PROLOG

156 25 13
                                    

Kiana menatap Kiano, adiknya yang sedang duduk berjongkok di depan pintu rumahnya sambil menenggelamkan kepalanya di tangan. Dari gerakannya, terlihat jelas kalau cowok berusia enam tahun itu hampir tertidur.

"Kiki, kenapa gak masuk?" Kiana ikut berjongkok di hadapan Kiano sambil mengusap rambut adiknya rersebut. "Ngantuk? Kamu udah berapa lama di sini?"

Kiano mengangkat wajahnya kemudian mengusap air matanya dengan tangan mungilnya. "Dari aku pulang dari rumah tante Gina, Kak. Tadi sambil nungguin kakak, aku sempet main di lapangan sebentar. Tapi aku takut kakak khawatir kalau aku gak ada di rumah jadi aku mainnya cuman sebentar. Aku gak bisa masuk, pintunya dikunci ...," cicitnya membuat Kiana kontan langsung merasa bersalah.

Kiano pulang sekolah sekitar jam sepuluh pagi, biasanya dia akan bermain sebentar di rumah tante Gina—tetangga mereka yang memiliki anak seumuran Kiano—hingga jam satu saat Kiana kembali ke rumah. Karena sebelumnya Milan—anaknya tante Gina—sempat memamerkan video games barunya dan Kiano meminta izin jika mungkin dia akan pulang terlambat. Kiana sih tidak masalah, setahu dia anak kecil kalau main begituan kan lama, jadi tadi dia iyakan saja ajakan temannya untuk kerja kelompok. Mana sekarang sudah hampir jam empat sore lagi. Harusnya dia mengabari tante Gina dulu sebelumnya.

"Maaf ya, Ki. Tadi kakak ada kerja kelompok jadi pulangnya telat. Kiki kalau mau main sama Milan yang lama gak apa-apa kok sebenarnya. Kan rumahnya dekat." Kiana tersenyum kemudian bangkit dari posisinya dan mengulurkan tangannya ke Kiano. "Yaudah, yuk masuk!"

Kiano ikutan berdiri dan menyambut tangan kakaknya dengan wajah mengantuk. "Kakak udah makan? Tadi aku udah makan sama Milan di rumahnya tante Gina, terus dikasih ini—buat kakak katanya." Kiana baru sadar kalau di sebelah Kiano ada sebuah rantang makanan.

"Udah, kok. Itu buat makan malem aja, ya? Kamu gak usah tidur siang, nanti malem tidur cepet aja. PR kamu nanti kakak bantu kerjain, oke? Sekarang mandi, ya." Kiano mengangguk dan langsung berlalu ke kamarnya membawa tasnya.

Kiana menarik napas lelah, kemudian menjatuhkan dirinya ke sofa ruang tamu dekat pintu masuk. Ponselnya berbunyi beberapa saat kemudian, ada satu pesan dari Sofia—sahabatnya yang juga meng-handle online shop crochet miliknya. Tentu dia tahu itu pesan dari Sofia karena bunyinya dia bedakan sendiri. Semenjak ibunya meninggal, satu-satunya orang penting dalam hidupnya selain Kiano ya, Sofia.

Sofia :
babeee
ada comission lagi nih, tp cardigan
is it too much? kyknya lo close comission dulu deh. gue takut lo gila karena kebanyakan kerja:(

Kiana terkekeh sebentar membaca pesan Sofia.

Kiana :
kirim detailnya ya, biar gue bisa kira-kira mau ngasih harga berapa.
btw iya, close aja dulu. banyak yg blm kelar jg -_-
tapi toko yg di oren sm ijo jgn ditutup, comission aja yg di close.

Sofia mengirimkan forward dari customer-nya dan Kiana mulai mengambil kertas dan menghitung-hitungnya. Berdasarkan harga benangnya-of course, tingkat kesulitannya, dan lama waktu pengerjaannya secara kira-kira. Beberapa menit kemudian dia kembali mengirimkan detailnya ke Sofia yang dibalas gadis itu dengan singkat dan hanya dibalas Kiana dengan sebuah sticker dari WhatsApp.

"Kakak gak ganti baju?" Kiano ke luar dari kamarnya dengan tampilan yang sudah jauh lebih segar dari sebelumnya. Dia memakai kaus rumah berwarna merah dengan celana pendek selutut yang warnanya senada. Tangannya memeluk satu buku cetak dengan dua buku tulis serta tempat pensil. "Katanya mau bantuin aku kerjain PR."

Kiana menarik bibirnya ke atas kemudian mengambil tasnya dan berlalu ke kamarnya dengan cepat—dia sempat menepuk pelan kepala adiknya sebelum benar-benar masuk ke kamarnya. Dia gak membutuhkan waktu lama untuk mandi dan segera memakai dasternya yang nyaman kemudian menghampiri adiknya yang sedang fokus mengerjakan tugasnya di depan televisi yang dibiarkan menyala begitu saja.

"Kalau ada yang gak ngerti tanya aja, ya. Kakak mau ngerajut dulu." Kiano hanya bergumam sebagai jawaban, sementara Kiana yang sudah membawa perlengkapan perangnya dari kamar, memulai pekerjaan wajibnya mencari nafkah.

Kiana beberapa kali melihat catatan yang sudah dia tuliskan polanya untuk berbagai round, sesekali mengganti benangnya dengan warna lain guna menciptakan warna yang beragam dalam satu cardigan.

Karena satu-satunya sumber penghasilannya dari hasil merajut—meskipun ada beberapa warisan orang tuanya yang masih tersisa—tidak heran kalau Kiana terkadang memaksakan dirinya untuk tidur saat sudah larut malam.

Gak apa-apa. Yang penting online shop-nya sudah cukup sukses sekarang.

Mungkin karena terbiasa tidur siang, Kiano sendiri langsung tertidur nyenyak di jam setengah sembilan malam, sementara Kiana akhirnya memutuskan untuk tidur di jam setengah satu malam. Lebih cepat dari kemarin.

Seperti sebuah kebiasaan sejak kecil, Kiana masuk ke dalam kamar mandi di dalam kamarnya, hendak buang air kecil. Namun belum sempat kakinya menyentuh lantai kamar mandi, air seninya sudah lebih dulu keluar membasahi celana dalamnya ketika dia menemukan tulisan yang ditulis dengan darah di atas kaca kamar mandinya.

Kakinya melemas, detak jantungnya nyaris berhenti dengan napas yang memburu seperti tercekik. Mata Kiana terus melotot hingga tubuhnya merosot dengan sendirinya diikuti dengan suatu cairan membasahi celana dalamnya seperti air keran.

Kiana terus menatap ke arah kaca kamar mandinya hingga akhirnya dia sadar dengan tulisannya.

KENAPA BEGADANG TERUS? KAMU MASIH HARUS SEKOLAH BESOK.

Sejujurnya Kiana ingin lari sekencang-kencangnya ke kamar Kiano, tapi kakinya seolah tertahan oleh sebuah beban berat entah darimana yang membuatnya bahkan tidak bisa menggerakkannya.

Dia takut untuk berbalik dengan kemungkinan akan melihat sesuatu yang tidak dia inginkan.

Dengan sisa keberanian yang ada, Kiana bangkit dan menutup pintu kamar mandinya. Tanpa ada pikiran untuk membersihkan bekas pipisnya, Kiana berjalan ke kasurnya dan menenggelamkan tubuhnya ke dalam selimut. Tunggu langitnya terang, dia akan membersihkan diri setelah itu.

Kiana benar-benar merasa ingin menangis ketika sekali lagi telinganya menangkap suara dari meja belajarnya. Suara kursi digeser, diikuti suara berdenting yang entah dari mana.

***

ya, begitulah. semoga suka! updatenya setiap hari senin gak suka-suka kyk cerita sebelumnya, wkwkwk. tungguin yah.

baca juga cerita lainnya dongggg
1. Slip Stitch (cerita ini) setiap hari Senin.
2. Ketika Buku Kamis Bercerita oleh baihaqisr setiap hari Kamis
3. Setangkai oleh trzvzn setiap hari Sabtu
4. Soothing Umbrella oleh lovely_taa29 setiap hari Minggu

atau bisa lihat di reading list aku, 'the things series' thank you!

20.45 // 20 September 2021

Slip Stitch [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang