30

7.8K 346 47
                                    

"Kenapa Yuni memangnya? Ada sesuatu yang terjadi hingga kau tidak bisa tidur begini?"

Kemarahan Shelina setiap Abizhar mengangkat topik soal Yuni tak bisa lepas dari pikiran Abizhar. Dia mau tak mau merasa menyesal telah membuat istrinya kesal melulu.

Keringat tak berhenti membasahi kedua tangan Abizhar. Dia merasa gugup hari itu. Hatinya juga tak tenang. Dia masih memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada jasad Yuni. Perasaan bersalah terus-terusan menghantuinya.

Kecurigaan pada istrinya pun datang. Bukan tidak mungkin Shelina yang begitu membenci Yuni bisa melakukan hal-hal di luar nalar. Tapi untuk apa? Apa tujuan seseorang mengambil mayat? Argh! Dan tampaknya, Shelina juga tidak tahu-menahu soal itu.

Ah, apa yang kuketahui soal Shelina, pikir Abizhar. Aku tidak tahu apakah dia berbohong atau tidak.

Abizhar kembali berkonsentrasi untuk bekerja. Untung saja hari itu jadwalnya cukup padat sehingga dia tidak terlalu pusing soal jasad Yuni yang hilang. Dia bekerja seperti orang gila hari itu, bahkan sampai jam sebelas malam pun dia masih di ruang kerjanya.

Tubuhnya merasa lelah. Dia menyandarkan tubuhnya di kursi, memejamkan matanya. Biasanya dia mengalihkan pikirannya dengan membayangkan Yuni, namun kali itu, justru Shelina yang mampir ke benaknya. Kesenduan Shelina. Senyum Shelina. Kemarahan perempuan itu.

Apakah aku mulai merindukannya, pikir Abizhar membuka matanya. Apakah aku mulai naksir padanya? Perempuan yang galak itu? Ya.. bisa saja. Apa yang tidak mungkin di dunia ini?

Ponselnya bergetar. Ibunya memberitahunya bahwa Abizhar akan mendapatkan tanah yang selama ini mereka incar. "Kau tak usah khawatir, Abi," sambung Mama Lila. "Mama sudah meyakinkan salah satu investor terbesar proyek itu untuk berhenti menyukong. Shelina bisa bermimpi mendapat keuntungan dari tanah itu."

Tak urung Abizhar teringat soal Shelina yang memberitahunya soal proyek ini. Salah satu investor untuk pembangunan apartemen di atas tanah yang kau incar, mau mundur. Mama Lila-kah yang ada di belakang ini? Apa alasan Mama melakukannya? Apakah hanya untuk Abizhar?

Tapi kan aku tidak segila itu, pikir Abizhar. Aku tidak mau tanah itu saja, tok. Apalagi tanah itu menjadi lokasi untuk proyek apartemen yang kemungkinan memberi untung padaku. Untuk apa Mama menghancurkan proyek yang sedang berjalan itu?!

"Ini tidak masuk akal," gumam Abizhar. "Mama tahu kan betapa tingginya nilai apartemen itu setelah jadi? Kenapa Mama justru ikut campur soal proyek ini?"

"Lho, kok tanggapanmu jadi begini, Nak," sahut ibunya terdengar heran. "Mama lakukan ini untukmu, juga mengingatkanmu bahwa pernikahanmu tidak lebih dari bisnis. Kau menikahi Shelina untuk memperoleh tanah itu, bukan? Kalau ada apartemen di atasnya, bagaimana kau memperoleh tanah itu? Kau berniat untuk membeli apartemen itu?"

"Kenapa tidak? Daripada terus-terusan menjual diri untuk tanah, kenapa tidak aku beli saja sekalian? Aku tidak keberatan untuk mencoba di bisnis properti," jawab Abizhar gusar. "Aku ingin Mama berhenti melakukan apapun yang Mama lakukan sekarang. Tidak tahukah Mama Shelina jadi tidak tenang karena proyek ini?"

"Abizhar, sejak kapan kau peduli pada perempuan itu?" sahut Mama Lila sama kesalnya. "Kau harus ingat, Abizhar. Perempuan itu yang membelimu. Perempuan itu juga yang membuat Yuni celaka. Kau lupa semua itu, Abizhar?!"

"Apapun yang Abizhar rasakan terhadap Shelina, bukan urusan Mama lagi."

Abizhar mematikan sambungan. Dia tidak menyangka ibunya bisa berbuat sepicik itu. Mama? Mama yang dari luar terlihat seperti ibu rumah tangga yang lembut dan dermawan, bisa menjegal proyek orang lain? Dan bukan orang lain. Orang ini adalah Shelina, istri Abizhar!

**

Roland datang ke ruangannya, memberitahu bahwa investor yang mau membatalkan untuk pemberian dana pada proyek di tanah Kebon Kacang, hanya setuju untuk bertemu dengan Pak Edward. Shelina menghela napas panjang, menyadari itulah yang memang seharusnya. Mau bagaimana pun ayahnya lebih berpengalaman dan lebih punya nama daripadanya.

"Roland, aku butuh bantuanmu."

"Apa itu?"

"Perempuan yang jadi simpanan suamiku itu. Yang sudah mati itu," kata Shelina menunjukkan kejijikannya pada Yuni. "Mayatnya hilang. Bukan aku peduli padanya, tapi kuperhatikan Abizhar resah karena hal itu. Bisa kau bantu carikan di mana jasad Yuni?"

Wajah Roland berubah pucat. Matanya pun menatap Shelina tidak percaya. "Ba... bagaimana?"

Melihat reaksi Roland seperti itu membuat Shelina menyipitkan matanya. Kau pikir kau bisa mengilah dariku, Roland, pikir Shelina. Dia melanjutkan, "Abizhar memberitahuku, bahwa ada yang mengambil mayat perempuan itu. Tugasmu adalah mencari tahu siapa yang melakukannya, dan keberadaan jasad Yuni tentu saja."

"Ya.., tapi dari mana saya memulainya? Saya tidak kenal dengan almarhumah," kilah Roland terlihat bodoh.

Tidak kenal dari mana, keluh Shelina jemu. Kalau kau tidak kenal mengapa kau punya foto intim dengannya? Dasar laki-laki. Tidak ada yang bisa dipercaya. Kebanyakan dari mereka hanya mengeluarkan dusta padaku!

Shelina mengangkat bahu. "Biasanya Roland hanya memberikan pekerjaan yang sesuai saya mau. Ke mana Roland yang itu?"

"Maaf, Bu," jawab Roland menunduk.

"Sekarang, siapkan ruang rapat. Saya mau diskusi dengan Tim Marketing setelah ini."

Roland mengangguk, segera keluar dari ruang kerja Shelina dan melakukan apa yang diperintahkan Shelina. Shelina menarik napas panjang. Jika Roland bisa mengkhianatiku, pikir Shelina. Itu artinya aku betul-betul sendirian.

Tidak ada orang lain yang bisa kuandalkan untuk melindungiku selain diriku.

Suamiku Mencintai Wanita Lain #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang