27

731 90 2
                                    

"...Penilaian oranglah yang mengotak-ngotakkan perempuan jadi jelek atau cantik."

Jagat ternganga-nganga sambil tepuk tangan mendengarkan penuturan Gemi.

"Kayaknya kita bikin kanal motivasi aja, deh, Mbak. Mbak cocok ngegantiin motivator di TV." lontar Jagat antara memuji versus meledek.

Gemi mendengus, "Kamu jadi ngingetin Aku pas SMA. Dulu Aku sering dipanggil Gemintang Jenuh, supar sekali." ia mengilas balik masa sekolahnya.

"Mbak cocok, sih." tanggap Jagat disertai kekehan singkat.

Gemi berdecih, ia mengambil napas sedang sembari mengalih pandang. Ia geming sejenak, menghibur diri melihati orang-orang di sekitar dengan segala aktivitasnya. Sesekali tarikan napasnya terasa getar bila terpintas wajah Nakula yang amat kecewa padanya. Gemi tidak tahu bagaimana menghadapi Nakula di rumah nanti.

Sementara itu, dari samping Jagat asyik memandangi dan memperhatikan Gemi yang diam terpekur dengan benaknya. Tidak ada yang spesial dari paras ataupun fisik Gemi. Tapi entah kenapa, selalu ada sisi menarik yang tersembunyi dan harus ia gali lebih dalam.

Mohon dimengerti, Jagat sedang jatuh cinta. Mungkin Gemi bersin saja, bagi Jagat itu seperti hal yang menakjubkan.

"Dek," Gemi mendadak menoleh, menyergap Jagat yang diam-diam mengaguminya dalam diam.

Jagat meneguk ludah susah payah dan menyautinya kata apa.

"Menurutmu, Aku..." Gemi menggantung kalimatnya sambil mengembangkan senyum. "Cantik, gak?" lanjutnya sambil kedip-kedip mata dan menggembungkan pipinya yang tembam.

Spontan tawa Jagat meledak tak terbendung, ia menertawakan dirinya yang sudah berdebar-debar entah kenapa. Tapi ternyata, Gemi cuma ingin menanyakan hal konyol tersebut.

"Aku nanya malah mbok ketawain, emangnya Aku gak pantes nanya kayak gitu, huh?" Gemi kesal dengan tawa Jagat yang meledak-ledak.

Jagat berdeham, menyetop tawanya yang tak ingin usai. "Yea, kukira Mbak bakal nanya yang serius. Gak taunya nanya kayak gitu." akunya.

"Itukan pertanyaan serius menyangkut kepercayaan diriku sebagai perempuan." Meskipun bukan itu yang ingin kutanyakan, Aku hanya ingin bercerita, Dek. Gemi meneruskan kalimat yang seharusnya ia cuitkan, tetapi malah hanya sampai tenggorokan.

"Lah, Mbak kan baru aja bilang kalo Mbak percaya semua perempuan di dunia itu cantik. Kenapa masih nanya lagi ke Aku?" Jagat tak habis pikir dengan mahluk bernama perempuan. Pertanyaan sederhana dan terkesan gampang dijawab tersebut, akan jadi malapetaka bila menanggapinya tidak benar.

"Itu kan menurutku, tapi Aku juga butuh pendapatmu sebagai laki-laki." perjelas Gemi.

"Apa kepentinganku harus berpendapat? Kita kan bukan siapa-siapa." Jagat menohok Gemi dengan pernyataan itu lagi. Ia tidak bosan-bosannya mengungkit pasal tidak adanya hubungan yang terjalin di antara mereka.

Gemi memutar bola mata, ia jenuh lama-lama diungkit soal itu. "Mau Kamu tuh sebenarnya gimana, tho? Dari waktu itu nyinggung status terus." Gemi mengeluh pada akhirnya.

"Mbak mau tau mauku?" Jagat balik menanya.

Gemi otomatis saja mengangguk, "Mau aja." jawabnya.

Jagat melipat tangannya di dada seraya menegapkan posisinya, kemudian mencondongkan tubuhnya persis ke hadapan Gemi. "Aku mau punya hubungan yang lebih denganmu, Mbak." ungkapnya sambil menatap tepat kedua bola mata Gemi.

Gemi mendadak gugup berkontak mata dengan Jagat, ia spontan merubah pandangannya. Ia merasakan dadanya berdebar tidak jelas sampai membuat perutnya mulas.

SARANGHAE, MBAK! [TAMAT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang