35. pernikahan (END)

103 7 0
                                    

Acara pernikahan Juan dan Mentari dilaksanakan dirumah Mentari, mereka sepakat untuk tidak menyewa gedung. Acara ijab qabul akan diadakan di masjid terdekat dengan dihadiri dua pihak keluarga.

Di masjid sendiri hanya ada Juan sedangkan Mentari ada di rumahnya lagi di rias untuk menyambut tamu yang kemungkinan akan datang dari siang sampai malam.

Kini Awan menyalami tangan Juan yang dingin, mungkin dikarenakan gugup. Rasa gugup ini mengalahkan rasa gugup ketika sidang skripsi dengan dosen yang sangat galak, melebihi rasa gugup jatuh dari lantai 30, aa enggak itu terlalu berlebihan.

"Sudah siap?" tanya Bapak penghulu yang masih muda, umurnya sekitar 30, andaikan Mentari ada disini, mungkin Mentari gagal nikah dengan Juan karena lebih memilih bapak penghulu tersebut saking gantengnya.

Awan dan Juan menangguk.

"Bismillahirrahmannirrohim, saya nikahkan putri saya Mentari binti Awan Awan Saryanto dengan Ananda Juan Maulana bin Ardan Maulana dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan mas 500 gram dibayar tunai!"

Juan menarik nafas panjang dan menghembuskannya, lalu berucap, "saya terima nikahnya Mentari binti Awan Saryanto dengan maskawin tersebut dibayar tunai!"

"Alhamdulillah." Semuanya mengucapkan hamdalah ketika selesai melontarkan kata sah. Kini Mentari dan Juan resmi menjadi pasangan suami istri.

Di usia yang hampir 22 tahun ini Mentari sudah menanggung kewajiban sebagai seorang istri. Dan diumur 30 tahun, usia yang sangat matang untung pria menikah, Juan sudah sangat siap untuk menuntun Mentari ke surganya Allah dan sudah mampu untuk memenuhi apa yang Mentari mau dalam kategori barang.

Tak perlu tunggu lama, mereka yang ikut ke masjid kini sudah berasa di mobil masing-masing untuk kembali kerumah Mentari, melaksanakan acara selanjutnya.

***

"Mbak, ini gimana saya kebelet pipis." Mentari sudah tidak tahan, dia ingin mengeluarkannya tapi gaun sialan ini mempersulit semuanya.

"Aduhh, Mbak. Dari tadi kok gak mau pipis sih," ujar pembantu perias.

"Lah, Mbak. Kalau saya tau kapan saya mau pipis saya udah dari tadi sebelum dipakaikan gaun udah pipis mbak. Gimana sih!" Dirinya sudah tidak tahan, malah Mbak itu menyalahkannya. Ini sangat menjengkelkan.

"Udah, Lala sama Lili bantu Mentari kekamar mandi."

"Baik." Gaun lebar Mentari diangkat oleh dua orang tersebut. Karena Mentari sudah tidak bisa berjongkok, maka jalan ninjanya adalah pipis berdiri, tentunya celana sudah dibuka terlebih dahulu oleh Lala dan Lili tersebut. Malu? Tentu, tapi mau bagaimana lagi? Tidak mungkin Mentari harus melepaskan gaunnya.

"Udah." Lala dan Lili, kembali mengangkat gaun Mentari. Kalau kalian kenal youtuber Ria Ricis, coba lihat gaun seperti apa yang dia pakai, gaun Mentari sama dengan dia hanya saja berbeda di warna.

Juan menyarankan di acara resepsi, Mentari menggunakan hijab. Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri bukan? Sebagai suami yang baik dan tampan, Juan akan membawa Mentari ke jalan yang baik, lurus dan benar di mata Tuhan bukan manusia.

Perias keluar dari kamar Mentari, mereka disuruh makan oleh Bibi Mentari yang memiliki butik dan kebetulan Mentari sudah selesai hanya menunggu Juan masuk kedalam kamarnya.

Selagi menunggu Juan dia membuka Twitter untuk mengetahui perkembangan idolnya. Masih ingat dengan Mentari yang suka NCT?

"HAH?! demi apa, hari ini rilisnya lemonilo. Ini pesan online bisa kah?" Baru saja Mentari akan memesan mie tersebut namun Juan terlebih dahulu datang.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Juan mendekat ke arah Mentari, menatapnya lama dan mencium kening Mentari sambil merapalkan doa.

"Aamiin," ucap Mentari setelah Juan selesai berdoa. "Bang... eh Mas, kita udah sah kan?"

Mas? Iya, Mentari sudah mengganti panggilan Abang menjadi Mas, sepulang dari komplek Angkasa berujung ketemu Langit si mantan yang sudah gila. Juan mengatakan syarat keduanya ialah, mengganti sebutan Abang menjadi Mas, tentunya disetujui oleh Mentari, itu syarat yang mudah bukan?

"Hari ini hamba resmi menjadi suami seorang Mentari, gadis impian, si pujaan hati, gadis yang selalu aku sebut disepertiga malam. Makasih ya Allah, kau sudah mengabulkan satu dari sekian doaku. Ijinkan hambamu ini bisa untuk menerapkan ajaranmu kepada Istri hamba, bisa membingbing Mentari untuk lebih baik dalam banyak hal salah satunya untuk lebih baik beribadah kepadamu."

Mentari kembali meng- aamiinkan ucapan Juan. "Udah siap, kan?" tanya Juan, tangannya tetap dipuncak kepala Mentari bedanya sekarang dia mengelusnya.

"Udah." Mentari mengangguk.

Juan menarik tangannya yang semula berada dikepala Mentari. Dia mengulurkan tangannya agar Mentari bisa berdiri dengan menumpu pada tangannya.

Berduanya berjalan bergandengan tangan, menuruni satu satu anak tangga. Didalam rumah hanya ada beberapa orang dan itupun hanya para saudara, sedangkan untuk para tamu, mereka dihalam depan menunggu pengantin sambil memakan makanan yang ada di prasmanan.

"Kak Juan!" Fadil menghampiri kakaknya itu dengan berlari, seperti bocah yang baru ketemu dengan kakaknya setelah sekian lama ditinggal.

"Apa?" Juan memberhentikan jalannya hanya untuk meladeni Fadil.

"Kak, Fadil cuman mau nanya. Kakak nanti tinggalnya disini kan? Boleh gak kalau Fadil tinggal disini juga, soalnya Fadil mau kuliah disini." Sesungguhnya pertanyaan itu bisa saja dia simpan dan bertanya ketika acara selesai, namun itulah Fadil, remaja laki-laki yang tidak sabaran.

"Nanti aja, dek," jawab Juan dan meninggalkan Fadil dengan muka yang semringah. Setidaknya pertanyaan yang dia simpan lama telah keluar.

Mentari dan Juan duduk di pelaminan, menunggu para tamu yang akan naik dan menyalaminya.

Seorang cowok dengan tubuh kurus dan duduk dikursi roda menghampiri Mentari dan teman-temannya yang ada diatas pelaminan. Dia tersenyum sendu, dari semua nasib temannya hanya dialah yang memiliki nasib buruk.

"Hai." Pria yang mendorong kursi roda meninggalkan cowok itu bersama dengan teman-temannya.

Semuanya menoleh, dan tersenyum senang.

"Arif bestieku, apa kabar?" Roketlah yang pertama kali memeluk tubuh kurus Arif.

"Gue baik, kalian gimana? Udah ada pasangan? Kerjaannya lancar kan? Pas kuliah dulu kalian gak pernah bolos lagi kan?" Walau dengan senyum yang terpampang dimukanya, teman-temannya tau disenyuman itu ada rasa sedih, kecewa pada diri sendiri tercampur menjadi satu.

"Arif, sumpah gue kangen banget sama lo. Maaf ya gue gak pernah jenguk, gue ada di Jakarta, tadi malam gue baru datang," ucap Adit, dia juga memeluk Arif dengan kerinduan yang sangat dalam. Walau mereka laki-laki, bukan berarti tidak boleh saling rindu ataupun memeluk teman satu sama lain.

Begitulah kisah mereka, ada yang berakhir bahagia ada pula yang berakhir sedih, contohnya Mentari dia bisa bahagia dengan adanya Juan, Langit yang ditinggalkan oleh sang istri walau Langit tidak mencintai Clara tetapi dia tetap merasa kehilangan, Safira yang hidup bersama Angkasa dan punya momongan, dan Arif yang terikat dengan penyakit yang bisa mengangkibatkan kematian.

Semua sudah memiliki takdir masing-masing, mungkin ada yang berfikir Mentari bakal bersama dengan Langit, dan itu semua tidak akan pernah terjadi.

END

Bakal ada tambahan, dua part yang menggunakan sudut pandang satu dari Mentari dan Langit.

Mentari  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang