Chain 09

47 12 4
                                    

Dua minggu sudah berlalu sejak si Mbah datang dan menyuruhku untuk membakar boneka beruang biruku yang sama sekali tidak aku turuti. Aku juga tidak tahu kenapa, tapi aku hanya merasa ... kalau itu salah. Hatiku mengatakan kalau aku tidak boleh mengusir si hantu, jadi aku biarkan saja. Bahkan sekarang boneka tersebut tidak lagi aku simpan di dalam lemari, melainkan aku letakkan di nakas samping tempat tidurku.

Ngomong-ngomong, akhirnya aku kembali membuka commission untuk online shop-ku. Sebelumnya, setelah merampok scrunchies saat menginap di rumahku, tanpa diminta, Kayla langsung mempromosikan olshop-ku. Dengan 165.000+ subscribers di YouTube-nya, tentu saja olshop-ku jadi ramai. Thanks to si hantu yang tanpa diminta bisa menjadi tenaga kerja tambahanku.

Karena Sofia terlambat mengumumkan kalau commission-nya sudah close, pesanan yang masuk jadi segunung. Mau tidak mau aku harus kembali ke jadwal tidurku sebelum bertemu Sihan alias si hantu.

Iya, aku sudah memutuskan untuk memberikannya panggilan agar lebih singkat saja.

Hari ini, aku begadang setelah sebelumnya Sihan menegurku karena mulai begadang lagi. Ya, mau gimana lagi, aku kan butuh uang! Kecuali si Sihan bisa memberiku uang untuk hidup, baru deh aku bisa tidur nyenyak setiap hari.

Jika sedang merajut begini, pikiranku selalu melayang kemana-mana sehingga suka lupa, ini udah berapa round ya. Tapi ya tetap aja gak bisa fokus.

Beberapa hari ini yang menjadi topik overthinking-ku, ya, si Sihan ini. Sudah sebulanan ini, sih, semenjak dia pertama kali muncul. Tapi tentu saja sejak komentar-komentar di Instagram live Kayla dan kalimat setan yang merasuki Kayla tempo hari, tentu saja aku jadi kepikiran.

Hantunya cowok? Entah kenapa aku merasa ragu. Bukannya apa-apa, kalimat yang ditulis dengan nada penuh perhatian itu tidak terlihat seperti ditulis oleh cowok. Ya, kayak aku bisa bedain aja mana kalimat yang diucapkan oleh cowok sama cewek.

Tapi ... paham gak sih? Aku tetap merasa itu gak masuk akal, apalagi Kiano pernah melihat perempuan dengan rambut terikat kapan hari. Apa jangan-jangan memang benar kata si Mbah kalau hantu di rumah ini gak cuma satu?

Kalau membicarakan soal cowok ganteng, cowok ganteng versiku itu ... cinta pertamaku. Usianya terpaut delapan tahun denganku, hehe. Namanya Darel Haidar. Simple, tapi Darel itu artinya yang tercinta. Cuman ngasih tahu aja, sih.

Dan iya, bagiku yang terganteng itu kalau bukan papa, Kiano, ya ... Kak Darel. Bukan Atha yang berstatus sebagai pacarku itu.

Kak Darel ini dulunya tetanggaku, terakhir kali aku bertemu dengannya itu saat aku masih berusia sepuluh tahun. Kak Darel yang saat itu berusia delapan belas tahun merantau ke luar kota untuk berkuliah sementara keluargaku pindah ke rumah ini. Walaupun sudah tujuh tahun berlalu tanpa bertemu, tetap saja ada masa dimana aku merindukannya. Boneka pemberiannya saja masih aku simpan.

Walaupun cowok, Kak Darel ini juga pintar merajut. Dulu aku sempat bilang, "Kok cowok ngerajut, sih, Kak?!" Iya, tau aku gak boleh kotak-kotakin hobi orang berdasarkan gender, maklum anak kecil. Dan saat itu kak Darel bilang, "Ya gak apa-apa, dong? Cuman sesekali, kamu juga cewek tapi suka manjat-manjat sampai roknya robek."

Enggak. Aku enggak tomboy, cuman suka manjat-manjat aja karena terpengaruh oleh teman-temanku saat itu.

Yah, pokoknya kak Darel itu cinta pertama alias cinta monyetku. Aku gak tahu bagaimana kabarnya sekarang karena semenjak kami berpisah, saat itu juga kami langsung saling putus kontak. Sewaktu kedua orang tuaku meninggal karena kecelakaan di pesawat sebenarnya Tante Rania—mamanya Kak Darel—datang untuk mengucapkan belasungkawa bersama kakak perempuan kak Darel yang sudah memiliki anak. Tapi hanya itu saja terakhir kali aku berhubungan dengan keluarganya kak Darel, bahkan bukan dengan kak Darel-nya langsung. Dan orang tuaku meninggal sekitar dua tahun yang lalu.

Setelah itu? Gak ada lagi. Tapi gak tahu kenapa saat semua orang menyebutkan kata 'ganteng' yang pertama kali muncul di otakku itu pasti wajah kak Darel. Itu juga yang jadi alasanku menceritakan soal Kak Darel.

Tapi jelas itu gak masuk akal karena Kak Darel masih hidup dan sehat sentosa entah di belahan bumi mana. Atau bahkan sekarang sudah menikah?

Mataku sudah mulai mengantuk, tapi aku masih memaksakan diri untuk melek. Minum kopi tidak terlalu berpengaruh untukku dan besok aku harus bangun jam enam untuk bersekolah—

"AAAAAAAAA!!!" Jantungku hampir menghentikan fungsinya ketika aku mendengar suara orang berteriak.

Suara Kiano.

Aku buru-buru ke luar kamarku dan berlari menuju kamar Kiano. Anak itu sedang duduk berjongkok di atas kasurnya dengan tangan yang melingkari kakinya sambil menenggelamkan wajahnya di tangan. Tubuhnya bergetar hebat hingga membuatku ikutan panik.

"Kiano? Kenapa? Ada apa?" Saat melihat wajahku Kiano langsung menghamburkan tubuhnya masuk ke dalam pelukannya. Aku juga langsung menepuk-nepuk bahunya untuk menenangkan Kiano. "Kenapa?"

"Kak ...," rengek Kiano lagi, kali ini disertai dengan suara sesenggukan. "Aku mau tidur sama kakak, aku gak mau tidur di sini lagi, aku gak mau tidur sendirian, Kak."

Aku masih setia menepuk-nepuk bahunya, membiarkan piyamaku basah karena air mata. "Iya, Kiano. Sekarang kita ke kamar kakak dulu, ya?" Bagaimana-pun aku berusaha, tapi tetap saja aku tidak bisa menghilangkan prasangka-prasangka mengerikan di otakku, makanya aku langsung membawa Kiano ke kamarku.

Tubuh Kiano itu tidak terlalu besar untuk anak seumurannya, namun tidak kecil juga. Menurutku standar saja, tapi badanku ini aslinya memang kurus kerempeng. Makanya agak susah juga ketika aku memaksakan diri untuk menggendongnya ke kamarku.

"Oke. Sekarang kamu aman di sini, udah mau cerita?" tanyaku akhirnya.

Kiano mengangguk dan kemudian bercerita dengan suara yang tersendat-sendat karena habis menangis.

Dulu, aku pernah dengar, katanya kalau kita sering 'diganggu' lama-lama kita juga akan lebih peka dengan hal-hal seperti itu. Aku gak tahu ini teori darimana, tapi berdasarkan cerita-cerita horor yang aku dengar, biasanya karena terbiasa diganggu, orang itu bisa jadi lebih sensitif.

Awalnya aku gak percaya karena semenjak Sihan datang aku sama sekali tidak merasakan perubahan dengan kemampuanku itu.

Ngomong-ngomong, Kiano bercerita soal dia yang melihat seorang wanita berambut panjang dengan pakaian serba putih dan muka jelek duduk di atas lemarinya sambil memain-mainkan kakinya. Kemudian wanita itu juga tertawa dan terbang pergi meninggalkan Kiano setelah beberapa saat mereka hanya bertukar pandang. Tepat saat itulah Kiano berteriak hingga aku masuk ke kamarnya. Kiano juga merasa badannya seperti terkunci sehingga dia tidak bisa menggerakkan badannya atau bahkan mengalihkan pandangannya dari wanita tersebut.

Ya Tuhan ... apa jangan-jangan wanita itu sama dengan yang aku lihat tadi siang? Yang mengikuti Kiano masuk ke rumah ini?

***

ini random bgt, tp aku lupa umurnya kiana, haha:" btw, kalau ada miss atau plot hole silakan kasih tahu, ya. soalnya aku suka lupa sm yg aku nulis, biasanya kalau baca ulang baru inget lagi. tp aku orgnya males baca work sendiri berulang kali ╥﹏╥

terusss ... hari ini double up lagi, okeee! setiap minggu aku bakal double up dan kyknya kalau di draft udh menjelang tamat bakal triple up setiap minggu, pls doain, lagi stuck nih ╥﹏╥ wkwk. tp stok utk minggu depan msh aman, xixi ;)

sampai ketemu ... nanti malam? kyknya sblm aku tidur baru aku up lagi, heheh.

17.49 // 15 November 2021

Slip Stitch [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang