33

2K 113 4
                                    

“Apa kamu masih mencintai suamiku?” sapa Bita.

Briyan mematung. Bita tegang. Mereka sama-sama menunggu jawaban dari ujung telepon.

“Bita, maafin aku,” sahut Oliv dari seberang.

Bahkan dia tahu namaku, batin Bita. Perempuan itu membuang napas kasar. Dia menunggu sejenak, namun tidak ada kelanjutan dari Oliv.

“Oke, aku paham. Sekarang terserah kalian!” ucap Bita. Dia kembali memiringkan badannya. Sudah tidak ingin lagi mendengarkan suara Oliv. Tanpa perlu bertanya lagi, Bita sudah tahu jawabannya. Perempuan di masa lalu itu masih mengharapkan suaminya.

Bita mencoba memejamkan mata. Satu tangannya mengelus perut. Dia mengusir segala pikiran-pikiran jahat yang memenuhi otaknya. Dia harus bahagia demi calon buah hatinya. Namun ternyata semua itu sulit.

Sementara Briyan segera mematikan sambungan telepon tanpa menunggu Oliv kembali berbicara. Tanpa ucapan penutup. Lalu menjatuhkan tubuhnya di sofa. Dia tidak menyangkan semua akan menjadi serumit ini. Bahkan dia telah menyakiti hati istrinya yang tengah mengandung buah cinta mereka.

***

Olivia menghamburkan badannya ke kasur. Ada rasa sesak menjalari tubuhnya. Dia Masih mencintai Briyan. Dia memang menginginkan Briyan kembali padanya. Namun, dia juga sadar ada hati lain yang tersakiti. Dirinya sendiri pun tak bisa membayangkan apabila berada di posisi hati itu. Suaminya bersama wanita lain.

Tapi di satu sisi dia tak mau melepaskan Briyan untuk kedua kalinya. Karena kesalahannya, Briyan akhirnya benar-benar tak peduli dengannya. Namun kini, Briyan kembali bersikap baik padanya. Dia yakin Briyan masih menyimpang perasaan padanya. Apalagi mengingat pertemuan pertamanya dengan Briyan setelah mereka berpisah lama. Lelaki itu jelas sedang ada masalah dengan istrinya.

“Dia tidak pantas mendampingimu,” gumam Olivia.

“Ini saatnya aku kembali, aku nggak akan nyia-nyiain kamu lagi. Aku pastikan itu!” lanjut Olivia setelah berperang dengan gelisah di hatinya.

***

“Pagi, Sayang!” Alya masuk ke ruangan Bita dirawat.

Jam menunjukkan pukul enam pagi. Bita baru saja terjaga. Semalam dia susah tidur. Setelah pukul tiga dini hari baru kantuknya menyerang. Namun bayi di perutnya malah terus menendang-nendang. Akhirnya dia batu beneran terlelap setelah subuh. Ketika calon anaknya mulai tenang kembali. Mungkin dia capek, batik bita tadi.

Suaminya tidak ada di tempat. Namun terdengar gemericik di kamar mandi. Pasti lelaki itu mandi dan siap-siap untuk segera berangkat kantor. Bita mencoba tidak memedulikannya.

“Pagi, banget, Ma,” sapa Bita seraya mencium punggung tangan mama mertuanya.

“Iya. Briyan harus ke kantor, kan? Mama takut kamu sendirian.”

Alya meletakkan tiga bungkus bubur ayam di nakas. Dia juga mengeluarkan tiga botol air mineral.

“Bita udah besar, Ma. Mama nggak usah khawatir. Kan, kasihan papa udah ditinggal mama pagi-pagi gini.”

“Papa tadi udah brangkat subuh, ada penerbangan jam enam. Biasa ada kerjaan sebentar di luar kota. Makan, yuk. Mama bawain bubur ayam langganan mama ini. Enak banget, dijamin lebih enak dari bubur buatan rumah sakit ini,” ujar Alya sambil terkekeh.

“Hambar banget, Ma,” gerutu Bita lalu ikut tertawa.

Pas saat itu juga Briyan keluar kamar mandi. Masih dengan pakaian semalam. Dia memang belum pulang ke rumah. Tawa Bita langsung berhenti.

“Sarapan, Yan. Udah mama bawain,nih. Nanti kamu sampai rumah tinggal ganti aja,” ucap Alya melumerkan kecanggungan. Dia tahu apa yang terjadi. Suaminya sudah menceritakannya semalam.

Briyan mengangguk lantas mengambil satu bungkus bubur. Dia kemudian melahapnya tanpa berbicara. Belum ada sepuluh menit buburnya sudah tandas. Lelaki itu lalu mengambil air mineral dan meneguknya hingga separuh.

“Kok, nggak dihabisin?” tanya Alya melihat menantunya meletakkan kembali buburnya di nakas. Belum habis, masih tersisa sekitar separuhnya.

“Nanti aja aku habisinnya, Ma. Sekarang udah kenyang,” jawab Bita.

“Aku berangkat dulu, Ma!” potong Briyan. Dia menyalami mamanya kemudian berlalu menuju pintu.

“Yan…!” panggil Alya. Briyan menoleh dan mendapati mamanya memberikan kode untuk pamit juga sama Bita.

“Nanti setelah kerja aku langsung kesini.” Hanya itu kata-kata yang terucap lagi oleh Briyan.

Bita tertunduk. Bahkan suaminya kini tak mau melihatnya lagi. Apalagi peduli?

Rasanya memang jelas sudah. Briyan juga ingin kembali dengan Oliv. Bita harus berusaha menerima kenyataan itu. Walaupun dalam hati kecilnya masih berharap pernikahannya aka baik-baik saja. Namun dia harus mempersiapkan diri kalau nanti Briyan akan menceraikannya setelah dia melahirkan.

LIVE AFTER MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang