70

3.6K 199 11
                                    

Haiii kak, maaf ya udah lama banget nggak update cerita...
Semingguan terakhir sempet ada masalah dengan kesehatan, habis itu mau nulis lagi eh malah gantian anak yang sakit...
InsyaAllah akan up bab lagi tapi mungkin nggak setiap hari karena ada beberapa urusan lain yang membutuhkan waktu lebih..

Semoga nggak pernah bosen nungguin ya ☺️☺️

----------------------------------------

Bita melangkah keluar dari kafe meninggalkan Erlita dengan muka merahnya. Entah gadis itu merasa malu atau marah. Bita sudah tidak peduli. Menurutnya Erlita sudah sangat keterlaluan.

“Kamu di mana?”

“Oh, aku ada panggilan mendadak. Maaf aku lupa.”

Klik.

Erlita mematikan panggilan sepihak. Amarahnya memuncak. Tiba-tiba pikirannya mengacu pada satu orang. Gadis itu buru-buru pergi.

“Lo keterlauan ya, Ky!” bentak Erlita begitu memasuki ruangan Lucky. Gadis itu sudah menunggu satu jam lebih di luar ruangan sampai jam kerja Lucky habis.

Sementara lucky mendongakkan kepalanya dan mendapati wajah marah Erlita. Dalam sekejap lelaki bertubuh tegap itu sudah bisa menebak apa duduk permasalahannya.

“Maksud lo jebak gue apaan? Lo mau sok jadi pahlawan kesiangan?” Erlita semakin marah karena lelaki di hadapannya hanya duduk diam tanpa menunjukkan ekpresi bersalah sedikit pun.

“Jawab, Ky! Gue sama sekali nggak nyangka lo bakal nglakuin ini sama gue. Apa salah gue sama lo. Apa karena perempuan itu masih sangat spesial di hati lo?” Emosi Erlita semakin meluap-luap. Kalau saja bukan di rumah sakit, mungkin dia sudah memberantakin semua barang-barang Lucky di depannya.

“Gue cuma pengin lo stop melakukan ini, Er. Stop bertindak lebih. Itu sama sekali nggak ada untungnya nanti,” jawab Lucky seraya melipat kedua tangannya di depan dada bidang miliknya.

“Nggak ada untungnya lo bilang? Bahkan setelah sekian lama menunggu gue hampir saja berhasil. Mereka sebentar lagi bakalan cerai, bahkan Mbak Bita saja sudah konsultasi sama pengacara. Tinggal bagian gue buat jadi tempat sampah terbaik untuk Briyan. Dan, lo?”

“Gue ngapain?”

“Nggak usah sok nggak tahu. Siapa lagi yangngasih tahu ini semua kalau bukan, lo. Mau lo apa sih? Bukannya yang nggak ada untungnya itu tindakan lo kali ini!”

“Gue nggak cari untung di sini. Karena gue tau porsi gue di kehidupan Bita. Gue cuma sadar aja, semakin gue tututpin tindakan lo, maka lo juga akan bertindak semakin jauh lagi. Gue nggak ingin sepupu gue nantinya dicap jadi pelakor. Udah itu aja.” Lucky menghela napas kasar.

“Pelakor? Gue nggak ngapa-ngapain mereka. Gue nggak terlibat dalam percintaan mereka. Gue bahkan nggak menyentuh Kak Briyan. Jadi, di mana salah gue?”

“Bahkan semua orang di sekitar kita, juga Bita dan Briyan, mereka semua menyadari lo belum bisa move on!”

“Mereka cuma berasumsi berdasarkan medsos gue aja. Tapi mereka nggak pernah bukti yang kongkret. Apalagi ada Olivia yang jelas-jelas masih menunjukkan perasaannya di depan Mbak Bita,” bantah Erlita.

“Masalahnya, kalau mereka cerai beneran? Kalau nggak? Gue yakin cinta di antara mereka kuat banget,”sergah Lucky.

“Itu urusan nanti. Yang jelas gue hampir berhasil memisahkan mereka, dan lo menghancurkan rencana gue. Gue harus muter otak lagi.”

“Please, Er! Sudahi semua ini. Masih banyak cowok di luar sana, yang lebih baik dari Briyan.” Lucky hampir frustrasi menghadapi sepupunya itu.

“Lo tahu gue dari dulu cinta banget sama Kak Briyan. Dia satu-satunya lelaki terbaik yang pernah gue temui,” kata Erlita lesu. Gadis itu akhirnya menghempaskan bokongnya di kursi pasien.

“Tapi sayangnya Briyan sudah memilih Bita, Er. Dan lo harus belajar menerima hal itu.”

“Mereka sebentar lagi berpisah. Kenapa sih lo masih aja bahas itu. Lo juga tau hubungan keduanya sudah hampir tidak bisa diselamatkan.” Erlita masih tak mau kalah dengan pendiriannya.

“Briyan hanya terjebak dengan situasi bersama Olive. Dan makin terjebak dengan permainan kamu!”

“Tapi Mbak Bita sudah nggak mau lagi sama Briyan. Dan bodohnya lo malah merusak semuanya. Padahal setelah mereka berpisah, lo bisa mendapatkan hati Mbak Bita. Tidak ada yang rugi di sini. Gue untung, lo juga untung.”

“Gue nggak pernah mau ngikutin permainan lo!”

“Oh, ya? Jadi, lo bikin permainan sendiri. Sok jadi pahlawan buat Mbak Bita. Supaya Mbak Bita notice lo? Terus bakalan terima kasih sama lo. Terus bakalan nggak enak sama lo dan nerima lo?” cecar Erlita.

“Gue nggak kepikiran sampai situ?”

“Kayaknya gue perlu kasih tahu Mbak Bita tentang kejadian di taman minggu pagi, deh,” ancam Erlita.

“Er, please! Gue nggak sengaja waktu itu!”

“Kejadian apa?”

Erlita dan Lucky sama-sama mengarahlan pandangannya ke arah pintu. Mata lucky terbelalak ketika mendapati Bita sudah berdiri di sana. Dari sorot matanya, Lucky yakin Bita sudah lama berada di balik pintu.

“Bita, kok ke sini? Ada apa?” tanya Lucky gugup.

“Ada kejadian apa minggu pagi?” Bita kembali mengulang pertanyaannya.

“Nggak ada, Erlita suka ngelantur kalau bicara,” jawab Lucky seraya melemparkan tatapan mengintimidasi kepada Erlita.

Sementara Erlita sama sekali tidak merasa gentar. Gadis itu justru tersenyum miring. Semuanya sudah dihancurkan oleh Lucky. Bahkan dia terpaksa harus membantu Bita untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi antara Briyan dan Olivia malam itu. Tadi siang di kafe dia sudah berjanji pada Bita karena Bita mengancamnya akan menyerahkan rekaman cctv ke polisi. Belum lagi Erlita sudah berbohong kalau berteman dengan Olivia. Maka dia tidak punya alasan lagi untuk mengelak.

LIVE AFTER MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang