42

1.9K 102 0
                                    

Briyan merebahkan tubuhnya di sisi istrinya. Mereka berdua kini sudah di dalam kamar. Tadi di restoran Bita sama sekali nggak mengungkapkan apa pun. Cewek itu hanya makan dengan lahap dalam diam. Kemudian setelah isi piringnya tandas segera mengajak Briyan pulang. Dan Briyan hanya bisa meng-iya-kan demi permintaan maafnya yang masih digantung.

Bita memiringkan badannya ke arah tembok lalu bersiap tidur. Seperti biasa perempuan itu akhir-akhir ini sering mengeluh kegerahan, makanya tidak pernah memakai selimut.

Briyan menatap punggung itu. Tidak ada tanda-tanda perempuan itu akan berbicara. Yang ada justru memilih memunggunginya. Briyan kembali menatap langit-langit. Memikirkan kejadian demi kejadian yang menimpa keluarga kecilnya beberapa bulan terakhir. Apakah menikah serumit ini?

Dia sendiri tak habis pikir kenapa Oliv tiba-tiba muncul lagi di kehidupannya. Dia akui, sedikit hatinya merindukan perempuan itu. Namun rasa sakitnya lebih besar dibanding rindunya. Dia sudah memaafkan, namun rasa sakit itu tidak bisa begitu saja sirna. Dan kini, sudah ada Bita yang lebih dari segalanya. Fokusnya kini harusnya hanya pada Bita dan calon anak mereka. Briyan akui dirinya salah telah memberikan kesempatan Olivia kembali dalam radarnya.

“Nggak mau meluk aku, Yan? Apa masih memikirkan cewek itu?” ucap Bita tiba-tiba tanpa membalikkan badan satu derajat pun.

Briyan kaget. Namun dia segera menguasai dirinya dan mendekatkan tubunya. Dia memeluk Bit dari belakang.

“Kamu cemburu?”

“Emang salah kalau aku cemburu?”

“Tandanya kamu sayang banget sama aku,” jawab Briyan terkekeh lalu mengeratkan pelukannya.

“Kamu beneran masih mikirin dia?”

“Enggak, Ta. Harus berapa kali aku bilang? Gimana cara aku ngeyakinin kamu?”

“Kamu beneran nggak bakal temui dia lagi setelah proyek terakhir selesai?”

“Iya, bener. Suer!” kata Briyan meyakinkan.

Bita hanya diam saja. Rasanya letih sekali. Dan besok dia harus masuk kerjaa kembali. Akhirnya Bita lebih memilih untuk memejamkan mata. Dalam sekejap saja dia sudah tertidur.

Briyan tersenyum sendiri menyadari istrinya sudah terlelap.

***

Minggu pagi Bita merengek minta ditemani ke taman dekat perumahan mereka. Suasana hatinya sedang dalam keadaan sangat baik. Apalagi kemarin papanya sudah boleh pulang ke rumah. Makanya hari ini dia berniat jalan-jalan pagi. Baru nanti agak siangan ke rumah orangtuanya.

Dengan ogah-ogahan Briyan akhirnya menyetujuinya walau pun kantuk masih menyerang. Semalam dia menyelesaikan pekerjaannya di tempat Olivia. Benar-benar dia rampungkan karena per hari ini dia sudah habis kontrak dengan wanita itu.

Suasana taman minggu pagi lumayan ramai. Di pinggiran taman di gunakan sebagian orang untuk lari pagi. Sedangkan di bagian tengah ada yang menggunakannya untuk senam, istirahat, atau pun sekadar duduk santai sambil menikmati udara pagi.

Bita terengah-engah setelah jalan kaki setengah putaran. Dia segera mengambil tempat duduk panjang terdekat.

“Beliin minum, dong!” rengek Bita sambil mengatur napasnya.

“Sekalian bubur ayam mau?”

“Boleh,” jawab Bita sumringah.

Briyan segera menghampiri deretan penjual makanan. Sementara Bita duduk menyandarkan punggungnya. Mengamati aktifitas orang-orang di sekitar. Banyak orang tua yang membawa anaknya berolah raga atau bermain di taman. Bita tersenyum sendiri membayangkan kelak dia dan Briyan pun akan mengalami hal itu.

Dia merogoh ponselnya. Tadi sebelum mulai jalan santai dia sempat mengunggah foto tangannya dan tangan Briyan yang saling bertaut dengan latar belakang taman. “Pagi calon papa mama, mau ajak calon dedek jalan-jalan nich,” tulisnya di bagian caption. Ternyata unggahan tersebut sudah banyak disukai banyak teman media sosialnya.

“Bita.”

Bita mendongak mendengar seseorang memanggilnya. Cewek bernama Olivia ternyata sudah berdiri di hadapannya. Bita menghela napas panjang. Ingin rasanya dia segera menghindar. Terlalu malas untuk meladeni perempuan itu.

“Kamu beneran nggak ijinin Briyan kerja bareng aku?” tembak Olivia langsung.

“Itu pilihannya Briyan, Liv,” jawab Bita berusaha setenang mungkin.

“Tapi pasti kamu mengancamnya, kan?”

“Briyan suami aku. Nggak salah dong kalau ia juga memperhatikan pendapatku.”

“Kamu beneran nggak mau dia berkembang? Dia itu cari duit buat kamu. Supaya kamu mau di rumah aja nggak keluyuran kerja. Dia capek-capek cari kerjaan lain demi kamu. Dan kamu menghalanginya. Maumu apa, sih? Kayaknya kamu memang bukan perempuan yang pantas buat dia!” cerocos Olivia tanpa tedeng aling-aling.

Bita tertegun. Kenapa Olivia bisa ngomong seperti itu. Apakah suaminya sudah banyak cerita sama Olivia? Apakah suaminya juga curhat sama Olivia gimana dirinya belum mau berhenti kerja? Segala pertanyaan bermunculan di kepalanya.

“Aku harap kamu nggak egois. Kalau kamu memang sayang dia, harusnya kamu dukung pekerjaan dia. Bagaimana pun juga Briyan dari dulu sebelum ada kamu selalu berharap bisa bantu usahaku. Kita selalu berharap bisa memajukan usaha bersama.”

“Itu angan-angan kalian, ketika kalian masih bersama. Sekarang situasinya beda, Liv. Dan kamu harus paham itu!” sergah Bita kesal.

Bita beranjak dari tempat duduknya dan berniat ingin pergi dari sana. Namun tangan Olivia menahannya.

“Kalau kamu nggak bisa jadi istri yang pengertian buat Briyan, biar aku yang gantiin posisimu!” ujar Olivia.

Mata Bita nyalang. Apa-apaan cewek di depannya ini.

“Nyatanya Briyan memilih aku! Dan baiknya kamu pergi. Jangan ganggu kami. Cari lelaki lain yang belum punya pasangan. Jangan berusaha jadi pelakor. Wanita baik-baik nggak akan menurunkan harga dirinya sendiri. Atau kualitasmu memang rendah!” tukas Bita dengan nada tinggi.

“Kamu!” Olivia tersulut emosinya. Tangannya sudah terangkat hendak menampar Bita. Namun secara mendadak tubuhnya tersenggol seseorang. Kakinya tak mampu menahan berat badannya sendiri. Olivia oleng. Namun parahnya dia justru terjatuh dan menimpa tubuh Bita.

Bita menjerit kesakitan. Orang-orang di sekitar segera mendekat.

“Bita!” seru Briyan dari kejauhan.

Briyan segera berlari ke arah istrinya. Lelaki itu sangat panik dan segera menggendong istrinya.

“Aku nggak akan maafin kamu, Liv!” bentaknya sesaat sebelum melangkah setengah berlari menuju mobil.

LIVE AFTER MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang