🍉 akhir cerita🍉

37 3 0
                                    

Note : memakai pov satu dari sudut pandang Mentari.

🍉🌱🍉

Di pagi hari kali ini aku langsung melihat wajah tampan suamiku, dia masih dalam keadaan terlelap, mungkin dia kelelahan karena aktivitas semalam yang tidak bisa aku jelaskan dengan jelas disini, ehh tunggu, seharusnya aku kan yang kelelahan? Tapi kenapa sekarang dia yang lelah.

"Sayang, bangun." Asekk, ucapan sayang yang aku buat, malah terkesan geli, disaat bersama Langit aja aku risih dengan sebutan sayang namun aku tetap diam, tidak ingin menyakiti hatinya.

Mas Juan, menggeliat namun matanya tetap terpejam. "Mas, bangun. Mama mau pulang katanya." Benar saja, Mama dan Ayah akan pulang hari ini juga, dan Fadil ikut tetapi dia akan tinggal di Surabaya.

Fadil akan tinggal di Surabaya tapi bersama Ayahku, kasihan dia kalau ditinggal sendirian. Meski beliau menolak, namun Fadil yang memaksa, anak itu memang mudah akrab dengan orang asing, ingin rasanya aku belajar kepadanya.

OMO! dia membuka matanya, baru saja aku akan menciumnya eh malah bangun duluan, punah deh rencana nikmatku.

"Bangun, mandi, makan, terus anterin mama, papa sama Fadil ke bandara." Dia hanya mengangguk, dan segera beranjak kekamar mandi. Sungguh suami yang patuh, jadi makin sayang deh.

Sambil menunggu Mas Juan, aku membereskan bantal bantal yang berjatuhan karena ada badai semalam, mengingatnya saja aku menjadi malu.

Baru saja membalikkan tubuh, aku terkejut dengan kondisi Mas Juan kali ini. Handuk yang hanya menutupi bagian bawah perut, dan diatasnya dia tidak memakai apapun.

Masyaallah, inimah kek perutnya Jaehyun, Yuta dan Johnny, demi apa! Kini aku melihatnya secara langsung bukan lagi sebatas layar hp, dan aku juga bisa memegangnya secara langsung.

"Dek."

"Hah? Iya, kenapa?"

"Sana mandi, katanya suruh nganterin mama sama ayah?"

"Endak mau, mas. Aku disini aja, malas banget, badan aku lagi gak enak." Benar saja, semua bagian badanku terasa sakit, dan merasa lelah.

Dari raut wajah Mas Juan dia terasa panik, aduhh sumpah kisah novel maupun drama yang aku liat benar benar terjadi sekarang. Sangat beruntung aku memiliki Mas Juan.

"Kamu gak pa-pa?"

"Aku engga pa-pa kok, Mas," ucapku.

***

"Ma, yah, maaf Mentari tidak bisa ngantarkan Ayah sama Mama ke bandara," ujarku ketika mama dan ayah akan memasuki koper yang akan mereka bawa.

"Loh, kenapa, nduk? Kamu sakit?" Mama langsung menyentuh kening untuk mengecheck suhu tubuhku, dari raut wajah Mama mertuaku ini sangat panik.  "Aduhh, Juan. Kamu yo di pikir-pikir dulu pas nganu, mentang-mentang rasanya enak kamu mau terus, dan gak biarin mantu Mama istirahat sampai suhunya panas gini." Ucapan Mama membuat mukaku terasa panas, dan mungkin saja sudah memerah. Kenapa Mama harus se frontal itu, aku lihat Mas Juan mengaruk kepalanya, mengaruk kepala adalah kebiasaan suamiku itu ketika sedang gugup, berbohong dan malu.

"Apa mama baliknya ditunda dulu, ya?" Aku diam saja, biarkan Mas Juan yang menanggapi perkataan dari Mama, sedangkan Ayah dan Fadil juga ikut diam.

"Menurut Juan kalian memang harus disini dulu selama seminggu atau sebulan, baru kemarin acara kita terus mama sama ayah mau pergi aja, istirahat dulu, Ma," kata Mas Juan kepada Mama yang masih bimbang antara pergi sekarang atau menetap selama beberapa waktu.

Menurutku apa yang dikatakan Mas Juan itu benar, selama sebulan mempersiapkan pernikahan dimulai dari gaun, makanan hingga tamu undangan pun diurus oleh Mama dan Bibiku, aku tau Mama pasti merasakan capek.

"Bener, Ma. Mending Mama, Ayah sama Fadil disini dulu."

"Yaudah deh, Mama di Surabaya dulu seminggu. Tapi Mama gak mau satu rumah dengan kalian!" putus Mama. Aku tidak masalah jika Mama sedang tidak mau satu atap dengan kami, dan aku paham kenapa, beliau tidak mau mengganggu suasana pernikahan aku dan Mas Juan padahal aku sama sekali tidak terganggu dengan itu.

"Tapi, Ma. Kalau Mama tidak disini, Mama sama Ayah mau dimana? Di hotel? Kalau di hotel kenapa gak Mama pulang  ke Jakarta aja sekalian!" 

"Cepat! Mau disini atau balik ke Jakarta?!" Fadil menyahut perdebatan Kakak dan mamanya tersebut.

"Drama banget, mau balik aja repot. Tinggal kasih keputusan apa susahnya sih!"

"Biniku astaga! Panas ini sayang, jangan lama-lama!"

Ingin rasanya aku tertawa kencang mendengar gerutuan ayah mertua dan adik iparku itu, ya... ya aku juga merasakan panas matahari ini semakin menyengat, apa lagi dengan kondisi ku yang kurang sehat, mungkin sebentar lagi aku akan pingsan.

"Mama disini! Sama kalian seminggu!" ujar Mama, beliau langsung menarik kopernya kembali. Mama kembali lagi kearah kami, dan langsung menarik tanganku untuk ia bawa ke dalam rumah. "Kamu jangan disini, disini panas!"

Aku menoleh kebelakang, memandang muka cengo mereka. Mama mertuaku ini cukup unik, dengan adanya dia bisa membuatku merasakan kehangatan dari seorang Ibu yang tak pernah aku dapatkan.

Mendengar aku tak enak badan, dia langsung memasaka untukku, jika aku ingin membantu dia langsung mengomel tak memperbolehkanku memegang sedikit pun peralata masak. Apa boleh buat jika sudah dilarang? Aku hanya bisa duduk memperhatikan Mama dengan sesekali menangkap lalat yang akan hinggap di ikan goreng.

"Entar Mama marahin Si Juan! Bisa-bisanya dia bikin istrinya sakit," gerutu Mama membuatku malu, aku sedang mengingat kelakuan Mas Juan yang tak kenal lelah tadi malam. Tanpa aku ceritakan kalian sudah mengerti.

Aku bahagia menikah dengannya, beginilah rasanya jika tak mengenal cinta remaja atau SMA, ketika menikah akan merasakan beribu-ribu kali lipat kebahagiaan dan cinta yang besar. Mendapatkan suami dan Keluarga seperti mereka membuat aku bersyukur.

Beginilah akhir dari kisahku, menikah dengan Juan dan tak tau kabar dari Langit.

Akan ada kisah Langit sendiri dengan kehidupannya ditinggal oleh Clara, akan dipublikasikan entah kapan tetapi di Aplikasi Fizzo.















Mentari  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang