Kondisi Awan sudah membaik, hanya saja kepala tetap diperban. Untuk saat ini Mentari tidak menemani Awan maupun Juan, karena sedang berada di Malang mendaftar kuliah di Universitas sana. Entah kenapa Mentari memilih Malang untuk melanjutkan pendidikannya.
Dia bersama dengan Sifa, Sifa juga ingin kuliah di Daerah sana,katanya dia tidak mau berjauhan dengan Mentari. Untuk Safira dia menetapkan diri untuk mejadi Ibu rumah tangga yang baik apa lagi dia sekarang mulai hamil dengan umur 2 minggu.
"Lo udah mempersiapkan semua keperluannya kan, Tar?" tanya Sifa sambil mengecek totebag yang isinya penuh dengan berkas pendaftaran.
"Udah kok, tapi kayaknya kita pakek bahasa Jawa deh disini Sif. Mereka lewat depan kita pakek bahasa Jawa semua tapi ada deh yang bahasa Indonesia," beritahu Mentari memperhatikan camaba atau kating yang akan lulus.
Universitas Malang yang dikenal dengan UM merupakan tujuan Mentari dan Sifa untuk melanjutkan jenjang pendidikannya.
"Udah?"
"Udah, balik?"
"Iyalah masa mau nginep."
"Ya gak lah!" Dua gadis tersebut meninggalkan kampus, meninggalkan kota Malang dan kembali ke Surabaya. Untuk sementara waktu sebelum kuliah aktif, mereka berdua akan bolak balik. Namun ketika sudah aktif maka mereka akan kos.
🍉🍉🍉
Dua remaja laki-laki, kini berada diruang tamu ditemani dengan koper dan barang- barang yang sudah berada di dalam kardus.
"Lo beneran gak mau kuliah disini, Dit? Disini banyak juga Univ terbaik, atau gak kuliah di Malang atau gak di Jember. Ayo lah, masa lo tega ninggalin gue sendirian."
"Gue ikut orang tua kesana sekalian kuliah, maaf banget yah," jawabnya.
Roket menyadarkan punggungnya pada sandaran sofa, terlihat dari mukanya sekarang dia bingung, sedih dan frustasi. 3 teman yang dia kenal sejak masuk SMA, teman yang selalu kemana-mana bersama, kini mereka semua meninggalkannya.
Yang satu nikah, satu terjerat kasus, dan satunya lagi harus pindah kota untuk ikut orangtuanya.
"Jahat banget sumpah, kalian ninggalin gue sendirian," ujar Roket sedih. Laki-laki boleh sedih bukan? Bukan hanya perempuan yang bakal nangis-nangis jika ditinggal teman terbaiknya, laki-laki pun juga sama.
"Ayolah Dit, temeni gue disini, gue sendirian ini." Dari 3 temannya Roket lah yang sangat menyedihkan, sejak SD kelas 5 dia sudah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya. Di Surabaya ini dia hanya bersama neneknya yang sudah tua.
"Maaf banget, gue gak bisa," ujar Adit dengan sedih, dia juga merasakan kesedihan yang sama dengan Roket, Adit harus meninggalkan temen deaktnya untuk ikut orang tuanya ke kota lain.
"Yaudah deh, sana pergi! Makin lama lo disini entar gue makin gak tau diri buat nyegat lo," kesal Roket, mendorong tubuh Adit dengan pelan.
"Gue janji, gue bakal balik kesini dan kita akan hidup bersama selamanya," ucap Adit, dia mengambil tangan Roker untuk digenggam. Semuanya sama-sama terdiam lalu 10 detik kemudian tertawa.
"Hahhaa, geli banget su. Kek pasangan belok gak sih?"
Adit juga tertawa, bukan hal serius dia mengucapkan kata tersebut, itu hanya candaan dan dia berharap semoga tidak terjadi. Adit juga tidak mungkin hidup bersama selamanya dengan Roket bukan?
"Udah ah sana, cukup gue sedih sedih. Sana buruan pesawatnya udah mau terbang."
"Yaudah gue pamit yah, bilangin ke Arif karena gue gak sempat bilang ke dia."
"Langit?"
"Entar gue pasti ketemu, kan dia juga di Jakarta." Roket mengangguk paham.
Perginya Adit dari rumah Roket, tak lama kemudian Roket juga meninggalkan rumahnya menuju tempat Arif berada.
"Apa kabar lo?" tanya Roket, Roket memperhatikan tubuh Arif yang semakin kurus. Senyuman hangat dan ceria yang dia tunjukan semasa sekolah kini sudah pudar digantikan sengan senyum miris.
"Baik. Gimana? Sekarang lo kuliah dimana?" tanya Arif dengan nada lirih, kini dia menyesal kenapa setiap sakit dan merasa kecewa harus berlari pada narkoba? Penyesalan emang selalu ada diakhir peristiwa.
"Sekarang gue lagi daftar di UNEJ, tempatnya di Jember," jawab Roket sambil mengeluarkan makanan yang dia sempat beli di perjalanan. "Nih makan, gue yakin lo udah kangen sama makanan ini." Roker menyodorkan ayam KFC kepada Arif.
"Kalau Adit?" Arif membuka bungkus makanan tersebut dan melahapnya.
"Dia balik ke Jakarta." Roket mulai melahap makanannya. "Andai, Rif dulu lo cerita sama kita jika punya masalah setidaknya lo ada pelarian yang lebih baik, bukan malah hal yang buruk kek gitu. Kalau gini siapa yang rugi? Lo sendiri."
Arif tidak menjawab pernyataan Roket, karena perkataan Roket benar adanya.
"Udah dipenjara, penyakitan, gak punya masa depan. Mau jadi apa sih lo, nanti?" Ini keterlaluan, Arif tidak bisa menerima perkataan Roket yang pedas membuat hatinya sakit.
Brakk. Arif memukul meja sehingga menimbulkan bunyi yang keras, cukup menyita perhatian dari penghuni sel dan polisi disana.
"Lo diem, Ket! Gue tau niat lo kesini baik tapi gak usah ngerendahin gue anjing!" Arif berucap dengan lantang sambil berdiri dan jari telunjukanya menunjuk muka Roket.
"Udah... udah, sekarang anda pulang jam besuk udah selesai! Buat saudara Arif silahkan kembali ketempat anda." Arif diseret polisi untuk kembali ke sel, namun pandangan tajam Arif masih tidak lepas dari Roket.
"Ahh sial! Gue salah berucap, nih mulut kenapa lemes banget sih." Roket menepuk mulutnya sendri yang seenaknya mengatakan Arif tidak punya masa depan dan penyakitan.
🍉🌱🍉
Note : sebenarnya ada penampungan untuk pemakai narkoba gitu, tapi lupa namanya dan juga gak tau selak-beluk kondisi disana, jadi disini pakek penjara aja. Soalnya penjara kan bisa dilihat lihat di televisi jadi agak paham.
Thanks♥

KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari (END)
Fiksi RemajaJangan lupa vote dan coment!! Mentari, gadis asli Surabaya itu memiliki sebuah kemampuan yang paling diinginkan oleh orang lain, yaitu bisa mendengarkan suara hati seseorang. jangan mencoba untuk berbohong kepada gadis itu, karena dia mendengar...