan? Atau tidak suci? Ah, untuk apa lagi dia mengatakan hal-hal semacam itu? Kan harusnya dia tahu Shelina takkan sakit hati dengan hujatannya tentang istrinya?

"Kenapa?!" tanya Shelina kesal. "Kau tidak suka, aku menuduh kekasihmu yang mati itu?"

"Aku rasa Yuni tidak mungkin mengancammu." Abizhar mengangkat bahu.

"Bela saja terus!" dumal Shelina jengkel. "Kupikir, kau sudah berubah pikiran. Kupikir kau sudah bertekad untuk mencintaiku dan melupakan dia. Rupanya kau sama sekali belum berubah!"

"Sulit bagiku untuk melakukannya sebab kau penuh rahasia dan menyebalkan," sahut Abizhar acuh tak acuh.

"Alasan saja itu. Kau tidak cinta lagi pada perempuan itu. Kau hanya ingin menyakitiku, iya kan?"

"Kalau iya, kenapa?!"

"Kau tahu, jika proyekku di Kebon Kacang tidak berjalan, akan kujual tanah itu padamu. Dan aku takkan peduli lagi kau mau terima gugatan ceraiku atau tidak. Aku malas berdekatan dengan orang yang punya ego tinggi seperti kau!"

"A... apa?"

Shelina tidak menjawab, dia berjalan ke kamar mendahului suaminya. Di belakangnya, Abizhar menggaruk-garuk kepalanya, mengeluh kenapa rumah tangganya selalu didera pertengkaran.

*I hope you like the story*

Author's note:

Maaf jarang update di wattpad. Cerita ini bisa dibaca di GoodNovel ya dengan judul dan username yang sama.

Suamiku Mencintai Wanita Lain #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang