Chain 01

114 21 26
                                        

Aku terbangun sekitar jam setengah enam pagi, langit sudah mulai terang, namun belum cukup terang untuk membuatku memberanikan diri bangkit dari kasurku. Jam enam kurang sepuluh, saat langit sudah benar-benar terang barulah aku mendapatkan keberanian untuk berjalan menuju lemari pakaian. Mengambil seragam batik dan rok abu-abu untuk berangkat sekolah. Namun, langkahku terhenti tepat di meja belajarku.

Ada dua buah lengan cardigan pesanan customerku di atas sana. Seingatku aku baru saja menyelesaikan satu bagian tangannya kemarin, tapi kenapa sekarang bagian lengab cardigannya jadi ada dua begini? Maksudnya ... beneran udah selesai gitu. Dua lengan, rajutannya juga sempurna.

Kejadian semalam bisa saja aku anggap sebagai mimpi, tapi gak mungkin juga aku lupa kalau aku belum menyelesaikan pekerjaanku, 'kan? Apalagi cardigan, nyelesaiinya aja bisa makan waktu berhari-hari, mana mungkin aku bisa menyelesaikannya dalam waktu sebentar dengan pesanan lainnya yang juga harus kukerjakan?

Aku menghembuskan napas panjang dengan degup jantung yang tidak teratur, kakiku melangkah ke luar kamar dan terkejut saat mendapati suasana yang temaram. Ah, semalam aku memang tidak mematikan lampu kamarku karena ketakutan, padahal aslinya aku tidak bisa tidur kalau kamarku terang. Anehnya semalam aku tidur nyenyak-nyenyak saja, mungkin karena efek ketakutan dan kecapekan juga.

"Kiano? Kamu udah bangun belom?" Aku mengetuk pintu kamar adikku yang terletak agak sebelah kiri di seberang kamarku. Karena tidak ada jawaban, aku berinisiatif untuk membuka pintu kamar Kiano yang memang tidak pernah dikunci olehnya dan mendapati adikku yang masih tertidur memeluk boneka bebeknya.

Senyumku mengembang saat melihat satu set seragam beserta pakaian dalam Kiano diletakkan di atas meja belajarnya, di sampingnya ada tas yang saat aku periksa sudah tersusun buku-buku yang harus dibawanya hari ini. Astaga, dia bahkan lebih rapi daripadaku. Harus kuakui, dia cukup mandiri di usianya, berbeda denganku saat masih seusianya.

Dan karena yang harus dilakukan Kiano hanyalah mandi dan sarapan, jadi aku memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Kalau saat aku selesai mandi dia masih belum bangun, baru aku akan membangunkannya sambil menyiapkan sarapan untuk kami berdua.

Ngomong-ngomong, aku akhirnya menggunakan kamar mandi yang letaknya ada di sebelah televisi di ruang tamu. Ogah banget masuk ke kamar mandi kamarku setelah apa yang terjadi semalam. Membayangkan bahwa tulisan berdarah itu masih ada di kaca kamar mandi membuatku bergidik ngeri. Jujur, aku sebenarnya takut untuk mandi, tapi masa iya aku gak mandi ke sekolah?

Aku sendiri bukan tipe orang yang betah berlama-lama di dalam kamar mandi, apalagi mengingat kejadian beberapa jam yang lalu mengenai kamar mandi. Saat aku ke luar kamar mandi, Kiano sudah bangun dengan wajah yang masih setengah mengantuk.

Sudah aku bilang kan kalau adikku ini sangat mandiri? Aku benar-benar harus banyak bersyukur karena memiliki adik seperti Kiano meskipun kami hanya hidup berdua saja.

"Kakak gak mandi di kamar kakak?" tanyanya bingung yang hanya aku bisa balas dengan ringisan. Gak mungkin juga aku menceritakan apa yang terjadi semalam, bisa-bisa adikku ini langsung ketakutan.

"Gak apa-apa, kok. Kamu langsung mandi aja, ya? Kakak siapin sarapan dulu." Buru-buru aku mengalihkan pembicaraan. Kiano mengangguk kemudian berlalu ke kamarnya yang juga memiliki kamar mandi di dalamnya.

Melihatnya yang dapat pergi ke kamar mandi tanpa rasa beban membuatku merasa bersyukur karena dia pasti tidak mengalami hal yang terjadi kepadaku semalam.

Aku pikir yang semalam itu kali pertama dan terakhir aku mendapatkan kejadian semacam itu, tapi selama seminggu penuh aku hidup penuh ketakutan untuk masuk ke kamarku sendiri. Pesan tanpa nada teror di kaca kamar mandi tapi ditulis dengan darah serta suara-suara orang yang sedang bekerja di belakangku saat aku tidur diikuti dengan hasil rajutan rapi di atas meja belajar pagi harinya, membuatku bertekad kalau hal ini benar-benar harus dipecahkan.

Slip Stitch [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang