34

652 90 2
                                    

Pertanyaan-pertanyaan lain masih mengganjal di benak Jagat, meski ia sudah tahu siapa Mo Tae Goo sebenarnya. Agak menggelikan saat tahu sosok yang dicemburuinya hanyalah sosok fiksi semata. Tapi, pertanyaan mengenai pria yang membuat Gemi menangis masih mengganjal di benaknya.

"Kalo tokoh fiksi itu diakui sebagai pacarnya, berarti..." Jagat meruntut benang merahnya. Mencari kesimpulan awal yang bisa ia gunakan untuk segera membubuhkan nama Gemi pada surat pernyataan yang Dewi sarankan.

"Laki-laki itu bukan siapa-siapanya Mbak Gemi? Atau Mbak Gemi yang ... tidak mengakui sesuatu di antara mereka?" Jagat menduga-duga. Ia tidak ingin ditolak untuk yang kedua kalinya.

"Aku harus tanya langsung ke Mbak Gemi." Jagat langsung bangun dari baringnya, meraih gawai di meja belajarnya.

Jagat menghubungi nomor Gemi, namun sayangnya Gemi tidak mengangkat panggilannya.

"Ke mana Mbak Gemi? Apa perlu kusamperin ke rumahnya?" pikir Jagat tidak sabar ingin segera mendulang kepastian.

"Tapi, Aku gak bisa bolos les lagi. Mama pasti bakal ceramah panjang lebar." Jagat mengurungkan niatnya begitu ingat sang mama yang hobi mengomel.

Jagat tidak punya opsi lain, ia harus pergi bimbingan belajar apa pun yang terjadi. Ia harus lebih sabar mendapat kepastian.

...

Gemi menekan tombol bel kamar Dirman Semesta begitu sampai di depan kamar apartemen atasannya tersebut. Hanya butuh sekali tekan, si pemilik kamar membukakan pintunya.

"Maaf, Pak. Saya tadi sempat nyasar, jadi agak lama." papar Gemi sambil membungkuk rendah. Ia memang lemah dalam hal rute, apalagi saat malam hari.

"Tidak masalah." balas Dirman Semesta. "Buka!" titahnya bikin Gemi mundur selangkah.

"Bu-bu-buka apanya, Pak?" Gemi tergagap-gagap, pikirannya menjurus ke hal negatif.

Dirman Semesta berdecak, "Saya tidak sekotor pikiranmu." ia mematahkan pemikiran negatif Gemi.

"Kotaknya!" Dirman Semesta segera memperjelas perintahnya.

Gemi langsung gelagapan, malu sekali telah berpikiran yang bukan-bukan. Iapun melaksanakan perintah tersebut tanpa membantah.

"Oh ... Bapak mau ngasih hadiah, ya, ke seorang cewek?" Gemi mendapati tas selempang wanita yang terlihat bagus dari kotak tersebut. Benaknya langsung membayangkan sosok wanita seperti apa yang mampu menaklukkan orang semacam bosnya tersebut.

"Tidak usah sok tau. Cepat, sampirkan ke pundakmu!" titah Dirman lagi bikin Gemi mengerutkan kening.

"Bapak minta Saya untuk nyoba?" Gemi tidak serta mengiyakan perintah Dirman Semesta.

"Tidak usah banyak tanya, cepat lakukan!" balas Dirman Semesta terdengar pemaksaan.

Gemi tidak membantah lagi, ia menjajal di lengan kanan dan menunjukkannya. "Begini, Pak?"

Dirman Semesta menelengkan kepala ke kiri sambil tangan bersedekap, matanya menyoroti tas yang dipakai Gemi. "Bagus." lontarnya.

"Matur nuwun (makasih), Pak." respon Gemi cepat seraya mengembalikan tas yang dijajalnya ke tempat semula.

"Siapa yang muji Kamu? Saya muji tasnya." Dirman Semesta mengklarifikasi maksud ucapnya.

Gemi tersenyum kecut, padahal ia sudah sedikit melambung dipuji sama sang atasan yang dikutuk seribu mulut pegawai kantor.

"Tugas Saya sudah selesai, Saya mau pamit." sampai Gemi sambil membungkuk rendah lagi.

"Bawa tas itu sekalian!" balas Dirman Semesta bikin kaget.

SARANGHAE, MBAK! [TAMAT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang