6. demi restu

106 20 1
                                    

"Kamu yang kemaren kan?"

Langit mengangguk sopan, memperlihatkan senyum manisnya. Dia tidak mau pura-pura didepan camernya itu, entar disangka tidak sopan jika memasang muka cool.

"Ngapain kesini?" Tanya Awan.

"Kerja kelompok, Om," jawab Langit.

"Udah ketemu sama Mentari," tanya Awan.

"Belum."

Awan tersenyum jahil. "Mentari lagi jalan sama cowok tadi, pamitnya mau ke timezone."

"Gak pa-pa, Om. Saya bakal. Nungguin Mentari pulang," jawab Langit santai, namun didalam hatinya tiba-tiba panas lebih tepatnya cemburu.

"Kamu gak sibuk kan?"

"Tidak."

"Tolong piring cuciin ya," suruh Awan.

"Baik,Om." Langit beranjak dari sofa menuju dapur sambil ngedumel tentunya.

"Heran, kalau diwattpad biasanya dipercayai, langsung disuruh menjaga anaknya, kok ini disuruh cuci piring," gumam Langit sambil mengusap spon yang sudah dipenuhi busa kepiring.

"Mana ada cowok seganteng gue, cuci piring."

Cukup lama Langit mencuci piring, duduk sekejap mengiinstirahatkan tubuh. Suara mesin mobil yang berhenti membuat Langit terbangun dari tidur sebentarnya.

"Mentari pulang," gumam Langit.

Segera berlari menuju pintu layaknya pelayan, membukakan pintu untuk sang putri. Wajahnya sedikit menekuk, kesal. Benar adanya ternyata Mentari bersama cowok berkulit putih, tinggi yang ideal bagi kaum cowo, dengan rambut hitam yang sedikit diwarnai merah terbelah tengah seperti idol korea.

"Kenapa lo, Ngab," ucap Mentari. Mentari memasang wajah curiga ke Langit. "Lo...lo homo mandang Jeno begitu?"

"Aa kagaklah, ya kali gue suka sama tuh cowo amit-amit. Gue sukanya lo," ucap Langit menaik nurunkan alis.

"Om," sapa cowok yang namanya Jeno.

"Apa kabar, Jeno makin ganteng aja. Udah cocok jadi menantu Om nih," goda Awan. Jeno memandang wajah Awan dengan menaikan satu alis, bingung. Awan mengedipkan sebelah mata.

"Ohh." Jeno mulai paham.

"Hehe bisa aja,Om. Iya Om, Jeno keburu Mentari lulus biar bisa dihalalin," ucap Jeno mengikuti permainan Awan.

Langit mencengkram ponsel yang berada ditangannya, Ah pengen Langit tendang aja tuh Jeno.

"Sana susul Mentarinya kekamar," suruh Awan, membuat Langit semakin meradang.

Jeno bangkit dari duduknya berjalan menuju kamar Mentari, Langit menyusul Jeno. "Mau kemana, Kamu." Awan menarik pergelangan tangan Langit.

"Om, kok bisa sih Mentari sama Jeno disuruh berduaan di dalam kamar."

"Biar lah, nantinya juga bakal jad menantu saya. Emang kamu siapa ngatur-ngatur," sarkas Awan.

Mentari  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang