28

1.6K 90 0
                                    

Bita hanya memandang papanya lewat kaca. Tatapannya sayu. Separuh hatinya hancur. Sebelumnya, papanya tidak pernah mengalami seperti ini. Kalaupun pas kambuh, lelaki itu hanya mengeluhkan dadanya sakit. Tidak sampai tak sadarkan diri seperti sekarang.

Papanya adalah orang yang kuat. Atau lelaki itu saja yang terlalu pintar menutupi penyakitnya. Tak terasa bulir hangat menyentuh pipinya.

Ponsel Briyan berbunyi. Briyan beranjak menjauh untuk menjawab panggilan. Dia menjawabnya dengan pelan. Sambil sesekali menoleh kea rah istrinya. Tampaknya wanita itu tak menyadari kalau suaminya sedang tidak berada di sisinya.

“Ta, aku pergi dulu sebentar, ya. Ada urusan kerjaan urgent,” pamit Briyan seraya memegang pundak Bita lembut.

Bita mengalihkan pandangannya sejenak. Dia menatap lemah suaminya. Kedua alisnya sedikit bertaut.

“Hari minggu gini?” tanya Bita.

“Iya, cuma bentar, kok. Nanti aku balik kesini lagi. Kalau ada apa-apa kabari aku ya.”

Bita hanya mengangguk lemah. Dia tak punya cukup tenaga untuk mendebat suaminya. Walaupun dia sadar kantor suaminya bekerja sama sekali tidak beroperasi di hari minggu. Mungkin di kerjaan sampingannya, hanya itu yang terpikirkan Bita tanpa berminat mencari tahu lebih dalam lagi.

Briyan segera berlalu. Langkahnya terburu-buru menuju parkiran. Dia segera melajukan mobilnya keluar dari rumah sakit, kemudian mengarahkan mobilnya menuju toko kue.

“Yan, kamu kemana aja sih susah banget dihubunginya.” Olivia merengut melihat kehadiran Briyan.

“Papa masuk rumah sakit.”

“Hah, kenapa? Saki tapa? Bukannya papamu dari dulu orangyang super sehat,” tanya Olive, kali ini menampakkan mimic khawatir.

“Bukan papaku, tapi papa mertua.”

“Oh.”

“Ada apa? Kenapa memintaku segera kesini?”

“Ini, lho, akun aku nggak bisa dibuka. Nggak tahu kenapa?”

Briyan segera mengeceknya. Lelaki itu sedikit-sedikit tahu soal begituan. Entah dia lupa dulu belajar dari mana. Pokonya waktu kuliah sukanya ngehack akun orang. Udah gitu aja.

Sementara Mama Dina baru aja keluar dari ruang dokter. Wanita paruh baya itu segera berjalan mendekati putrinya.

“Duduk sini, Ta. Jangan kelamaan berdiri. Kamu, kan, lagi hamil. Nanti kaki kamu tambah bengkak,” perintahnya.

Kehadiran mamanya membuat Bita tersentak kaget. Rupanya dia tadi melamun. Sampai nggak sadar mamanya sudah kembali.

“Gimana kata dokter, Ma?” tanya Bita setelah mengambil tempat duduk di sebelah mamanya.

“Alhamdulillah masih bisa terhandle, kemungkinan dalam beberapa jam ke depan papa akan sadar. Insya Allah semua akan baik-baik saja, Ta. Papamu itu kecapekan, kemarin bolak-balik keluar kota ngurusin kerjaannya.”

Bita manggut-manggut. Hatinya sedikit lega mendengar penjelasan mamanya.

“Sekarang kamu pulang aja, ya. Istirahat. Kasihan ini,” titah Mama Dina seraya mengelus perut Bita.

“Oh, ya, Briyan kemana?” tanya wanita itu lagi, celingukan mencari keberadaan menantunya namun nihil.

“Ada kerjaan mendadak, Ma. Tadi habis terima telepon langsung buru-buru pergi,” jawab Bita.

“Terus kamu mau nunggu Briyan aja atau naik taksi online?”

“Aku naik taksi aja deh, Ma. Mama beneran gakpapa di sini sendirian?”

“Ngakpapa, lagian Papa juga udah ditangani dokter, kok,” jawab Mama Dina meyakinkan.

Bita kemudian pamit pulang setelah taksi pesanannya mengabari kalau sudah di depan. Perempuan itu segera melesakkan bokongnya di kursi penumpang. Awalnya dia pengin mengabari Briyan kalau dia pulang duluan. Namun sebuah pesan masuk membuatnya termangu.

Erlita. Ngapain cewek ini chat aku, tumben banget, batin Bita penasaran.

Dengan malas Bita segera membuka isi pesannya. Sebuah foto.

Bel, aku nggak nyangka, Kak Briyan gantengku gini. Kira-kira aku ada kesempatan masuk gak ya? Atau lebih milih ini cewek?” tulis Erlita setelah gambar yang dia kirimkan centang dua.

Bita terpaku menatap foto itu. Hatinya memanas. Diperhatikannya lagi latar foto itu. Bita yakin itu di toko kue. Dan yang membuat Bita benar-benar marah adalah di gambar itu terpampang dengan jelas Briyan tengah mengerjakan sesuatu di laptop. Sedangkan seorang cewek tampak mencondongkan badannya, bahkan terlihat menggelendotkan buah dadanya ke bahu Briyan.

Olivia. Dia teringat nama itu pernah disebut Briyan ketika bercerita tentang kerjaan barunya. Dan cewek yang Bita lihat di foto itu langsung mengingatkan Bita pada sebuah foto yang dulu dia temukan di dompet Briyan ketika mereka masih pacaran. Di belakang foto itu tertera tulisan ‘Yayan Love Livliv’. Tanpa sadar Bita menangis mengetahui kenyataan ini.

LIVE AFTER MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang