"Jadi dia gak pergi? Sia-sia dong gue bayar si mbah itu." Kayla berujar menyalahkan si mbah-mbah itu, padahal memang aku saja yang tidak mau mengusir Sihan.
"Bayarnya pake harga temen, ya?" candaku yang justru dibalas dengan cengiran dengan arti 'iya' dari Kayla. Aku sudah bilang belum kalau si Mbah yang kemarin itu salah satu kenalan dari sepupunya Kayla?
Tsania masih fokus menatap buku catatanku yang bertuliskan pesan berdarah dari Sihan. Sesekali tangannya bergerak memegang tulisan tersebut, sama sepertiku, sepertinya dia juga ingin memastikan keaslian darah tersebut. Walaupun darahnya sudah kering, sih.
"Yaudah lah, gak apa-apa. Si Mbah juga baik udah ngusir setan yang lain, si Sihan gak keusir. Gue pikir kalau ngundang dukun nanti rumahnya dipagerin gitu?" tanyaku balik.
"Apa itu Sihan? Panggilan sayang?" Aku nyengir saja mendengar kalimat Tsania.
"Biar singkat aja. Sihan, Si hantu tapi tu-nya dihilangin," ujarku menjelaskan.
Tsania menggeleng-gelengkan kepalanya tidak habis pikir. "Tapi, Ki. Kalau emang si Sihan ini bahayain lo, mending lo bakar aja boneka lo. Kalau soal kerjaan ... mungkin lo bisa rekrut orang buat bantuin ngerajut? Lo tinggal kasih polanya aja. Toh, sebenernya lo bukan orang miskin. Kiano aja dirawatnya di kamar VVIP."
Sebenarnya aku memang sudah memikirkan soal merekrut orang lain untuk membantuku merajut. Tapi memang sejauh ini aku selalu berpikir kalau aku masih bisa meng-handle semuanya. Aku bahkan sudah berencana untuk mengambil satu tahun gap year untuk fokus dengan tokoku dan belajar untuk masuk ke perguruan tinggi. Mungkin memang secepatnya aku harus merekrut orang lain untuk membantuku.
Tapi Sihan tidak berbahaya seperti yang dikatakan Tsania, kok???
"Sihan gak pernah ngapa-ngapain gue, kok," bantahku sambil cemberut.
Sofia yang sedang tiduran di pahaku menatapku dengan bingung. "Terus luka di kepala lo gara-gara apa, dong?" tanyanya setelah diam hanya mendengarkan.
Aku secara otomatis langsung memegang luka di kepalaku. Ngomong-ngomong, iya, kita sedang berada di kamarnya Kiano. Tapi Kianonya lagi sibuk nonton film di ponselnya menggunakan headset, kok.
Jujur saja, aku sempat jengkel ketika mereka terlalu ikut campur hingga Sihan hampir pergi. Tapi tetap saja aku membutuhkan seseorang untuk menumpahkan segala kebingunganku dengan kejadian akhir-akhir ini. Soal Sihan, soal aku yang mulai bisa melihat hal-hal gaib, soal Kiano yang ikutan diganggu oleh hantu entah dari mana, dan banyak lagi. Tentu yang terbaru soal hantu wanita semalam karena aku hampir saja terbunuh olehnya.
Ceritaku meluncur begitu saja dengan tangan yang bergetar. Dadaku agak sesak saat menceritakannya, dengan suara yang aku tebak seperti orang yang akan menangis. Tapi enggak, aku sedang tidak ingin menangis, kok. Aku menceritakan semuanya dengan lengkap. Bagaimana wanita itu secara tiba-tiba muncul dan menjambak rambutku kemudian membenturkan kepalaku berkali-kali ke tembok. Aku juga menceritakan soal bagaimana secara tiba-tiba aku merasa 'diselamatkan' oleh sesuatu.
"Wait, wait. Jadi ... sekarang yang ganggu lo bukan cuman satu hantu doang?" Sofia mulai terduduk ketika aku mengakhiri ceritaku.
Aku mengangguk dengan agak ragu-ragu. "Sebenernya baru sekali ini doang, sih, gue diganggu. Tapi sebelumnya Kiano diganggu sama kunti gitu? Gak tau juga, sih. Tapi besoknya dia langsung demam," ceritaku lagi.
"Jadi, sekarang lo malah bisa lihat?" tanya Kayla lagi yang aku jawab dengan anggukan kepala.
"Cuman sesekali doang, sih. Yang wujudnya jelek banget baru yang semalem aja, selebihnya cuman bikin kaget-kaget doang," jawabku lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Slip Stitch [COMPLETED]
Novela JuvenilMimpi buruk Kiana dimulai ketika pesan bertuliskan darah itu muncul di kamar mandi pada suatu malam. Kejadian-kejadian mengerikan yang dia alami-entah pesan berdarah di kamar mandinya atau suara-suara di tengah malam-membuatnya bingung antara harus...