Chain 22

35 10 4
                                    

"Sof, lo stay aja di sini. Masuk ke kamar Kiano, jagain dia, terus kunci pintunya. Gue sama Tsania ke luar, cari bantuan," perintahku setelah menutup pintu kamar. Tangisan Kayla terdengar semakin menyakitkan, bukannya kasihan, kami malah jadi semakin takut.

Sofia menurunkan alisnya, langsung memasang wajah keberatan. "Gue takut," cicitnya hampir menangis.

Tsania memasang kerudungnya yang sempat dia ambil tadi dengan asal sambil menatap kesal Sofia. "Terus lo maunya gimana, Sof? Harus ada satu orang di antara kita yang jagain Kiano. Gak mungkin kan dia kita bangunin terus bawa ke luar? Kalau sampe Kayla ngapa-ngapain Kiano gimana? Ini urgent, Sof. Kayla juga bisa jadi korban kalau kita gak buru-buru," omelnya panjang. Namun Sofia tetap teguh pada pendiriannya yang tidak mau ditinggal.

Aku menghembuskan napas lelah. Kepalaku pusing karena baru tidur sebentar dan sudah harus diburu-buru seperti ini. "Kalian aja yang ke luar gimana? Gue yang jagain Kiano sama Kayla di sini.

"Demi Tuhan, ini udah hampir jam tiga pagi, Ki. Kita berdua mana tahu harus pergi minta bantuan ke mana kalau lo gak ikut?" Tsania kembali melayangkan protes.

Aku hendak buka suara, namun tertahan ketika mendengar suara tawa dari dalam kamar. Kami bertiga sama-sama tersentak dan mulai saling berpandangan.

"Dua rumah di sebelah kiri rumah gue itu rumahnya Pak RW. Katanya dia biasa bangun jam seginian, buat Salat Tahajud. Coba aja dulu," usulku sambil terus memegang kenop pintu kamarku. "Kalau gak ada, coba cari-cari aja terus yang kelihatannya bangun. Lo bawa hape gak?"

Sofia menggeleng, sementara Tsania mengangguk.

Dan akhirnya, malam itu kami benar-benar terjaga sepanjang malam.

Begitu Tsania dan Sofia sama-sama keluar dari rumahku, aku hanya terdiam di dalam kamar Kiano sambil mengenggam ponselku erat-erat. Jantungku masih berdetak dengan sangat cepat jika mengingat kejadian beberapa menit yang lalu. Kayla ini sepertinya gampang sekali dirasuki, yang kemaren dengan mbah-mbah itu juga Kayla tiba-tiba kerasukan.

Kiano sendiri masih tertidur dengan lelap di atas tempat tidurnya. Aku menyalakan emergency lamp yang selalu ada di kamar Kiano agar kamarnya tidak terlalu gelap, kalau pakai lampu tidur kan sama aja. Masih gelap.

Aku menarik napas panjang terus-terusan untuk mengatur napasku sendiri. Hingga satu pesan dari Atha muncul dan kami terlibat di sebuah percakapan tidak penting yang cukup membuatku merasa lebih baik. Setidaknya ada hal yang bisa mengalihkan perhatianku.

Atha :
kiana, udh tidur ya pasti?
aku mau minta maaf soal yg kmrn, seharusnya aku gak ngejudge kamu sembarangan
maaf
tp itu beneran krn aku khawatir sama kamu
nanti pagi kalau udh bangun, chat aku dibales ya, aku mau minta maaf scr proper ke kamu
i love u

Aku tersenyum kecil membaca pesannya, kemudian mengetikkan balasan.

Kiana :
msh bangun
iya, gapapa. kmrn aku jg lagi gak enak badan makanya responnya jg jd jelek

Atha :
kenapa blm tidur?

Aku menimang-nimang sebentar apa harus jujur atau tidak, dan akhirnya memutuskan memberi jawaban yang aman saja.

Kiana :
temen-temen pada nginep, jd begadang
lagian besok libur

Atha :
oh
kamu kan lagi gak enak badan, jgn begadang, ki
jaga kesehatan

Kiana :
iya
kamu juga

Atha :
:)
kayaknya masih marah nih

Kiana :
enggak

Slip Stitch [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang