Part 36. Wounds

3.4K 629 16
                                    

UPDATE!


Ayo semua merapat! siapa yang nunggu chapter ini?


Oke langsung aja ke cerita, semoga kalian suka dan happy reading 😁😁


Vote comment share

Follow recommend'


Love,

DyahUtamixx



NOT EDITED


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aeris POV


Aku terbangun dengan keadaan tubuh yang penuh keringat dingin dan jantung yang berdegup cepat. Tanganku terangkat dan menyeka keringat yang membasahi kening sebelum menolehkan kepala ke arah nakas, dimana jam digital berada. Pukul dua pagi. Perlahan aku bangkit dari posisi tidur, menarik napas panjang dan mengusap area dadaku dengan telapak tangan dimana jantungku berdetak. Mimpi itu terasa begitu nyata, bahkan aku masih dapat mengingat tiap detail kejadian di dalam mimpi tersebut, dan bukan hanya mimpi malam ini saja, tapi juga mimpi di hari-hari sebelumnya. 

Tanganku bergerak meremas selimut yang menutupi tubuhku dari hawa dingin. Bayangan akan anak kecil yang meringkuk menangisi kematian kedua orang tuanya, memanggil-manggil dengan nada yang begitu pilu, rasanya begitu menyedihkan dan membuat hatiku diremas oleh ribuan tangan.

Perlahan kepalaku bergerak mengarah ke jendela. Langit malam terlihat bagaikan kanvas hitam yang tidak memiliki lukisan apapun. Hanya gelap, tidak ada setitik cahaya, bahkan bintang paling kecil sekalipun, seolah menandakan bahwa hari yang akan tiba dipenuhi oleh kejadian yang tidak terduga. Aku menggigit bibir bawah dan beranjak dari kasur. Gara-gara mimpi yang terasa nyata itu, aku jadi tidak bisa lagi tertidur. Mimpi yang lebih mirip seperti sebuah memori seseorang, belum lagi dengan kalimat terakhir tersebut. Tubuhku seketika merinding mengingat tatapan manik merah yang sangat asing tersebut. Manik merah itu menatapku seolah dia tidak mengenalku dan aku adalah bagian dari musuhnya. Musuh yang sangat dibencinya.

Aku berjalan ke arah pintu keluar, berniat untuk pergi ke dapur dan meminum segelas air untuk menenangkan tubuhku yang memanas akibat mimpi tersebut. Aku tidak tahu apakah kali ini bisa mengkategorikan mimpi tersebut sebagai mimpi buruk atau bukan, tapi apapun itu, aku ingin menenangkan diriku dan menyegarkan tubuhku sejenak dengan segelas air. Perlahan aku berjalan menyusuri lorong. Suasana begitu sunyi senyap, gelap, tanpa ada satupun lampu yang menyala, namun walau begitu aku masih bisa melihat silluet prajurit yang berjaga. Sepertinya Lord Jonathan tidak mau kejadian beberapa jam yang lalu terulang kembali.

AN RÍ FÍOR BELOVEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang