Extra part 2

8.2K 321 34
                                    

Nafisah sudah berhenti merasakan sakit di perutnya dan saat dokter periksa, ternyata Nafisah sudah memasuki pembukaan 5 dan bersamaan dengan air ketuban Nafisah yang sudah pecah saat perjalanan menuju ruang rawatnya.

"Umi, bawa Queen ke depan ruang operasi, Queen mau nungguin Aira," pinta Nafisah karena dia sangat khawatir dengan anak perempuannya yang masih berjuang di dalam ruang operasi.

"Kamu harus istirahat, di sini kamu juga harus bejuang untuk melahirkan anak kamu," kata umi Fatimah dengan mengusap kepala Nafisah.

"Iya Nafisah, di sana sudah ada yang lain nungguin Aira," kata mami Fitri.

"Mas," panggil Nafisah dengan tatapan memohon karena sekarnag cuma Adnan yang bisa dia harapkan untuk membantunya.

"Kita semua khawatir sama Aira, tapi di sini kami juga khawatir sama kamu sayang, jadi biar papi, abi, sama mba Putri yang nungguin Aira, nanti kalo ada apa-apa mereka akan langsung menghubungi mas" kata Adnan dengab lembut, "sekarang kita doakan semoga Aira bisa melewati ini semua dan operasi nya berjalan dengan lancar, mas juga tidak ingin kehilangan Aira karena mas sudah menganggap Aira sebagai anak kandung mas sendiri dan Aira sudah memberi warna di dalam keluarga kita" sambung Adnan.

"Dengerin suami kamu, sekarang kita fokus dengan persalinan kamu dulu, biar Aira dijaga sama yang lain" kata Umi Fatimah, "Insya Allah, Aira selamat dan kita akan kumpul lagi nanti, Aira pasti senang ketemu sama kedua adiknya" sambung umi Fatimah.

Akhirnya Nafisah Ngalah karena tidak ada yang membela nya di sini.

Saat Nafisah sedang memaksakan diri buat istirahat, berbeda dengan ketiga orang yang berada di depan ruang operasi yang sangat khawatir dan takut karena suster yang keluar masuk ruang operasi dengan terburu-buru.

"Kenapa sama cucu kami sus?" Tanya Papi Firdaus yang memberhentikan satu suster yang ingin masuk ke dalam ruang operasi.

"Pasien mengalami kejang saat operasi dan kekurangan banyak darah, tapi syukurlah stock golongan darah pasien banyak di rumah sakit ini" jawab dan jelaskan suster, "saya permisi dulu" pamit suster itu dan setelah itu masuk ke dalam ruang operasi.

"Abi," panggil mba Putri dan merangkul lengan abi Baqir dengan perasaan yang campur aduk.

"Kita berdoa sama Allah untuk keselamatan Aira," kata Abi Baqir.

"Aira, anak yang kuat, dia pasti bisa melewati ini semua, sekarang kita jangan memberitahu Nafisah dulu tentang kondisi Aira, biarkan Nafisah fokus sama persalinannya," kata papi Firdaus yang kembali duduk di kursi tunggu.

Waktu semakin berjalanan dan tidak terasa sekarang sudah 1 jam dan lampu operasi belum juga menandakan dirinya untuk mati.

Nafisah yang berada di dalam kamar rawat tidak bisa tenang karena tidak mendapatkan kabar apapun dari orang-orang yang menunggu di depan ruang operasi.

"Ya Allah, mas sakit banget," kata Nafisah dan menggenggam tangan Adnan dengan kuat untuk menyalurkan rasa sakit dari kontraksi yang dia alami.

Nafisah sedang dalam posisi duduk dengan bersandar di dada Adnan yang berdiri di sampingnya, umi Fatimah dan mami Fitri mengusap pelan punggung dan pinggang Nafisah untuk membantu mengurangi rasa sakit dari kontraksi.

"Kamu cakar tubuh mas," perintah Adnan.

Adnan bingung harus berkata apalagi, ini pertama kalinya dia melihat seorang istri yang kesakitan saat mengalami kontraksi dan dia juga tidak tahu apa yang harus dilakukan agar rasa sakit itu hilang.

Setidaknya dengan mencakar tubuh Adnan, membuat rasa sakit Nafisah berkurang, maka Adnan tidak apa-apa manahan rasa sakit dari setiap cakaran yang Nafisah berikan.

Ikhlas (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang