Chain 21

48 10 5
                                        

Teriakan dari luar kamar mandi tentu membuat fokusku dan Tsania jadi berganti. Kami sempat berpandangan sejenak hingga akhirnya berlari ke luar kamar mandi. Tsania menghampiri Kayla dan Sofia yang sudah jatuh terduduk, sementara aku berlari ke arah saklar lampu untuk menyalakannya.

Sepertinya memang ada sesuatu yang menyeramkan terjadi ke keduanya saat aku melihat keadaan mereka. Kayla terduduk dengan posisi menunduk dan tangan yang melingkar menutupi wajahnya. Di sampingnya Sofia terlihat memasang wajah syok dengan napas yang memburu seperti sedang dikejar sesuatu.

"Hey, kalian gak apa-apa?" tanyaku sambil memegang bahu keduanya.

Tsania berjongkok di samping Kayla dan mulai bertanya, "Kenapa? Kalian lihat apa?"

Sofia jadi yang pertama merasa tenang dan akhirnya bisa menjawab, "Cewek ...." Tapi dia bahkan tidak bisa menyelesaikan kalimatnya.

"Nyokap gue?" tanyaku yang langsung dibalas dengan gelengan kepala oleh Sofia.

"Bukan. Bukan nyokap lo," sambung Kayla yang sudah mulai mengangkat kepalanya. "She's so ... ugly. But, that's what make her scary."

Aku menghembuskan napas panjang dengan tangan yang masih berapa di balik punggung Sofia. "Lo yakin bukan nyokap gue? Lo tahu kan, nyokap gue meninggalnya karena ...." Aku menghentikan kalimatku, berharap mereka tentu bisa mengerti maksudku.

Kayla kembali menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Bukan. Bukan nyokap lo," jawabnya lagi. "Dia lebih mirip kayak ... monster? Ukuran badannya sih kayak manusia biasa, but her face and appearance ...." Kayla menoleh ke arah Sofia yang hanya Sofia balas dengan helaan napas panjang.

Aku tidak tahu harus merespon seperti apa lagi, tapi akhirnya Tsania juga menceritakan apa yang kami lihat barusan. Persis seperti DM Instagram yang Kayla beritahu tadi pagi. Wajahku, tapi versi cowoknya.

Sekarang aku beneran bingung. Padahal aku pikir Sihan itu mama, tapi sepertinya ada lagi bukti-bukti lainnya yang mengatakan sebaliknya.

"Kalian mau minum dulu gak? Gue ambilin di dapur," tawarku yang dibalas dengan gelengan kepala.

"Emangnya lo berani?" tanya Tsania balik.

Aku mengangguk. "Kiano aja udah berani tidur sendiri di kamarnya abis lihat mbak K, masa iya gue gak berani," jawabku yang langsung bangkit dari posisi duduk. "Lagian yang ada di rumah ini gak ada apa-apanya sama yang di rumah sakit dan sekolah kita," lanjutku seraya berjalan menuju pintu kamarku. Walaupun mereka bilang tidak butuh minun, tapi aku akan tetap mengambilkannya. Mengingat betapa syoknya wajah Kayla dan Sofia tadi.

Tapi baru satu langkah aku berjalan, Kayla sudah menahan kakinya. "Kita di sini aja. Berempat terus. Lagian di meja lo kan udah ada botol se-liter yang masih penuh. Cukuplah buat berempat sampai nanti pagi," cegahnya. Ternyata Kayla memang tidak seberani yang aku pikir. Aku jadi penasaran, sosok seperti apa yang baru dilihatnya.

Sudah pukul setengah satu malam, aku akhirnya menurut dan mengajak ketiga temanku untuk tidur saja. Namun, lagi-lagi Kayla mencetuskan ide gila lainnya.

"Kalau lo sepenasaran itu apa Sihan punya hubungan darah sama lo. Kenapa gak tes DNA aja?" celetuknya dengan posisi terduduk di atas kasurku. "Lo bisa ambil sampel darahnya, lo bisa ... pake rambut atau kalau lo mau ambil darah lo sendiri juga bisa?"

Apa hal itu tidak akan membuatku jadi tambah bingung? Katakanlah ternyata Sihan memiliki hubungan darah denganku, tetap saja, pilihannya ada dua. Mama atau cowok barusan. Kalau ternyata cowok tadi ... dia itu siapa?!

Tapi, kalau ternyata kami tidak memiliki hubungan darah ... terus Sihan itu siapa?! Gimana caranya aku mencari tahu jika segala kemungkinan terbuka lebar?

"Kay, gak usah an—"

"Boleh juga tuh, ya," jawabku memotong ucapan Tsania.

"Ki! Gila apa lo?!" Tsania kelihatannya speechless dengan responku.

Gila, ya? Sepertinya aku memang sudah tidak lagi waras semenjak bisa melihat terlalu banyak.

"Lebih mendingan daripada kita manggil-manggil setan kayak sebelumnya, 'kan?" balasku santai. Setidaknya hal ini bisa memperkecil kemungkinan.

Aku berusaha untuk tidak pergi ke kamar mandi dulu agar Sihan tidak menghapus tulisannya. Kami berempat—iya, jalannya berempat-empat—pergi ke dapur untuk mencari-cari wadah atau plastik kecil untuk menampung darah Sihan. Aku tidak tahu bagaimana prosedur tes DNA, mentok-mentok lihat difilm atau sinetron. Tapi, ya, ada tiga orang lainnya di sisiku yang mungkin bisa membantu.

Waktu ke kamar mandi-pun kami berempat. Aku memimpin di depan dan membuka pintu kamar mandi. Lampunya masih mati ternyata, sepertinya karena tadi panik mendengar teriakan Kayla dan Sofia, aku dan Tsania sampai lupa menyalakan lampu kamar mandi sebelum keluar.

Setelah lampu dinyalakan, barulah aku bisa membaca tulisan Sihan dengan jelas.

JANGAN MAINAN YANG ANEH-ANEH. BAHAYA.

Kali ini ada dua pesan. Yang barusan itu yang pertama, yang satu lagi ditulis agak lebih kecil di bawahnya.

KAMU ADA PR BHS INGGRIS. DIKUMPULIN HARI SENIN.

"Wow. Gue aja lupa kita punya PR," celetuk Sofia hampir berbisik.

Aku sudah tidak terlalu memperhatikan ketiga temanku yang berada tepat di belakangku. Aku hanya berfokus untuk memasukkan darah Sihan ke dalam sebuah wadah kecil bekas obat yang sudah aku bersihkan sebelumnya. Tanganku bergerak mengusap tulisan tersebut hingga tulisannya hampir terhapus dan menampungnya di wadah tadi.

"Segini cukup gak?" Sofia meringis jijik melihatnya saat aku menunjukkan wadah berisi darah tersebut ke teman-temanku.

Tsania mengangguk. "Udah cukup segitu. Daripada lo ambil darah lagi, mendingan lo pake sampel rambut lo aja, deh." Kali ini aku yang mengangguk.

Sekembalinya kami ke kamar, aku langsung menarik beberapa helai rambutku dan memasukkannya ke sebuah plastik es yang juga aku dapatkan dari dapur barusan. Kedua sampel itu aku letakkan di atas meja riasku berdampingan. Besok, tepatnya di hari Sabtu kami akan mulai mencari tahu rumah sakit terdekat untuk memeriksanya dan pergi ke sana bersama-sama.

"Yaudah lah. Kita tidur aja. Udah hampir jam satu," ajak Sofia yang sudah lebih dahulu tiduran di atas kasurku.

Badanku sudah terasa lelah sekali, dan aku tebak mereka bertiga juga sama lelahnya denganku. Terlihat dari wajah ketiganya yang sudah lesu dengan mata sayu. Jadi aku pikir kami akan langsung tertidur dengan cepat dan mungkin akan terbangun siang sekali.

Tapi ternyata, baru saja rasanya aku masuk ke alam mimpi, Tsania sudah membangunkanku dengan panik. Aku melirik ke arah jam dinding yang tertempel di atas meja riasku, belum ada dua jam aku tertidur ternyata.

Aku dan Sofia sama-sama dibangunkan oleh Tsania. Saat kesadaranku sudah mulai penuh, akhirnya aku tahu alasan Tsania membangunkan kami.

Kayla yang tertidur di paling ujung kasur, sedang menangis. Dia menangis tapi matanya terpejam. Awalnya aku sempat ingin protes ke Tsania dan mengatakan kalau mungkin Kayla hanya bermimpi buruk. Tapi, berapa kalipun kami berusaha, Kayla tetap menangis sambil tertidur.

***

by the way ini agak telat sih, tp happy new year! harusnya aku ngucapin di chap 20, tapi lupa, wkwk. semoga tahun ini kita semua dipenuhi sama hal-hal baik dan dijauhi sama semua hal yg jelek. welcome 2022🎉💖✨

lunas yaa buat yg hari ini, makasih udh baca. see u <333

22.44 (angkanya cantik) // 3 Januari 2022

Slip Stitch [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang