Part 34. The Letter

4.6K 632 15
                                    

UPDATE!


Ayo semua merapat! siapa yang udah nunggu chapter ini? mana suaranya?


Tolong persiapkan kipas buat ngipas2 ya ... Carden bikin hatiku meleleh ...


Oke langsung aja ke cerita, semoga kalian suka dan happy reading 😁😁


Vote comment share

follow recommend


Love.

DyahUtami



BELUM DI EDIT


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aeris POV


Kedua mataku memperhatikan wajah Carden yang berada tepat di hadapanku. Satu tanganku terulur dan perlahan menyentuh wajahnya dengan lembut. Mata, hidung, pipi, rahangnya yang kokoh, kening, bahkan bibirnya yang saat ini sedang menyunggingkan sebuah senyum. Kedua tangannya yang memeluk tubuhku dengan posesif, semakin mengerat dan saat aku menyentuh rambut pirang milik Carden yang begitu lembut. Aku tahu dia tidak sedang tidur, tapi dia menikmati ketenangan serta kedamaian yang tercipta diantara kami, terbukti dari tubuhnya yang rileks. Setelah aku puas mengagumi wajahnya yang begitu tampan, tanganku berhenti bergerak dan sengaja ditempatkan di pipinya, menangkupnya dengan kehangatan yang kumiliki.

Saat ini kami sedang berbaring di atas ranjang dengan tubuh kami yang hanya tertutup sehelai selimut tipis. Fajar sebentar lagi datang menyingsing dan mimpi indah ini akan berakhir, lalu kembali menghadapi kenyataan yang sama sekali bertolak belakang dengan ketenangan yang kami rasakan saat ini. Aku menarik napas saat membayangkan apa yang akan kami hadapi nanti, tapi aku yakin, selama Carden ada bersamaku, semua akan baik-baik saja. Mataku kembali memperhatikan dengan seksama setiap detail wajah Carden, kali ini bukan untuk mengagumi ketampanannya, melainkan untuk memutar ulang semua kejadian yang kami lalui hingga berada di titik ini. Senyum kecil di bibir Carden berubah menjadi senyum menggoda dan perlahan kedua kelopak matanya terbuka. Lalu dengan seketika, ingatan akan kegiatan yang baru terjadi beberapa jam lalu, kembali berputar di benakku, dan itu membuatku tidak tahu harus berkata apa. Seluruh tubuhku membeku dan pikiran kotorku kembali menguasai otakku begitu saja. Ingatan akan bibirnya, sentuhannya, tubuhnya, bisikannya, suaranya, setiap perkataannya, nafasnya, ciumannya dan jangan lupakan mengenai ... hentikan! Hapus pikiran itu sekarang juga! Buang jauh-jauh! Tapi ... "Mau sampai kapan kau memandangi wajahku?" tanyanya dengan suara yang serak dan dalam. Tanganku bergerak menarik selimut semakin tinggi, menyadari akan situasi kami, tentu saja gerakan itu tidak lepas dari matanya. "Kenapa kau menutup tubuhmu? Apa kau merasa malu? Untuk apa merasa malu jika aku sudah melihat dan menyentuh semuanya?"

AN RÍ FÍOR BELOVEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang