35

2.2K 132 6
                                    

Briyan buru-buru merapikan meja kerjanya. Jam ponselnya menunjukkan empat sore. Tadi dia sudah ijin dengan atasannya kalau akan pulang lebih awal karena harus menjemput istrinya pulang dari rumah sakit. Atasannya setuju asalkan semua kerjaan sudah beres.

Briyan sampai di lobi gedung. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti melihat kehadiran seseorang. Perempuan dengan balutan dress selutu motif bunga-bunga sedang duduk di kursi tunggu. Briyan tak sempat menghindar karena perempuan itu terlanjur melihatnya dahulu.

“Yan, aku mau ngomong,” ujar Olivia mendekat.

“Aku buru-buru, Liv.” Briyan kembali melangkah.

“Sebentar aja, Yan. Please!” Olivia mencekal tangan Briyan. Tak urung hal itu berhasil menghentikan langkah Briyan. Olivia segera mensejajari lelaki itu.

“Kamu marah sama aku?” tanya Olivia.

“Aku tidak punya alasan untuk marah sama kamu.” Keduanya masih berdiri di tengah-tengah lobi. Untung saja belum jam keluar kantor. Jadi tidak banyak yang melihat pemandangan itu.

“Terus kenapa kamu menghindar? Kamu nggak balas chat aku?”

“Liv, kamu paham nggak sih posisi aku?” suara Briyan meninggi.

“Istri kamu cemburu denganku?”

“Terus kamu pikir gimana?”

“Tapi, kan, kita nggak ngapa-ngapain. Dianya aja yang baperan.”

Briyan diam. Ada benarnya juga. Tapi istrinya juga nggak salah.

“Atau ajak aku ketemu saja sama istrimu. Biar aku jelaskan,” tawar Olivia.

“Nggak usah.”

“Kamu cinta nggak sama istrimu?”

Pertanyaan Olivia langsung membuat Briyan bereaksi. Matanya melotot ke lawan bicara. Dia mengusap wajahnya kasar.

“Aku tahu kok kalau kalian ada masalah sebelumnya.”

“Jangan sok tahu!”

“Ingat pas pertama kali kita ketemu lagi di kedai kopi? Aku tahu kamu lagi ada masalah dengan istrimu.”

“Itu urusanku, Liv. Toh, hal yang lumrah dalam rumah tangga ada cekcok dikit-dikit.”

“Jadi? Kamu beneran cinta nggak sama dia?”

“Kenapa kamu tanyakan itu?”

“Kalau beneran cinta, ajak aku ketemu sama dia. Aku akan jelaskan semua sama dia,” paksa Olivia.

Briyan mengangguk. Keduanya keluar lobi bersamaan.

***

Sementara di rumah sakit Bita masih menunggu jemputan dari Briyan. Sejam yang lalu lelaki itu mengabari kalau sudah mau keluar kantor. Tapi kenapa belum muncul juga batang hidungnya.

Sedangkan Mama Alya sudah pulang sejam yang lalu begitu tahu putranya yang akan menjemput Bita. Kebetulan beliau ada urusan mendadak juga. Tapi sebelum beliau pergi, tadi sudah menyempatkan mengurus biaya administrasi yang katanya udah ditransfer Briyan.

Bita duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. Dia membuka-buka halaman instagram. Terlihat story Erlita ada di bagian atas layar ponselnya. Namun Bita enggan membukanya. Demi kewarasannya. Demi ketenangan pikiran dan emosinya. Satu tangannya kadang-kadang bergerak mengelus-elus perut buncitnya yang sudah memasuki usia delapan bulan.

Klek!

Pintu dibuka, Briyan muncul dari balik dahannya. Bita hanya melihat kehadiran suaminya sekilas kemudian berdiri dan mengambil tas bahunya. Sejujurnya dia masih marah dengan Briyan.

“Sebentar, ta. Ada yang mau ketemu.”

Perkataan Briyan sukses membuat Bita kembali duduk.

Seorang perempuan kembali muncul dari balik pintu.

Deg!

Jantung Bita berpacu cepat. Perempuan itu memang cantik. Bita akui itu. Badannya juga terlihat bagus, tidak seperti dirinya yang sudah tidak berbentuk lagi.

“Sore, Ta!” sapa perempuan itu.

“Kenapa kamu ajak dia?” tanya Bita sambil menatap tajam suaminya.

“Aku cuma mau meluruskan aja, kok, Ta. Kalau aku sama Briyan nggak ada hubungan spesial. Lagian Briyan masih tetep milih kamu,” sahut Olivia.

Bita bingung harus berbuat apa. Untuk bertanya apakah perempuan di hadapannya itu beneran masih cinta suaminya seperti semalam pun dia nggak snaggup. Dia takut dengan jawaban Oliv. Terlebih lagi takut Briyan juga masih menyimpan rasa yang sama. Buktinya lelaki itu masih menyimpan foto mereka di laci kerjanya.

“Atau mau kita bicara berdua aja?” tawar Olivia lagi.

Bita mengangguk. Mereka berdua berjalan menuju kantin rumah sakit. Sementara Briyan hanya pasrah. Dia berjalan menuju parkiran.

“Menjawab pertanyaanmu semalam di telepon, jujur aku masih sayang banget sama Briyan.” Olivia membuka pembicaraan.

Bita tercengang. Bagaimana mungkin seorang wanita mengaku masih mencintai mantannya di depan istri mantannya sendiri. Apa duni ini sudah gila? Apa wanita ini sama sekali nggak punya hati?

“Tadinya aku berpikir untuk merebut Briyan darimu. Karena aku tahu kalian akhir-akhir ini banyak masalah.”

Bita mendongakkan wajahnya. Darimana perempuan ini tahu? Apa Briyan cerita?

“Aku tahu karena aku pertama kali ketemu Briyan dia sedang suntuk. Dan aku hafal betul bentuk suntuknya Briyan karena masalah pasangannya,” ucap Olivia seakan tahu maksud tatapan Bita. “Dan ternyata ketika aku minta Briyan membatuku dia setuju. Mulai dari situ aku yakin betul Briyan masih sayang sama aku. Buktinya dia paham betul keinginan dan cita-citaku dari dulu,” lanjutnya.

Bita masih dia. Napasnya naik turun. Dia sedang berusaha mengendalikan emosinya.

“Tapi, tadi malam aku baru tahu kalau kamu baru hamil. Itu artinya nggak mungkin untuk kalian berpisah saat ini. Jadi, bolehkah  aku minta kamu untuk melepaskan Briyan nanti setelah melahirkan?”

LIVE AFTER MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang