53

2.1K 107 0
                                    

Bita baru saja meletakkan Cerry ke dalam ayunan ketika Briyan masuk kamar lagi.

“Ta, aku pergi bentar, ya,” ucap Briyan.

“Mau kemana?” Bita curiga.

“Papa minta ketemu. Dia ada janjian mendadak sama client hari ini.”

“Ini kan hari sabtu,”selidik Bita.

“Iya, orangnya bisanya hari ini. Gimana dong?” Briyan melangkah ke kamar mandi.

“Nggak mau ketemu Oliv, kan?” sindir Bita.

Briyan berhenti sejenak. Pria itu menoleh, “Kenapa bawa-bawa Oliv?”

“Dia kan yang tadi telepon kamu? Dia minta ketemuan,” cicit Bita.

“Ta…” Briyan menghela napas panjang, bingung harus bagaimana menjelaskannya.

“Yaudah, sana buruan mandi. Nanti papa keburu nunggu. Nggak enak juga sama client kalo telat lama,” pungkas Bita.

Perempuan itu merasa Briyan sedang tidak ingin jujur padanya. Jadi bagaimana pun dia memaksa, suaminya itu tak akan berkata jujur. Sebenarnya bisa saja dia mencari tahu langsung apakah mertuanya benar-benar mengajak ketemuan. Tapi Bita terlalu takut jawabannya justru membuat hatinya semakin sakit.

“Aku bener-bener mau ketemu papa. Atau kamu mau ikut?”

“Aku di rumah aja. Anak kita baru berumur satu bulan, dan aku masih ragu untuk ajak dia keluar. Aku nggak mau jadi ibu yang buruk, yang tidak memahami kondisi anaknya,” jawab Bita sambil terus menggerakkan ayunan tanpa menatap Briyan.

“Yaudah, aku mandi dulu.” Briyan menghilang di balik pintu kamar mandi.

Bita merasakan matanya memanas. Ayunan di hadapannya tampak kabur. Tenggorokannya tercekat. Menahan segara gemuruh di dalam dada.

***

Pukul delapan malam Briyan baru sampai rumah. Dia melihat Bita sudah terlelap di samping putri kecil mereka. Briyan tadi sempat menanyakan Bita mau dibawain apa, tapi tidak ada balasan chat. Rupanya Bita sudah tertidur, padahal Briyan tadi berpikir perempuan itu sedang ngambek.

Setelah selesai mandi, Briyan membuka aplikasi pesannya. Dia baru sadar ada pesan dari Olivia. Tadi siang dia memang sempat menerima panggilan itu. Namun setelah panggilan Olivia berakhir, tiba-tiba papanya telepon. Dan entah bagaimana notif pesan dari Olivia tidak terlalu dia perhatikan.

Briyan membacanya. Seperti di telepon tadi, cewek itu meminta bertemu. Tiba-tiba Briyan tersadar. Rupanya Bita sudah mengintip pesan ini tadi. Makanya istrinya itu curiga kepergiannya tadi menemui Olivia.

Briyan mengusap wajahnya kasar. Dia sangat benci dengan kondisi ini. Dia sama sekali nggak menyangkan Olivia akan menjadi cewek senekat itu. Padahal dulu Olivia sendiri yang mencampakkannya.

Briyan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia sudah terlalu penat. Tadi setelah meeting santai bersama client papanya lelaki itu diajak ke rumah. Ada beberapa hal lagi yang harus mereka bicarakan.

Briyan merebahkan badannya di kasur, di samping Cerry. Dan tak selang berapa lamamatanya sudah terpejam.

Pukul sepuluh Cerry bangun sambil menangis. Bita pun ikut terbangun. Dia kaget Briyan sudah terlelap di sisi Cerry. Bahkan terdengar dengkuran lembut dari bibirnya.

Bita segera mengganti popok Cerry yang lagi-lagi basah ompol. Kemudian memangkunya untuk memberikan asi.

“Kapan dia pulang?” gumam Bita sambil memandang lekat suaminya. Sebenarnya Briyan tengah menyembunyikan apa darinya. Bita masih bertanya-tanya.

Pandangan Bita beralih ke ponsel Briyan yang terletak di sampingnya. Sepertinya terjatuh dari tangannya. Mungkin Briyan itu tadi ketiduran, pikir Bita.

Bita mengambil pelan dan mengecek aplikasi pesan. Dia segera menelusuri pesan Olivia tadi siang. Masih nomor, belum disimpan. Bita menautkan kedua alisnya. Apakah Briyan sengaja supaya Bita tak tahu kalau itu Olivia? Bita mendesah frustrasi.

Belum ada pesan tambahan. Mungkin keduanya memang bertemu tadi. Jadi keduanya leluasa berbicara langsung. Bita meringis sendiri memikirkannya.

Mungkin Briyan memang sedang butuh orang yang mau memperhatikannya. Bita sadar akhir-akhir ini, terutama setelah melahirkan dia menjadi jarang perhatian. Bahkan untuk memasak aja dia belum tentu sempat. Waktu Bita seakan terfosir untuk bayinya. Bita merasa dirinya belum bisa membagi waktu yang adil untuk keduanya.

Seperti saat ini, Bita sering kali tertidur duluan saat Briyan pulang kerja. Bukankah harusnya dirinya menyambut suaminya. Menemani makan atau sekedar membuatkan minuman hangat. Ah, seburuk itu kah dirinya, Bita menyesali dirinya sendiri yang ketiduran karena saking capeknya seharian menghadapi Cerry yang masih hobi menangis itu.

Belum lagi Briyan kini jarang menyentuhnya.

Bukan! Bukan untuk berhubungan badan karena Bita masih dalam masa nifas. Tapi kadang Bita ingin untuk sekedar dipelu, disayang, dikecup barang sebentar saja. Tapi Briyan seakan menjauh. Apalagi dari dulu lelaki itu memang kaku banget masalah seperti ini. Dan dengan kondisi sekarang membuat Bita semakin merasa jauh.

Apakah hari ini Briyan bertemu dengan Olivia untuk memenuhi kebutuhannya?

Bita bergidik memikirkan kemungkinan itu. Bagaimana pun lelaki punya kebutuhan. Dan Bita sadar dia sedang tidak bisa memenuhinya.

Oh, Tuhan apakah benar itu? Bita tak sadar menangis sendiri.

LIVE AFTER MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang