Hari ini Kiano sudah boleh pulang!
Rencananya, kami akan pulang di sore hari nanti. Aku sudah mengemas barang-barang kami yang ternyata lumayan banyak dan sekarang aku sedang terduduk di atas sofa yang ada di kamar rawat Kiano sambil memegang buku catatanku. Aku tidak membukanya, hanya melihatnya dalam diam dengan kepala yang dipenuhi asumsi macam-macam.
Selama empat hari di rumah sakit, aku juga mendapatkan empat pesan dari Sihan. Aku tidak ingin membuat Kiano curiga, jadi aku hanya mengintip isi buku catatanku sedikit-sedikit saja.
Hari Pertama : JANGAN KE KAMAR MANDI DI ATAS JAM SEPULUH, JANGAN BEGADANG. DIA MAU KAMU.
Aku membayangkan bagaimana jika mamaku yang mengatakannya. "Jangan aneh-aneh kalau udah malem, tidur aja gak usah begadang. Atau mama sita sekalian semua peralatan rajut kamu, mau?" Mama paling tidak suka jika aku begadang, terutama ketika online shop-ku awal-awal berjalan dulu.
Hari Kedua : VITAMIN YANG DIKASIH WAKTU ITU JANGAN LUPA DIMINUM. Ini, sih, gampang banget kalau dibayangin. "Vitaminnya jangan lupa diminum, Kiana. Mama tungguin di sini sampai kamu selesai minum." Mataku mulai berkaca-kaca, aku merindukan mama.
Oke, lanjut. Hari Ketiga : UDAH DIBILANGIN, PUTUS AJA! Karena Atha adalah pacar pertamaku, aku tidak memiliki bayangan bagaimana mama menyuruhku untuk putus. Tapi, kedua orang tuaku itu orang yang paling ketat soal aturan berpacaran. Mamaku pernah ngomong gini, sih, "Kalau kamu ketahuan pacaran, nanti mama suruh putus." Terdengar mirip, 'kan?
Dan terakhir, yang semalam ... ISTIRAHAT YANG CUKUP, JANGAN LUPA OLAHRAGA, DAN MAKAN YANG TERATUR. Mamaku juga cukup aware soal ini. Beliau pernah berkata, "Mama gak pernah ngelarang kamu main, tapi harus makan dulu sebelum pergi. Kamu ini udah males makan, males olahraga juga, mana suka begadang pula. Punya usaha sendiri gak apa-apa, tapi jangan lupa rawat diri kamu sendiri, Nak." Dibilang strict sebenarnya iya, tapi enggak juga. Aku selalu menganggapnya sebagai bentuk perhatian yang akan selalu kurindukan.
Walaupun sekarang aku bisa melihat hal-hal seperti itu, tapi aku tetap tidak bisa berkomunikasi dengan mereka. Hanya sebatas melihat saja, mendengar suaranya saja gak pernah. Jangan sampai juga, sih, melihatnya aja sudah ngeri. Tapi, jujur, masa iya, Sihan ini ... mama? Entah kenapa, semuanya terlihat masuk akal sekarang.
Kedua orang tuaku meninggal ketika hendak berangkat ke luar negeri berdua dan pesawatnya terjatuh. Tubuh keduanya tidak lagi utuh ketika sampai di rumahku yang membuat hatiku hancur. Aku bahkan tidak berani melihat jenazah orang tuaku untuk yang kedua kalinya, apalagi ketika melihat tangisan pedih dari Kiano saat itu.
Hidupku seperti dijungkirbalikkan. Padahal sebelum keduanya berangkat, aku masih diocehin oleh mama.
"Mama sama papa gak bakal lama di sana, jaga adek kamu baik-baik, ya? Mama udah masak dan ditaruh di kulkas, tinggal dipanasin aja, makanan yang mama masak tahan lama, kok. Ada uang di bawah meja TV, kalau butuh apa-apa pake aja, sekalian buat uang jajan kalian berdua. Kalau kurang nanti ngomong aja sama Tante Dian, nanti mama kirimin lagi. Tapi harusnya gak kurang, sih, kan mama gak bakal lama-lama juga." Aku ingat waktu itu langit masih agak gelap menuju cerah, mungkin sekitar pukul lima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Slip Stitch [COMPLETED]
Novela JuvenilMimpi buruk Kiana dimulai ketika pesan bertuliskan darah itu muncul di kamar mandi pada suatu malam. Kejadian-kejadian mengerikan yang dia alami-entah pesan berdarah di kamar mandinya atau suara-suara di tengah malam-membuatnya bingung antara harus...