Part 22. Alasan

4.6K 698 22
                                    

UPDATE!


Ayo semua merapat sekarang juga! siapa yang nunggu chapter ini?


Oke langsung aja ke cerita, semoga kalian suka dan happy reading 😁😁😁


Vote comment share

follow recommend


Love,

DyahUtamixx


BELUM DI EDIT



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aeris POV


Sepeninggal Lilith, keheningan mencekam melingkupi kuil. Tidak ada satupun yang berani untuk menyuarakan pemikiran mereka dan aku sendiripun memilih untuk diam. Mataku memperhatikan reaksi semua orang yang hadir satu persatu sebelum memusatkan perhatianku pada seorang wanita yang sudah tidak lagi tidak bernyawa, nona Ariana.

Kedua tanganku meremas jas yang membungkus tubuh Carden dengan kuat. Seluruh tubuhku gemetar dengan hebat dan rasanya begitu sesak, lalu seolah tahu akan keadaan mentalku yang terguncang, Carden tidak sedikitpun melepaskan pelukannya dari tubuhku. Tetap erat dan protektif. Dia seperti menyadari bahwa aku tidak bisa berdiri tegak tanpa bantuan darinya. Pikiranku yang begitu berkecamuk langsung buyar saat mendengar helaan pelan keluar dari bibir Carden. "Kalau saja dia tidak buka mulut atau melakukan hal seperti itu, mungkin akhir dari malam ini akan berbeda." Carden mengusap lenganku singkat dengan tangannya sebelum melanjutkan, kali ini ucapannya ditujukan pada Lord Jonathan. "Jonathan, bersihkan sampah itu dan bubarkan semua orang. Upacara malam ini sudah berakhur."

"Baik, Yang Mulia."

"Bagaimana dengan Lilith, Yang Mulia? Apa yang akan kita lakukan?" kali ini Tuan Kayne yang bersuara, menanyakan pertanyaan yang sedari tadi mengganjal di pikiran semua orang.

Carden menundukkan kepala, memperhatikanku selama beberapa saat. Apa dia menyesal telah melakukan semua itu demi diriku seorang? Aku bukan sesuatu yang pantas untuk dipertahankan baginya, mungkin bagi Robin atau keluargaku, iya. Namun baginya? Aku memejamkan mata dan menenggelamkan wajahku di dadanya yang bidang. Gemetar di tubuhku belum juga surut akibat adrenalin yang masih berpacu di seluruh urat nadiku. "Aku tidak peduli. Dia berani mencoba merebut Aeris dariku. Jika dia berniat untuk menyerangku, aku sama sekali tidak masalah. Kita lebih kuat dibandingkan para iblis miliknya."

Setelah berkata seperti itu, Carden membungkukkan badan, mengangkatku ke dalam gendongannya, sebelum berjalan meninggalkan kuil, meninggalkan semua orang yang terkejut karena pilihan Carden untuk melawan dan menolak Lilith. Aku sendiri masih bingung akan perubahan Carden yang sungguh tidak terduga, padahal beberapa menit lalu dia memperlakukan Lilith bagaikan wanita itu adalah hal yang terpenting di dalam hidupnya. Peran Lilith begitu besar, tapi seperti membalikkan tangan, semua itu berubah saat wanita itu menginginkan diriku.

AN RÍ FÍOR BELOVEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang