CHAPTER 50 - Jurang Kebencian

1.8K 104 14
                                    

Ketika kamu berusaha membenci seseorang, tanpa sadar kamu sudah mendorong hatimu sendiri untuk tenggelam bersama jurang kegelapan. Karena sesungguhnya kebencian hanya akan membuat jiwamu terpuruk, gelap penuh kubangan penderitaan.




Airell menatap pias ke arah Alice. Mengapa takdir selalu tahu mana yang paling bisa membuat dirinya mengalami kesialan? Terjebak bersama gadis itu adalah hal terakhir yang Airell inginkan di dunia ini.

"Jangan ikuti gue. Mending lo cari jalan lain."

Di saat Airell hendak melangkah, Alice menahan pergelangan tangannya. "Kak, jangan tinggalin aku. Aku takut di sini sendiri, tolong kak," pinta Alice seraya memohon.

Bisakah gadis ini menyingkir dari hadapannya sekarang juga? Astaga, kenapa semua rencananya jadi begini?

Airell menepis tangan Alice darinya. "Terserah. Yang penting jangan jalan di sebelah gue. Lo tau kan, gue benci sama lo."

Setelah itu Airell tidak mempedulikan Alice lagi dengan memilih melanjutkan perjalanannya seperti semula. Beberapa menit setelahnya ia baru mendengar suara langkah kaki Alice di belakang, gadis itu mengikutinya.

Airell tetap berjalan ke depan, berusaha melewati jalanan gelap di sisa tenaga yang ia miliki. Menghalau rasa sesak di dadanya, dia tidak berhenti melangkah. Airell hanya tidak mau jika dirinya memutuskan untuk istirahat, waktu tidak akan berbaik hati memberinya jalan keluar. Bukankah manusia dipaksa agar selalu berusaha apapun kondisinya?

"Kak," panggil Alice dari belakang.

Airell hanya berdeham tanpa menoleh ke belakang saat memberikan jawaban.

"K-kakak cape?"

"Engga," balasnya datar.

Alice kembali bertanya. "Mau istirahat dulu, nggak? Biar Kakak ngga cape."

"Berisik banget, sih. Gue lagi fokus jalan ini." Gerutuan Airell sedikit bisa membuat Alice diam. Ya, itu lebih baik.

Hening. Tidak ada suara selain bunyi angin yang bertiup kencang di sekitar hutan. Airell tidak tahu dimana dia sekarang, karena sejak tadi kakinya berjalan tanpa tahu arah. Kini dia cuma berharap jika dia tidak salah jalan dan membuatnya semakin tersesat.

"Heh, lo punya senter?" Airell terpaksa menoleh ke belakang saat bertanya pada Alice.

Jalanan di depannya sangat gelap. Dia tidak bisa terus mengandalkan api dari kayu yang ia nyalakan di tengah jalan. Sebentar lagi api itu mati, angin juga terus berhembus kencang, tak menutup kemungkinan apinya bisa mati kapan saja.

Alice merogoh saku jaket, mencari ponselnya. "Ini, aku cuma punya lima belas persen aja. Makanya daritadi nggak aku pake." Alice menyerahkan ponsel tersebut ke Airell.

Airell mengambil ponsel Alice lalu menyalakan tombol senter di layar.

"Batre HP lo awet kan?" tanya Airell saat mendapati dua jalan di persimpangan yang kini tersaji di depannya setelah cahaya senter dari ponsel Alice menyala.

"Lumayan, Kak."

Usai menimbang-nimbang cukup lama mengenai jalan mana yang ia pilih untuk dilalui, akhirnya Airell memutuskan mengambil jalan kiri. Sayangnya gadis itu tidak tahu, karena di depan sana, ada jurang curam yang sedang menanti.

HI ANTAGONIST!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang