33. Ardan family's

27 3 0
                                    

Selamat membaca

🍉🌱🍉

Tidak mau sang pujaan hati diambil atau didului pria lain, akhirnya pria dengan insial J tersebut datang ke kediaman sang pujaan dengan niat melamar untuk dijadikan istri tentunya, secara pribadi bukan resmi.

Saat ini, dia duduk berhadapan dengan Ayah dari pujaan hatinya, saling diam tidak ada yang memulai memecah kesunyian ini. Yang satu gugup dan yang satu penasaran tapi tetap diam.

"Ayo mau ngomong apa!" Akhirnya pria yang dia sebut "Om" tersebut menggebrak meja membuat suara bising.  "Diem diem bae, ngopi napa," ucap pria ber-anak dua tersebut.

"Maaf, Om. Sa...."

"Aku! Bukan saya."

"B-baik. Aku... aku disini meminta izin kepada Om Awan untuk mempersunting Mentari menjadi istri saya, Om. Tapi tapi nikahnya setelah selesai kuliah sekitar empat tahunan lagi." Saking gugupnya, Juan berbicara dengan cepat, tanpa berhenti.

Awan terkekeh, "jangan gugup gitu lah, dulu Om lamar ibunya anak-anak gak gugup kek kamu, Juan... Juan. Om tahu maksud kamu ada dihadapan Om ini tujuannya sangat baik dan Om akui kamu sangat LAKIK!  semua keputusan ada di tangan Mentari sendiri, Om hanya bisa mendukung dan mencari tahu pria tersebut, paham?"

"Karena kamu sudah kenal dengan Om sudah lama, sejak Angkasa dan kamu SMA. Dan Om juga sudah tau keluarga kamu, sifat kamu jadi Om restuin, tapi... kembali lagi keawal, keputusan berada di tangan Mentari."

Juan mengangguk paham, inilah salah satu tugas seorang Ayah. Memberikan yang terbaik untuk putrinya namun bukan berarti harus memaksakan kehendak supaya putrinya menerima perjodohan yang dia laksanakan dengan pria baik, bukan itu maksudnya.  Cinta hadir jika terbiasa, memang benar adanya. Tapi kalau cuman yang cinta satu belah pihak? Ribet kan? Kalau bisa mending nikah sama orang yang sama-sama mencintai.

"Tapi Juan minta pada Om untuk tidak menyinggung masalah ini saat berhadapan dengan Mentari  sebelum Juan dan orang tua Juan datang kesini lagi," pinta Juan. Awan mengangguk.

Setelah menyampaikan niatnya, kini Juan diharuskan untuk pamit dari kediaman Awan, dia memilih untuk menemui orang tuanya yang berbeda kota dengan dirinya. Orang tua Juan berada di Jakarta.

Dia mengendari sendiri tanpa ada satu orang pun yang ikut dengannya, Juan hanya ditemani dengan nada lagu yang mengalun indah.

🍉🌱🍉

"Assalamualaikum, Ma, Pa." Dia telah sampai dikediaman orang tuanya.

"Loh, Bang tumben pulang," tanya Mama Juan--- Aminah.

"Ada yang mau Juan bicarain sama kalian berdua, tapi gak sekarang nanti malam aja. Untuk sekarang Juan mau dimasakin masakan sama Mama," pinta Juan kepada sang Mama.

"Yaudah Mama masakin, kebetulan mama juga tadi mau masak tapi dicegat sama Papa kamu tuh." Aminah menunjuk Ardan-- Papa Juan dengan kesal, sedangkan yang ditunjuk hanya tersenyum.

"Papa apa kabar?" tanya Juan, kemarin ketika dia kelecakaan dan dirawat di rumah sakit hanya Mamanya lah yang menjenguk sedangkan Papanya sibuk dengan kerjaanya.

"Alhamdulillah, kabar Papa baik.  Ngomong-ngomong kamu gak mau nikah? Umur kamu itu udah cukup loh, bang."

"Emm... nanti Juan bicarain deh sama kalian," jawab Juan. "Ohh iya adek kemana?" Juan mencari adik cowoknya yang sekarang kelas 12 SMA tersebut.

"Biasa dia lagi keluar sama pacarnya," jawab Ardan.

"Uang bensin masih minta Papa gak?" tanya Juan. Awas aja jika uang bensin masih meminta pada papa, Aku jual motornya, pikir Juan.

Ardan menggeleng, "gak, syukur dia gak minta ke Papa. Sekarang dia juga kerja jadi barista loh, An, awalnya Papa larang tapi nanti dia bisa kerja di perusahaan dari karyawan bawah dulu. Eh dia gak mau, katanya dia mau jadi barista aja dia juga suka minum kopi dan katanya lagi agar satu kerja dengan ceweknya, bucin banget emang tuh anak. " Ardan dan Juan terkekeh geli. Adik Juan itu memang sangatlah kocak.

"Hayoo, Papa sama Abang pasti ngomongin adik yah!" Keduanya sama sama kaget ketika mendengar suara yang cukup keras berada dibelakang mereka. Tanpa mempedulikan sang Abang dan Papanya, dia duduk di posisi bagian tengah antara Juan dan Ardan, membuat Ardan sedikit menggeser tubuhnya.

"Dek, pacarnya kamu udah anterin langsung kerumahnya? Gak kamu turunin didepan gang kan?" goda Juan kepada Fadil-- adiknya Juan.

"Ya gak lah, Bang. Gak cowok banget dong adek kalau diturunin disana," sungut Fadil merasa sedikit merajuk pada Juan.

"Ayok makan," panggil Aminah pada suami dan Anak-anaknya tersebut.

Mereka bertiga mengikuti Aminah kedapur, ayam tepung, sambal terasi, tumis udang yang dicampur dengan jamur dan kentang dihidangkan dimeja makan.

"Wawww." Mata Juan berbinar melihat ayam tepung dan sambal terasi didepannya, bau terasinya menyengat di hidung, namun itu terasa enak untuk Juan.

Dia mengambil nasi secukupnya, jika kurang nambah, dia mengambil satu ayam tepung yang sudah dicolekan di sambal tersebut.  10 kali suapan sudah membuat Juan keringatan karena pedasnya cabe yang ada disambal tersebut.

"Bang, emang gak pernah makan ayam sambal kek gitu di sana? Kok sampai kek orang rakus gitu," tanya Fadil kebingungan melihat Abangnya yang terlihat bahagia dan sedikit rakus.

"Huss gak boleh ngomong gitu," tegur Ardan.

"Ya makan tapi gak seenak punya Mama, sambelnya aja beda sama buatan Abang sendiri," jawab Juan sambil mengusap hidung yang sudah menurunkan air.

Semuanya telah selesai makan, piring yang tadi kotor telah berada ditempat pencucian,  mereka tetap di meja makan menemani Juan yang masih belum berhenti, bedanya sekarang dia tidak memakai nasi hanya ayam dan sambal.

"Mah, Pa. Abang ada yang mau dibicarakan," ujar Juan dengan serius, dia menjauhkan piringnya, namun ketika Aminah akan mengambil piring tersebut Juan lebih cepat menarik  piring tersebut kearah dirinya.

"Adek gak diajak," celetuk Fadil.

Tanpa menjawab perkataan Fadil, Juan segera menjelaskan tujuannya datang kerumah Orang tuanya.

"Abang mau nikah."

"Tunggu dulu," cegah Juan ketika Orang tuanya akan bersuara. "Biar Juan jelaskan secara detail. Abang mau nikah sama cewek yang abang suka sejak Abang SMA disana. Dia baru saja lulus SMA, abang kenal sama dia ketika berkunjung kerumahnya untuk bertemu dengan si kakak."

Fadil dan Orang tuanya menyimak, tanpa ada yang memotong pembicaraan.

"Abang udah bilang sama Orang tuanya,  dan beliau bilang jawaban ada ditangan anaknya, tapi beliau sudah menerima Juan sebagai menantunya. Tapi... untuk saat ini Juan ingin mengikat dia dengan status tunangan, untuk urusan nikah biar dia lulus kuliah dulu." 

"Gak kelamaan, Bang?" tanya Ardan.

"Gak kok, Pah. Umur Juan kan masih dua enam masih mudah lah. Pas nikah nanti umur Juan tiga puluh dan dia dua satu," ujar Juan dia kembali menyantap ayam tepung kesukaannya tersebut.

"Kita juga terserah Abang, tapi kamu jangan main-main, inget itu! Mau datang kerumah gadis itu kapan? Besok? Atau lusa?"

"Lusa aja deh, besok Juan mau makan masakan Mama dulu," ujar juan.

"Namanya ceweknya siapa bang? Terus nama Orang tuanya?" tanya Fadil penasaran.

TBC (tubercolosis)




Mentari  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang