Aku bisa melihat keterkejutan di wajah Atha ketika aku turun dari motor diikuti oleh dirinya dan langsung membuka helm. Sepanjang perjalanan tadi aku menangis, memikirkan bagaimana nasibku ke depannya. Semuanya terasa terjadi bertahap. Dari tulisan berdarah, sekelabatan bayangan hantu yang bisa aku lihat, hingga hampir semua jenis makhluk menyeramkan yang selalu muncul di hadapanku. Bisa saja ke depannya aku malah bisa mendengar suara atau bahkan berkomunikasi dengannya.
Aku gak mau. Diprank pakai suara ketawa kuntilanak aja aku sudah ketakutan, apalagi dengar suara yang asli.
"Mau masuk ke rumah sekarang?" Atha bertanya dengan nada penuh pengertian yang langsung aku angguki saja. Sebenarnya aku tidak suka memperlihatkan diriku yang habis menangis di depan Kiano, apalagi posisinya aku pulang sekolah terlambat.
"Gak apa-apa, kok. Kamu mau masuk juga apa langsung pulang? Atau mau makan malem di sini aja bareng yang lain?" tanyaku berusaha untuk mengalihkan fokus.
Atha terlihat menimang-nimang sebelum akhirnya menjawab, "Aku langsung pulang aja gak apa-apa, ya? Nanti malem aku telepon." Aku mengangguk sebagai jawaban disertai dengan senyuman tipis.
Ketiga temanku yang sedang berada di dalam rumah itu bukan anak strict parent yang mengharuskannya pulang sebelum jam enam sore. Jadi bisa ditebak mereka akan makan malam di rumahku juga.
Ketika aku masuk dan menutup pintu rumahku, barulah suara motor Atha terdengar menjauhi rumahku. Jelas sekali dia memastikanku untuk masuk ke dalam rumah dengan aman. Kalau dipikir-pikir, dia memang selalu melakukan itu sejak awal pacaran, aku saja yang tidak tahu diri dan terlalu tutup mata.
Yah, pokoknya hidupku benar-benar melelahkan beberapa hari ini.
"Kakak?" Rasanya aku ingin menangis sekali lagi ketika mendengar suara anak kecil dengan nada yang sarat akan rasa khawatir itu. Aku berusaha untuk tetap tenang dan tersenyum sebagai tanggapan. "Kakak habis nangis?"
Aku menggeleng. "Enggak, kok. Tadi matanya kelilipan pas pulang naik motor," jawabku berbohong. "Kiano udah makan siang?"
Kiano mengangguk, tapi yang menjawab pertanyaanku adalah Tsania, "Udah tadi kita beliin rice bowl di GoFood. Ada juga buat lo."
"Makasih, ya," ujarku lemas sambil mengajak Kiano kembali menghampiri teman-temanku.
Seperti yang aku katakan sebelumnya, mereka bertiga benar-benar pulang dua jam lebih setelah makan malam setelah Sofia mulai diteror oleh mamanya. Aku benar-benar bersyukur karena mereka tidak mengungkit-ungkit apapun soal kondisiku di depan Kiano. Kita hanya mengobrol saja dengan biasa hingga jam makan malam dan juga saat makan malam, walaupun aku sendiri lebih banyak diam juga. Barulah ketika sekitar jam setengah delapan Kiano masuk ke kamarnya untuk mengerjakan PR, kami bicara.
Ngomong-ngomong, iya, akhirnya Kiano sudah berani masuk ke kamarnya sendiri. Sejak kemarin dia juga sudah tidur sendiri di kamarnya.
"Ki, gue tahu lo udah gak masuk seminggu lebih ke sekolah, tapi menurut gue, mending lo istirahat aja kalau emang lagi gak enak badan. Paling cuman dua-tiga hari, 'kan?" Kayla langsung membuka percakapan di antara kami berempat.
Aku tertawa kecil sebelum menjawab, "Iya, gue gak enak badan. Tapi bukan karena sakit kayaknya." Ketiganya langsung menatapku bingung yang aku balas dengan cengiran saja.
"Ini ... ada hubungannya sama yang di kamar mandi itu?" Aku tidak menggeleng ataupun mengangguk ketika Sofia berbicara pelan dengan nada ragu-ragu.
Aku masih berusaha untuk berpikir kalau ini tidak ada hubungannya dengan Sihan, tidak mungkin juga mama tega membuatku berada di posisi seperti ini karena beliau tahu sekali kalau aku penakut. Apalagi di awal-awal kemunculan tulisan itu, tidak ada yang berubah dari hidupku, kok. Namun, di sisi lain, kenyataannya memang semuanya terjadi setelah tulisan dari Sihan muncul.
"Kia?" Bibirku mulai bergetar sekali lagi saat Kayla memanggilku.
Cerita soal hari-hari menyeramkan yang aku lalui selama ini meluncur begitu saja dari bibirku tanpa bisa dicegah. Puncaknya tentu tadi siang setelah melihat sosok lainnya ketika sedang menyelesaikan ujian matematika. Mungkin juga karena aku merasa energiku seperti terkuras habis saat melihat makhluk-makhluk tersebut hingga aku jadi lemas dan pingsan.
Aku pernah dengar kalau hantu memang mendapatkan energi dari rasa takut manusia. Dan katanya juga, hantu membutuhkan energi yang banyak untuk bisa muncul di hadapan manusia. Makanya kalau di foto atau video penampakan, jarang sekali ada yang terlihat benar-benar jelas. Sepertinya memang ada beberapa hantu yang mendapatkan energi secara cuma-cuma dari rasa takutku dan membuat tubuhku jadi terasa lemah setiap harinya akibat kemampuan baruku ini.
Sofia yang duduk tepat di sebelahku, menepuk-nepuk bahuku, berusaha untuk menenangkanku yang sudah menangis sejak awal bercerita. Bebanku serasa terangkat sedikit saat aku berhasil menguapkan segalanya dengan menangis dan bercerita, walaupun tidak sepenuhnya.
"Tapi, ya ... bukannya buat nakut-nakutin lo, nih. Cuman, apa lo yakin kalau yang kasih pesan ke lo itu beneran semacam ... hantu?" Kayla akhirnya buka suara sementara kami bertiga langsung menatapnya bingung. "Menurut gue aneh aja gitu. Masa iya lo udah bisa ngelihat segala macam hantu tapi Sihan tetap gak kelihatan? Apalagi sebenarnya dia udah diusir sama si Mbah itu tapi tetap gak hilang, 'kan?" Untuk kalimat yang terakhir, itu karena aku tidak menuruti ucapannya untuk membakar bonekanya, aku hanya menjawab pertanyaan Kayla di dalam hati.
Kayla menoleh ke kanan-kiri dengan gerakan berhati-hati. "Jaman sekarang ... manusia itu lebih seram daripada hantu, lho," lanjutnya lagi, kali ini dengan suara yang direndahkan.
***
double up atau enggak hari ini tergantung mood, xixi. minggu lalu aku cmn dapet nulis satu chapter krn keasyikan nonton law school, wkwkwkwk. seru bgtttt
trs yah, minggu ini aku usahain mulai produktif lagi, semoga bisa😅😅😅 wkwk
see u on the next chapter. entah minggu depan atau nanti malem, let's see👀
20.50 // 27 Desember 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Slip Stitch [COMPLETED]
Teen FictionMimpi buruk Kiana dimulai ketika pesan bertuliskan darah itu muncul di kamar mandi pada suatu malam. Kejadian-kejadian mengerikan yang dia alami-entah pesan berdarah di kamar mandinya atau suara-suara di tengah malam-membuatnya bingung antara harus...