CHAPTER 42 - Pelarian

1.5K 70 8
                                    

"Kenapa sih, bayangan tentang lo demen banget lari-larian di pikiran gue?" - Tristan Axel





Kecanggungan melanda suasana di antara Airell dan Arsen. Airell yang sibuk dengan segala pikirannya mengenai Arsen, sedangkan Arsen hanya bungkam sembari fokus melajukan kemudi. Airell ingin sekali membuka suara, menanyakan hal yang sedaritadi mengganggunya. Tapi lagi-lagi bibirnya seolah terkunci. Kebungkaman Airell berlanjut hingga mobil Arsen sampai di depan halaman rumahnya.

"Rell," panggil Arsen memecah keheningan di antara mereka.

Airell memutar kepalanya sehingga berhadapan dengan Arsen. "Ya?"

"Kenapa diem aja dari tadi?"

Bibir Airell sedikit terbuka, tak tahu harus menjawab pertanyaan Arsen seperti apa.

Setelah berusaha menarik napas dalam satu tarikan panjang, Airell mencoba menyuarakan kegundahannya. "Siapa Al?"

Satu alis Arsen terangkat dibuatnya. "Al? Apa lo sempet ngeliat HP gue tadi?"

"Kenapa kalo gue liat?"

Arsen mulai merasa tidak nyaman dengan tatapan Airell kepadanya. Arsen mencondongkan tubuh ke depan hendak merangkul bahu Airell. Namun, tangan Airell lebih dulu terangkat. Mengisyaratkan jika dia tidak diperbolehkan mendekat. Arsen menghela napas, bersiap menjelaskan sesuatu yang harus ia selesaikan sekarang juga.

"Al itu Alina. Dia anak kelas sepuluh yang mau ikut olimpiade bareng gue bulan depan."

Tatapan Airell tak pernah lepas menatap kedua mata Arsen, mencoba menyelami bola mata pria itu. Arsen dibuat ketar-ketir saat menunggu gadis di depannya membuka suara. Tidak dia sangka, pandangan mata Airell yang seolah menelisik kebenaran di matanya berhasil membuat seorang Arsen gugup.

Melihat Airell tetap diam, Arsen menarik tangan Airell ke dalam genggamannya. "Rell," sahut Arsen lagi.

"Hei, lo ngga percaya sama gue? Apa lo ragu sama gue?"

Manik mata Airell mengabur, bercak-bercak air mata perlahan memenuhi kantung matanya.

"Lepasin tangan gue."

Kecemasan semakin menambah ketegangan Arsen kala mendengar balasan Airell. Ditariknya tangan Airell ke dalam dekapannya. Tidak membiarkan Airell meronta ataupun melepaskan diri darinya. Arsen tetap mengusap punggung Airell, memberi kenyamanan melalui usapan tangan.

"Maaf, maaf kalo gue bikin lo curiga. Gue berkata apa adanya. Kalo lo nggak suka gue simpen kontaknya, gue bakal hapus sekarang juga."

Isakan Airell justru menjadi terdengar jelas. Arsen tidak menyangka, gadis dalam pelukannya ini tengah menangis. Apa Airell benar-benar tidak percaya dengannya?

Arsen bergerak melepas pelukan mereka lalu memegangi kedua pundak Airell. Mengarahkan dagu gadisnya untuk menatap matanya.

"Jangan nangis. Gue minta maaf, jangan nangis lagi." Ibu jari Arsen tergerak menghapus jejak air mata di wajah Airell.

Arsen berinisiatif mengambil ponselnya dalam dashboard. Memperlihatkan kepada Airell ketika dia mulai menghapus kontak bernama Al dari daftar pesannya.

"Lihat, gue udah hapus kontaknya."

Lagi-lagi, Airell hanya diam. Arsen mengacak rambutnya frustasi. Bingung menghadapi diamnya Airell sejak tadi.

"Rell, lo masih ngga percaya sama gue?" desak Arsen mulai tak sabaran.

"Arsen.."

Jari-jarinya terulur membelai wajah sembab Airell. Sorot mata Arsen perlahan melunak, menata lembut gadis di depannya. "Kenapa?"

HI ANTAGONIST!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang