Mulai membaik

2.4K 214 7
                                    


Tidak terasa kandungan Nafisah sudah memasuki bulan ke 4 dan perutnya juga sudah mulai terlihat.

Nafisah tidak bisa ikut wisuda yang dilaksanakan oleh kampus bulan lalu karena tubuh dia drop dan harus dirawat di rumah sakit.

Awalnya Nafisah memaksa untuk tetap hadir karena itu adalah wisudanya dan dia mau menghadirinya sendiri, tapi setelah diberikan nasehat oleh para orangtua dan juga Adnan, Nafisah nurut untuk tidak hadir.

Akhirnya abi Baqir dan umi Fatimah yang mewakili Nafisah untuk menghadiri wisuda itu dan Nafisah menjadi lulusan yang terbaik karena memiliki nilai yang sempurna.

Setelah dirawat selama 4 hari, akhirnya Nafisah diizinkan pulang dan diminta untuk menjaga kandungannya dengan baik serta makan makanan yang sehat buat kandungannya.

"Ayo mba ikut makan siang sama aku," ajak Nafisah kepada Lestari yang baru bangun tidur dan datang ke dapur.

Nafisah sedang makan siang sendirian karena Adnan berada di kantornya.

"Lo kenapa sih selalu baik sama gue, padahal gue sudah jahat sama lo?" Tanya Lestari dan mengambil minum.

Nafisah sangat terkejut karena Lestari mau bicara dengannya dan apa ini Lestari duduk di kursi sebelahnya.

"Mba nggak pernah jahat sama aku, itu mungkin cara mba untuk menerima kehadiran aku di sini dan aku tidak apa-apa" kata Nafisah, "ayo mba makan siang sama aku, sepi makan sendiri kaya gini" ajak Nafisah dan ingin berdiri untuk mengambilkan piring buat Lestari.

"Gue ambil sendiri saja, nanti kalo lo kenapa-kenapa gue lagi yang disalahkan oleh mas Adnan," kata Nafisah yang berdiri dan pergi ke dapur untuk mengambil perlatan makan.

Otak Nafisah berpikir keras, apa Lestari sedang dirasuki oleh setan yang baik sampai sifatnya 100% berbeda dari biasanya walaupun perkataannya masih sedang dingin.

Kalo memang Lestari dirasuki setan baik, biarkan saja setan itu di dalam tubuh Lestari biar hubungan mereka setiap hari seperti ini dan tidak ada lagi pertengkaran di dalam rumah ini.

"Ngapain lo natap gue kaya gitu?" Tanya Lestari yang kembali ke meja makan dengan membawa perlatan makannya.

"Nggak apa-apa mba," jawab Nafisah dan dengan cepat mengalihkan pandangannya ke piring nasi miliknya.

"Lo aneh lihat gue tiba-tiba baik sama lo?" Tanya Lestari dan dengan tidak sadar Nafisah menganggukkan kepalanya.

"Ngangguk lagi," kata Lestari saat melihat Nafisah menganggukkan kepalanya.

"Eh maaf mba, bukan begitu maksud aku," kata Nafisah dengan cepat setelah sadar dengan apa yang dia lakukan.

"Gue cuma lagi mau baik aja sama lo, capek juga berantem terus," kata Lestari dan mengambil makanan.

Lestari hanya makan nasi sedikit karena dia sedang diet, dia akan melakukan pemotretan 3 hari lagi dan dia tidak mau bentuk tubuhnya tidak bagus saat pemotretan.

"Mba banyakin makannya," kata Nafisah karena melihat piring Lestari yang isinya sedikit.

"Lo mau buat tubuh gue gamuk saat pemotretan nanti?" Tanya Lestari masih dengan nada dinginnya.

"Maaf mba," ucap Nafisah dan setelah itu memilih buat diam agar tidak memancing emosi Lestari dan fokus memghabiskan makanan yang ada di piringnya sendiri.

Hening beberapa saat sampai akhirnya Lestari mengusir keheningan itu dengan sebuah pertanyaan yang membuat Allura sangat gugup mendengarnya.

"Berapa usia kandungan lo?" Tanya Lestari dan nada bicaranya sudah mulai santai tidak dingin lagi.

Nafisah terdiam sebentar untuk mencerna apa yang ditanyakan oelh Lestari dan dia kaget dengan pertanyaan itu karena diluar dari pikirannya.

Nafisah pikir Lestari tidak akan menanyakan tentang kandungannya, tapi ternyata pikirannya salah.

"Maafkan hamba karena sudah berpikiran buruk ya Allah," kata Nafisah di dalam hatinya karena dia sudah berpikiran buruk terhadap Lestari.

"Eh gue nanya sama lo bukan sama patung," kata Lestari dengan menepuk pelan lengan Nafisah dan membuat Nafisah sadar dari lamunannya.

"Eh maaf mba" kata Nafisah yang entah sudah berapa kali meminta maaf kepada Lestari dalam waktu 1 jam ini, "empat bulan mba" jawab Nafisah dengan suara yang sedikit dipelankan dan Lestari mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Boleh gue pegang?" Tanya Lestari dan membuat Nafisah terdiam, "cuma sebentar saja, gue ingin merasakan bagaimana punya perut buncit" kata Lestari dengan nada sedikit memohon dan Nafisah tidak tega menolak permintaan Lestari.

"Boleh mba," jawab Nafisah dan membuat kedua sudut bibir Lestari tertarik ke atas.

Nafisah juga ikut tersenyum saat melihat senyuman dari Lestari, ini pertama kalinya Nafisah melihat senyuman tulus dari Lestari dan Nafisah sangat kagum karena Lestari lebih tambah cantik kalo sedang tersenyum dengan tulus seperti itu.

"Sebentar aja kok," kata Lestari dengan memiringkan duduknya dan mengulurkan tangan kanannya ke arah perut Nafisah.

Telapak tangan Lestari menyentuh perut Nafisah dan menatap perut Nafisah.

"Gimana rasanya hamil?" Tanya Lestari dan menatap Nafisah yang canggung dengan pertanyaan Lestari.

"Sangat senang mba, karena aku bisa merasakan perjuangan menjadi seorang ibu," jawab Nafisah dengan perasaan yang tidak enak kepada Lestari.

"Mungkin kalo bukan kesalahan gue, gue juga bisa merasakan memiliki perut buncit seperti ini," kata Lestari dan menarik tangannya kembali karena dia bilang cuma sebentar saja.

"Maaf mba, kalo jawaban aku jadi buat mba sedih" kata Nafisah yang merasa bersalah, "tapi aku tidak bermaksud seperti itu" sambung Nafisah dengan tatapan mata yang memancarkan rasa bersalah yang sangat besar.

"Santai saja, gue tidak apa-apa kok," kata Lestari dengan senyuman di bibirnya dan membuat Nafisah juga ikut tersenyum.

"Seharusnya gue tidak melakukan hal bodoh yang membuat gue sangat menyesal" kata Lestari di dalam hatinya, "mas memang pantas mendapatkan istri seperti Nafisah, dia sangat baik dan tulus" sambung Lestari di dalam hatinya.

"Penyesalan selalu saja datang di akhir, tapi jangan jadikan sebuah penyesalan sebagai dinding penghalang untuk kita melangkah maju menjadi lebih baik lagi, karena disetiap penyesalan pasti ada pembelajaran yang bisa kita ambil untuk kehidupan kita kedepannya"








Ikhlas (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang