CHAPTER 30 - Pilihan Sulit

1.6K 106 19
                                    

Siapapun pasti tidak ingin berada di posisi ku. Memiliki hati yang selalu terpaut padamu yang tidak pernah menoleh ke arahku sama sekali.






Arsen mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Untung saja malam ini jalanan cukup lenggang. Arsen sampai di lokasi Bastian beri tau lewat telepon. Arsen berjalan tergesa menghampiri Bastian.

Arsen menarik gadis yang masih menangis sambil terduduk di sebelah Bastian ke dalam pelukannya. Gadis itu langsung membalas memeluk erat pinggang Arsen. Tangisannya semakin kencang, seolah memberitahu jika dirinya sangat ketakutan. Arsen membelai lembut rambut gadis itu seraya menatap Bastian.

"Gimana kejadiannya?"

Bastian menghela nafas lelah.

"Gue lagi di jalan dan kebetulan lewat sini. Dia hampir dilecehin sama anak-anak berandalan yang sering berkeliaran di sekitar jalan ini. Untung gue dateng tepat waktu buat nyelametin dia."

"Lo tau ciri-ciri mereka kaya apa?"

"Gampang, nanti gue minta orang buat cari tau. Mending sekarang lo bawa Alice pulang. Kasian dia pasti ketakutan."

Arsen melepaskan pelukan Alice dari pinggangnya. Arsen merendahkan tubuhnya di depan Alice, memberi kenyamanan melalui tatapan matanya.

"Gue anter lo pulang, oke?"

Alice menggelengkan kepalanya lemah.

"A-aku takut, gimana kalo Mama sama Papa tanya-tanya. Aku belum bisa ngilangin ketakutan aku," ucap Alice disertai isakan kecilnya.

"Lo boleh bawa dia ke apartemen gue, sambil nunggu dia tenang baru lo bawa pulang," sahut Bastian mengambil helmnya yang tergeletak di sebelah Alice.

Arsen menegakkan tubuhnya menghadap Bastian.

"Oke. Thanks, lo emang penolong gue, Bas."

Arsen membantu Alice untuk berdiri. Merengkuh bahu Alice sembari berjalan menuju motornya.

"Kita ke rumah Bastian dulu."

Alice tampak canggung berada di antara Arsen dan juga Bastian. Arsen duduk di sebelahnya lalu Bastian berada di sofa yang berhadapan dengan mereka.

"Mau gue ambilkan minum?" tawar Bastian kepada Alice.

Alice menanggapinya dengan gelengan,"Nggak usah, Kak. Makasih sebelumnya karena udah nolongin aku."

"I'ts okay, ngga masalah. Anggep aja gue ikut bantu Arsen saat itu."

Alice menolehkan kepalanya menghadap Arsen. Mereka saling berpandangan, membuat Bastian jadi nyamuk berada di tengah-tengah kedua insan itu.

"Makasih, Kakak selalu nolongin aku," ucap Alice tulus.

Tangan Arsen tergerak mengusap puncak kepala Alice. Memberikan senyuman tipisnya di depan Alice.

"Udah jadi tugas gue buat jagain lo."

***

Saat Alice meminta ijin ke kamar mandi, barulah Bastian mengeluarkan pertanyaan yang sejak tadi ingin dia utarakan.

"Kabar lo sama Airell pacaran itu bener apa engga?"

"Ngapain pake ditanya?" balas Arsen ketus.

Bastian merubah posisinya menjadi bersandar di sofa. Memijat pangkal hidungnya sendiri.

"Gue bener-bener pusing sama kisah cinta lo. Airell ngejar-ngejar lo dari kelas 10, bayangin, Sen. Dua tahun cewe itu ngejar-ngejar lo. Dan sekarang? Lo malah pacaran sama Alice."

HI ANTAGONIST!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang