CHAPTER 11-Murid Baru?

1.6K 111 8
                                    

Sejauh apapun kita berusaha memperjuangkan,pada akhirnya kita akan tetap kalah jika takdir sudah menentukan

"Arsen,"

Arsen menoleh ke arah suara. Dia kembali mengalihkan pandangannya ke depan setelah tau siapa yang datang.

"Lo kok disini?"

Arsen hanya diam. Airell menghela nafasnya, lalu mendekati Arsen. Dia menyentuh lengan Arsen.

"Jangan menghindar dari gue, Sen,"

Arsen menepis tangan Airell yang bertengger di lengannya,"Berhenti ganggu hidup gue," Arsen menatap lekat kedua mata Airell,"Karena gue sama sekali ngga pernah tertarik sama lo. Perlakuan lo selama ini, malah makin buat gue semakin muak sama lo,"

Airell tertawa, namun setelah itu raut wajahnya kembali datar,"Bukannya semua yang gue lakuin di mata lo selalu salah? Selalu dipandang sebelah mata sama lo?"

"Jangan perjuangin sesuatu yang ga akan bisa lo gapai, karena gue ngga akan pernah bisa ngeraih tangan lo,"

Kalimat itu begitu lancar keluar dari mulut Arsen, seperti panah yang melesat dan saat ini menancap di hatinya. Airell berdecih, dia tidak boleh terlihat lemah kali ini. Menghapus kasar air mata yang sedikit keluar dari ujung matanya, lalu kembali menatap tajam Arsen.

"But, I don't care, Arsen. Mau berapa kali lo nolak gue, lo dorong gue, gue ngga akan pernah mundur. Remember? You are mine, forever,"

Setelah mengatakan itu Airell meninggalkan Arsen sendiri di atas rooftop yang terletak di cafe tersebut. Arsen tersenyum licik, dia mengepalkan kedua tangannya.

Sharon menolehkan pandangannya kepada Airell yang baru saja kembali entah darimana, nampaknya Airell habis menghampiri Arsen begitu pikirnya.

"Lo habis darimana?" tanya Freya setelah meneguk jus Mangganya.

"Gue mau pulang." Airell menyampirkan sling bag ke bahunya lalu bergegas keluar dari cafe itu.

"Rell!" panggil Carissa tertahan saat melihat Arsen datang.

"Lo barusan ngomong apa sama Airell?" Freya melangkah maju mendekati Arsen.

"Ga penting," balas Arsen acuh lalu kembali ke tempat duduknya semula.

Semua orang di situ tahu, saat ini Arsen dan Airell pasti habis melakukan pertengkaran sengit seperti biasa. Karena itulah tadi Airell buru-buru pergi setelah menghampiri Arsen.

***
Paginya Airell berangkat ke sekolah bersama Liam, karena semalam ternyata Liam menginap di rumah Papanya. Saat ini mereka berangkat dengan mobil Liam yang selama ini terparkir di bagasi rumahnya, tapi yang membuat suasana canggung di dalam mobil saat ini adalah adanya Alice diantara mereka. Papanya memaksa untuk Alice ikut bersama mereka, alhasil Liam menyetujui tanpa mengetahui bagaimana perasaan Airell saat ini.

Dengan posisi Airell yang berada di bangku depan lalu Alice yang berada di belakang, membuat Liam sedikit tegang. Apalagi saat melihat raut muram yang sedari tadi ditunjukan Airell, dia tau adiknya sangat kesal setengah mati saat ini.
"Rell,"

Airell hanya diam sambil menatap ke arah jalan raya melalui kaca jendela mobil. Liam menghela nafas pasrah, jika sudah seperti ini akan sangat susah membujuk Airell. Dia melirik melalu spion di atasnya ke arah Alice, gadis itu duduk tenang walaupun tatapan matanya terlihat sendu ke arah Airell.

"Alice,"

Alice menoleh

"Iya kak?"

"Gimana sekolah disini? seneng ngga?Udah dapet temen?"

HI ANTAGONIST!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang